BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Strategi Peningkatan Kemampuan berfikir.
Model strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir (SPPKB) adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaah fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan. Terdapat beberapa hal yang terkandung pengertian diatas. [1]Pertama, SPPKB adalah model pembelajaran yang bertumpu pada pengembangan kemampuan berpikir artinya tujuan yang ingin dicapai oleh SPPKB adalah bukan sekedar siswa dapat menguasai sejumlah materi pelajaran, akan tetapi bagaimana siswa dapat mengembangkan gagasan-gagasan dan ide-ide melalui kemampuan berbahasa secara verbal.
Kedua, telaahan fakta-fakta sosial pengalaman sosial merupakan dasar pengembangan kemampuan berpikir, artinya pengembangan gagasan dan ide-ide didasarkan kepada pengalaman sosial anak dalam kehidupan sehari-hari atau berdasarkan kemampuan anak dalam mendeskripsikan hasil pengamatan mereka terhadap berbagai fakta dan data yang mereka peroleh dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, sasaran akhir SPPKB adalah kemampuan anak untuk memecahkan masalah-masalah sosial sesuai dengan taraf-taraf perkembangan anak.
Jadi, berdasarkan beberapa defenisi yang telah disebutkan diatas, jadi strategi peningkatan kemampuan berfikir ialah suatu cara yang dilakukan oleh pendidik dalam melakukan proses belajar- mengajar dengan penekanan kemampuan anak didik dalam mempergunakan pengalamannya dan ide- idenya dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam strategi ini, anak didik dituntut untuk dapat mempergunakan kemampuannya dalam menganalisa, mengungkapkannya dengan cara verbal dan mengembangkannya melalui pengalamannya dalam kehidupan sosial sekitarnya.
B. Latar Belakang Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir
Adapun yang menjadi latar belakang dari strategi peningkatan kemampuan berfikir ada dua yaitu latar belakang filosofis dan psikologis yang akan dijelaskan sebagai berikut:
a) Latar Belakang Filosofis[2]
Pembelajaran adalah proses interaksi baik antara manusia dengan manusia ataupun antara manusi dengan lingkungan. Proses interaksi ini diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Misalkan yang berhubungan dengan tujuan perkembangan kognitif, afektif dan psikomotorik. Tujuan pengembangan kognitif adalah proses pengembangan intelektual yang erat kaitannya dengan meningkatkan aspek pengetahuan, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Apa hakikatnya dengan pengetahuan itu? Bagaimana sebenarnya setiap individu memperoleh pengetahuan? Hal itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang mendasar yang membutuhkan kajian filosofis.
Dilihat dari bagaimana pengetahuan itu bisa diperoleh manusia, dapat didekati dengan dua pendekatan yang berbeda, yaitu pendekatan rasional dan pendekatan empiris. Rasionalisme menyatakan bahwa pengetahuan menunjukkan kepada objek dan kebenaran itu merupakan akibat dari kegiatan berfikir. Aliran rasionalisme menekankan pada rasio, logika, dan fikiran. Berbeda dengan aliran rasionalis, aliran ampiris lebih menekankan kepada pentingnya pengalaman dalam memahami setiap objek. Aliran ini memandang bahwa semua kenyataan itu diketahui melalui indra dan kriteria kebenaran itu adalah kesesuaian dengan pengalaman. Dengan demikian, pandangan empirisme menekankan kepada pengalaman.
Apabila kita simak, baik aliran rasional maupun aliran empiris, keduanya berangkat dari dasar pemikiran yang sama, yaitu sumber utama dari pengetahuan adalah dunia luar atau objek yang ada diluar individu, atau objek yang menjadi pengamatannya. Yang menjadi masalah adalah apakah pengetahuan itu semata-mata hanya terbentuk karna objek itu? Bukankah objek itu tidak tidak memiliki arti apa-apa tanpa individu sebagai subjek yang menafsirkan data objek itu? Apakah pengetahuan itu bersifat ststis yang telah dihasilkan oleh pemikir terdahulu seperti yang diklaim oleh aliran idialisme?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu terus mengembang dan menjadi bahan pemikiran manusia, sehingga muncul aliran kontruktivisme yang berkembang pada pengunjung abad 20 ini. Menurut aliran kontruktivisme, pengetahuan ini terbentuk bukan hanya dari objek semata. Tetapi juga dari kemampuan individu sebagai objek yang diamati. Menurut kontruktivisme, pengetahuan itu memang berasal dari luar, tetapi dikontruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu , pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpetasi objek tersebut. Kedua fator itu sama pentingnya. Dengan demikian, pengetahuan itu tidak bersifat statis tapi bersifat dinamis, tergantung cara melihat dan mengkontruksinya. Inilah dasar filisofis dalam pembelajaran berpikir. Selanjutnya tentang hakikat pengetahuan menurut filsafat kontruktivisme adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan bekala, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui subjek.
b. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.
c. Pengetahuan dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan apabila konsepsi itu berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang (suparno, 1992:21).
Sesuai dengan penjelasan diatas, maka dalam proses pembelajaran berpikir, pengetahuan tidak diperoleh sebagai hasil transfer dari orang lain, akan tetapi pengetahuan di peroleh melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena, pengalaman, dan lingkungan yang ada. Suatu pengetahuan dianggap benar manakala pengetahuan tersebut berguna untuk menghadapi dan memecah persoalan atau fenomena yang muncul.
Aliran kontruktivisme menganggap bahwa pengetahuan tidak dapat di transfer begitu saja dari orang kepada orang lain, tetapi harus di interprestasikan sendiri oleh masing-masing individu. Oleh sebab itu, model pembelajaran berpikir menekankan kepada aktivitas siswa untuk mencari pemahaman akan objek, menganalisis, dan mengkontruksinya sehingga terbentuk pengetahuan baru dalam diri individu.
b) Latar Belakang Psikologis
Aliran psikologis SPPKB adalah aliran psikologis kognitif. menurut aliran kognitif, belajar pada hakikatnya merupakan peristiwa mental, bukan peristiwa behavioral. Sebagai peristiwa mental perilaku manusia tidak semata-mata gerakan fisik saja, akan tetapi yang lebih penting adalah adanya faktor pendorong yang menggerakan fisik itu.[3] Itu disebabkan karena manusia memiliki kebutuhan yang melekat dalam dirinya. Kebutuhan itu yang mendorong manusia untuk berperilaku. Piaget menyatakan “.....children have a built-in desire to learen.”
Inilah yang melatar belakangi SPPKB. Dalam perspektif psikologi kognitif sebagai SPPKB, belajar adalah proses aktif individu dalam membangun pengetahuan dan pencapaian tujuan. Artinya, proses belajar tidaklah tergantung kepada pengaruh dari luar, tetapi sangat tergantung kepada individu yang belajar (student center). Individu adalah organisme yang aktif. Ialah sumber dari semua kegiatan. Pada hakikatnya manusia adalah bebas untuk berbuat, manusia bebas untuk membuat satu pilihan dalam setiap situasi, dan titik pusat kebebasan itu adalah kesadarannya sendiri. Oleh sebab itu psikologi kognitif memandang bahwa belajar itu merupakan proses mental. Tingkah laku manusia hanyalah ekspresi yang dapat diamati sebagai akibat dari eksistensi internal yang pada hakikatnya bersifat pribadi. Brower dan hilgard (1986:421) menjelaskan bahwa teori kognitif berkenaan dengan bagaimana seseorang pengetahuan dan bagaimana mereka menggunakan pengetahuan tersebut untuk berperilaku yang lebih efektif.
C. Hakikat Kemampuan Berpikir Dalam SPPKB
Strategi pembelajaran peningkatan kemampuan berpikir atau SPPKB merupakan model pembelajaran yang bertumpu pada proses perbaikan dan peningkatan kemampuan berpikir siswa. Menurut Peter Reason (1981), berpikir (thinking) adalah proses mental seseorang yang lebih dari sekedar meningat (remembering) dan memahami (comprehending). [4]Menurut Reason mengingat dan memahami lebih bersifat pasif daripada kegiatan berpikir (thinking). Mengingat pada dasarnya hanya melibatkan usaha penyimpanan sesuatu yang telah dialami untuk suatu saat dikeluarkan kembali atas permintaan, sedangkan memahami memerlukan pemerolehan apa yang didengar dan dibaca serta melihat keterkaitan antar-aspek dalam memori. Berpikir adalah istilah yang lebih dari keduanya.
Berpikir menyebabkan seseorang harus bergerak hingga diluar informasi yang didengarnya. Misalkan kemampuan berpikir sesorang untuk menemukan solusi baru dari suatu persoalan yang dihadapi. Kemampuan berpikir merupakan kemampuan mengingat dan memahami, oleh sebab itu kemampuan mengingat adalah bagian terpenting dalam mengembangkan kemampuan berpikir. Artinya, belum tentu seseorang yang memiliki kemampuan mengingat dan memahami memilki kemampuan juga dalam berpikir. Sebaliknya, kemampuan berfikir seseorang sudah pasti diikuti oleh kemampuan mengingat dan memahami. Hal ini seperti yang dikemukakan peter reason, bahwa berpikir tidak mungkin terjadi tanpa adanya memori.[5]
Bila seseorang kurang memiliki daya ingat (working memory), maka orang tersebut tidak mungkin sanggup menyimpan masalah dan informasi yang cukup lama. Jika seorang kurang memiliki daya ingat jangka panjang (long term memory), maka orang tersebut dipastikan tidak akan memiliki catatan masa lalu yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi pada masa sekarang. Dengan demikian, berpikir sebagai kegiatan yang melibatkan proses mental memerlukan kemampuan mengingat dan memahami, sebaliknya untuk dapat mengingat dan memahami diperlukan prose mental yang disebut berpikir. Berdasarkan penjelasan diatas maka SPPKB bukan hanya sekedar model pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik dapat mengingat dan memahami berbagai data, fakta atau konsep, akan tetapi sebagaiman data, fakta dan konsep tersebut dapat dijadikan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir siswa dalam menghadapi dan memecahkan suatu persoalan.
D. Karakteristik SPPKB
Sebagai strategi pembelajaran yang diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir, SPPKB memiliki tiga karakteristik utama, yaitu sebagai berikut:[6]
1) Proses pembelajaran melalui SPPKB menekankan kepada proses mental siswa secara maksimal. SPPKB bukan model pembelajaran yang hanya menurut siswa sekedar mendengar dan mencatat, tetapi menghendaki aktivitas siswa dalam proses berpikir. Hal ini sesuai dengan latar belakang psikologis yang menjadi tumpuanya, bahwa pembelajaran itu adalah peristiwa mental bukan peristiwa behavioral yang lebih menekankan aktivitas fisik. Artinya, setiap kegiatan belajar itu disebabkan tidak hanya peristiwa hubungun stimulus-respon saja, tetapi juga disebsbkan karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya. Berkaitan dengan karakteristik tersebut, mak dalam proses implimentasi SPPKB perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
2) Juga belajar tergantung pada bagaimana informasi diproses secara mental, maka proses kognitif siswa harus menjadi kepedulian utama para guru. Artinya, guru harus menyadari bahwa proses pembelajaran itu yang terpenting bukan hanya apa yang dipelajari, tetapi bagaimana cara mereka mempelajari.
3) Guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan kognitif siswa ketika merencanakan topik yang harus dipelajari serta metode apa yang akan digunakan.
4) Siswa harus mengorganisasi yang mereka pelajari. Dalam hal ini guru harus membantu agar siswa belajar untuk melihat hubungan antar bagian yang dipelajari.
5) Informasi baru akan bisa ditangkap lebih mudah oleh siswa, manakala siswa dapat mengorganisasikannya dengan pengetahuan yang telah mereka miliki. Dengan demikian guru harus dapat membantu siswa belajar dengan memperlihatkan bagaimana gagasan baru berhubungan dengan pengetahuan yang telah dimiliki.
6) Siswa harus secara aktif merespon apa yang mereka pelajari. Merepon dalam konteks ini adalah aktivitas mental bukan aaktivitas secara fisik.
7) SPPKB dibangun dalam nuansa dialogis dan proses tanya jawab secara terus-menerus. Proses pembelajaran melalui dialog dan tanya jawab itu diarahkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang pada giliranya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa untuk memperoleh pengetahuan yang mereka kontruksi sendiri.
8) SPPKB adalah model pembelajaran yang menyadarkan kepada dua sisi yang sama pentingnya, yaitu sisi proses dan hasil belajar. Proses belajar diarahkan untuk meningkatkan kemampuan berpikir, sedangkan sisi hasil belajar diarahkan untuk mengkontruksi pengetahuan atau penguasaan materi pembeljaran baru[7].
E. Perbedaan SPPKB Dengan Pembelajaran Konvensional
Ada perbadaan pokok antar SPPKB dengan pembelajaran yang selama ini banyak dilakukan guru. Perbedaan tersebut adalah:[8]
1) SPPKB menempatkan peserta didik sebagai subjek belajar, artinya peserta didik berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan dara menggali pengalamanya sendiri;
2) sedangaka dalam pembelajaran konvensional peserts didik ditempatkan sebagai objek belajar yang berperan sebagai penerima informasi secara pasif.[9]
3) Dalam SPPKB, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata melalui penggalian pengalaman setiap siswa; sedangkan dalam pembelajaran konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
4) Dalam SPPKB, perilaku dibangun atas kesadaran diri, sedangkan dalam pembelajaran konvensional perilaku dibangun atas proses kebiasaan.
5) Dalam SPPKB, kemampuan didasarkan atas panggilan pengalaman; sedangkan dalam pembelajaran konvensional kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
6) Tujuan akhir dari pembelajaran melalui SPPKB adalah kemampuan berpikir melalui proses menghubungkan antara pengalaman dengan kenyataan; sedangkan dalam pembelajaran konvensional tujuan akhir adalah penguasaan meteri pembelajaran.
7) Dalam SPPKB, tidakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri, misalnya individu tidak melakuakan perilaku tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku merugikan dan tidak bermanfaat; sedangkan pembelajaran konvensional tindakan atau perilaku individu didasarkan oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak melakukan sesuatu akaibat takut hukuman.
8) Dalam SPPKB, pengetahuan yang dimiliki setiap individu selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya, oleh sebab itu setiap peserta didik bisa terjadi perbedaan dalam memaknai hakikat pengetahuan yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional, hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki bersifat absolut dan final, oleh karena pengetahuan dikontruksi oleh orang lain.
9) Tujuan yang ingin di capai oleh SPPKB adalah kemampuan siswa dalam proses berpikir untuk memperoleh pengetahuan, maka kriteria keberhasilan ditentukan oleh proses dan hasil belajar; sedangkan dalam pembelajaran konvensional keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur dari test. Dari perbedaan pokok diatas SPPKB memang memiliki perbedaan baik dilihat dari asumsi maupun proses pelaksanaan dan pengelolaanya. Jadi, dalam SPPKB murid yang dihasilkan benar- benar murid yang bukan hanya memiliki kognitif semata namun juga memiliki psikomotorik dan keterampilan yang sangat diperlukan dalam pembelajaran.
F. Tahapan-tahapan pembelajaran SPPKB
SPPKB menekankan kepada keterlibatan ssiswa secara penuh dalam belajar. Hal ini sesuai dengan hakikat SPPKB yang tidak mengharapkan siswa sebagai objek belajar yang hanya duduk mendengarkan penjelasan guru kemudian mencatat untuk dihafalkan.[10] Cara yang demikian bukan saja tidak sesuai dengan hakikat belajar sebagai usaha untuk memperoleh pengalaman, namun juga dapat menghilangkan gairah dan motivasi belajar siswa. Karena mereka menganggap bahwa mereka hanya mendengarkan dan menulis saja, sehingga dengan cara yang demikian akan dapat membuat siswa menjadi tak semangat dalam belajar. Jadi, untuk menghindari hal- hal yang demikian berikut akan dikemukakan Ada 6 tahap dalam SPPKB. Setiap dijelaskan berikut ini:[11]
a. Tahap Orientasi
Pada tahap ini guru mengkondisikan siswa pada posisi siap untuk melakukan pembelajaran. Tahap orientasi dilakukan dengan, pertama, penjelasan tujuan yang harus dicapai, maupun tujuan yang berhubungan dengan proses pembelajaran atau kemampuan berpikir yang harus dilakukan siswa, kedua, penjelasan proses pembelajaran yang harus dilakukan siswa, yaitu penjelasan tentang apa yang harus dilakukan siswa dalam setiap tahapan proses pembelajaran. Pemahaman siswa terhadap arah dan tujuan yang harus dicapai dalam proses pembelajaran seperti yang dijelaskan pada tahap orientasi sangat menentukan keberhasilan SPPKB. Pemahaman yang baik akan membuat siswa ke mana mereka akan dibawa, sehingga dapat menumbuhkan motivasi belajar mereka. Oleh sebab itu, tahapan ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam implementasi proses pembelajaran. Untuk itulah dialog yang dikembangkan guru pada tahapan ini harus mampu menggugah dan menumbuhkan minat belajaran siswa.
b. Tahap Pelacakan
Tahap pelacakan adalah tahap penjejakan untuk memahami pengalaman dan kemampuan dasar siswa sesuai dengan tema atau pokok persoalan yang akan dibicarakan. Melalui tahapan inilah guru mengembangkan dialog dan tanya jawab untuk mengungkap pengalaman apa saja yang dimiliki siswa yang dianggap relevan dengan tema yang akan dikaji. Dengan berbekal pemahaman itulah selanjutnya guru menentukan bagaimana ia harus menembangkan dialog dan tanya jawab pada tahapan-tahapan selanjutnya.
c. Tahap Konfrontasi
Tahap konfrontasi adalah tahap penyajian persoalan yang harus dipecahkan sesuai dengan tingkat kemampuan dan pengalaman siswa. Untuk merangsang peningkatan kemampuan siswa pada tahap ini guru dapat memberikan persoalan-persoalan yang delematis yang memerlukan jawaban atau jalan keluar. Persoalan yang diberikan sesuai dengan tema atau topik itu tentu saja persoalan yang sesuai dengan kemampuan dasar atau pengalaman siswa seperti yang diperoleh pada tahap kedua. Pada tahap ini guru harus dapat mengembangkan dialog agar siswa-siswa benar-benar memahami persoalan yang harus dipecahkan. Itu disebabkan pemahaman terhadap masalah akan mendorong siswa untuk dapat berpikir. Oleh sebab itu keberhasilan pembelajaran pada tahap selanjutanya akan ditentukan oleh tahapan ini.[12]
d. Tahap Inkuri
Tahap inkuri adalah tahapan terpenting dalam SPPKB. Pada tahap inilah siswa berpikir yang sesungguhnya. Melalui tahap inkuri, siswa diajak untuk memecahakan persoalan yang dihadapi. Oleh sebab itu pada tahap ini guru harus memberikan ruang dan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan gagasan dalam upaya pemecahan persoalan. Melalui berbagai tehnik bertanya guru harus dapat menumbuhkan keberanian siswa agar mereka dapat menjelaskan, mengungkap fakta sesuai dengan pengalamannya, memberikan argumentasi dan meyakinkan, mengembangkan gagasan, dan lain sebagainya.
e. Tahap Akomodasi
Tahap akomodasi adalah tahapan pembentukan pengetahuan baru melalui proses penyimpulan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk dapat menemukan kata-kata kunci sesuai dengan topik atau tema pebelajaran. Pada tahap ini melalui dialog, guru membimbing agar siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka temukan dan mereka pahami sekitar topik yang dipermasalahkan. Tahap akomodasi bisa juga dikatakan sebagai tahap pemantapan hasil belajar, sebab pada tahap ini siswa diarahkan untuk mampu mengungkap kembali pembahasan yang dianggap penting dalam proses pembelajaran.
f. Tahap Transfer
Tahap transfer adalah tahap penyajian masalah baru yang sepadan dengan masalah yang disajikan. Tahap transfer dimaksudkan sebagai tahap agar siswa mampu mentransfer kemampuan berpikir siswa untuk memecahkan masalah-masalah baru. Pada tahap ini guru dapat memberikan tugas-tugas yang sesuai dengan topik pembahasan. Sesuai tahapan-tahapan dalam SPPKB seperti yang telah dijelaskan diatas, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar SPPKB dapat berhasil dengan sempurna khususnya bagi guru sebagai pengelola pembelajaran.
G. Strategi Program Pembelajaran Kemampuan Berfikir Yang Berhasil
Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dijelaskan, maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar Strategi Pembelajaran Kemampuan Berfikir dapat berhasil dengan sempurna khususnya bagi guru. Hal tersebut dikemukan Sanjaya (2009:234) sebagai berikut:[13]
1). SPPKB adalah model pembelajaran yang bersifat demokratis, oleh sebab itu guru harus mampu menciptakan suasana yang terbuka dan saling menghargai, sehingga setiap siswa dapat mengembangkan kemampuanya dalam menyampaikan pengalaman dan gagasan. Dalam SPPKB guru harus menempatkan siswa sebagai subjek belajar bukan sebagai objek. Oleh sebab itu, inisiatif pembelajaran harus muncul dari siswa sebagai subjek belajar.
2). SPPKB di bangun dalam suasana tanya jawab, oleh sebab itu guru dituntut untuk dapat mengembangkan kemampuan bertanya, misalnya kemampuan bertanya untuk melacak, kemampuan bertanya untuk memancing, bertanya induktif-deduktif, dan mengembangkan pertanyaan terbuka dan tertutup. Hindari para guru sebagai sumber belajar yang memberikan informasi tentang materi pelajaran.
3). SPPKB juga merupakan model pembelajaran yang dikembangkan dalam suasana dialogis, karena itu guru harus mampu merangsang dan membangkaitkan keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan, menjelaskan, membuktikan dengan memberikan data dan fakta sosial.
Jadi, berdasarkan penjelasan yang ada dalam ketiga poin ini, jika hal ini telah tercapai dalam pembelajaran telah dapat diterapkan oleh sang pendidik itu berarti telah tercapain tujuan telah diharapkan dengan sempurna. Walaupun dengan menerapkan ke tiga poin tadi dapat dilakukan oleh guru, namun strategi pembelajaran ini tidak terlepas dari kekurangan dan kelebihannya. Inilah beberapa poin mengenai kekurangan dan kelebihan dari Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan berfikir.[14]
a. Kelebihan SPPKB (Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan berfikir )
1. Melatih daya pikir siswa dalam penyelesaiaan masalah yang ditemukan dalam kehidupannya.
2. Siswa lebih siap menghadapi setiap persoalan yang disajikan oleh guru.
3. Siswa diprioritaskan lebih aktif dalam proses pembelajaran
4. Memberikan kebebasan untuk mengeksplor kemampuan siswa dengan berbagai media yang ada.
5. Menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Karena mereka tidak hanya berperan sebagai objek dalam pembelajaran, namun mereka juga berperan sebagai subjek dalam pembelajaran.
b. Kekurangan SPPKB
a) SPPKB yang membutuhkan waktu yang relatif banyak, sehingga jika waktu pelajaran singkat maka tidak akan berjalan dengan lancar.
b) Siswa yang memiliki kemampuan berpikir rendah akan kesulitan untuk mengikuti pelajaran, karena siswa selalu akan diarahkan untuk memecahkan masalah-masalah yang diajukan.
c) Guru atau siswa yang tidak memiliki kesiapan akan SPPKB, akan membuat proses pembelajaran tidak dapat dilaksanakan sebagai mana seharusnya, sehingga tujuan yang ingin dicapai tidak dapat terpenuhi.
d) SPPKB hanya dapat diterapkan dengan baik pada sekolah yang sesuai dengan karakteristik SPPKB itu sendiri.
Inilah beberapa poin yang menjelaskan tentang kekurangan dan kelebihan dari SPPKB ini. Dengan adanya poin ini, akan membantu guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai fasilitator bagi muridnya di sekolah.
BAB III
PENUTUP
Pengertian Strategi Pembelajaran Peningkatan Kemampuan Berpikir adalah model pembelajaran yang bertumpu kepada pengembangan kemampuan berpikir siswa melalui telaah fakta-fakta atau pengalaman anak sebagai bahan untuk memecahkan masalah yang diajukan. Namun, keberhasilan dari strategi ini sangatlah tergantung kepada kepandaian guru dalam mempergunakannya. Dan guru juga mampu menciptakan situasi dan kondisi yang menyenangkan, demogratis dan juga santai. Karena, kalau tidak maka murid akan merasa takut untuk menyampaikan idenya jika dalam suasana yang menegangkan. Oleh karena itu terdapat 6 tahapan dalam mempergunakannya;
1. Tahap Orientasi
2. Tahap Pelacakan
3. Tahap Konfrontasi
4. Tahap Akomodasi.
5. Tahap Inquiri dan
6. Tahap Transfer.
Kekurangan dari SPPKB yaitu:
1. Membutuhkan waktu yang relative lama
2. Siswa yang memiliki kemampuan rendah akan kesulitan dalam belajar.
3. Guru dan siswa yang tidak memiliki kesiapan dengan strategi ini akan memperlambat pencapaian tujuan
4. Harus disesuaikan dengan karakteristik siswa dan guru.
Kelebihan dari SPPKB yaitu:
1. Menjadikan siswa lebih aktif dalam kelas
2. Memberikan kesempatan bagi murid untuk mengeksplorasikan kemampuannya.
3. Siswa menjadi lebih siap dalam memecahkan masalah yang disajikan oleh guru.
4. Dan siswa lebih mudah memecahkan masalahnya dalam kehidupan sosial.
[1] Arifin, Zainal, “ Evaluasi Pembelajaran”. (Bandung: Penerbit Remaja Rosdakarya, 2009), h. 55-56.
[2] Djamarah, S. Bahri. “Psikologi Belajar” (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), h. 34-35.
[3] Ibid., h. 35-36.
[4] Hamalik, Oemar, “Proses Belajar Mengajar”.(Jakarta:PT.Bumi Aksara, 2003), h. 67-68.
[5] Ibid., h. 69.
[6] Rusman, “Manajemen Sekolah Bermutu”. (Bandung: Mulia Mandiri Press, 2008), h. 81
[7] Ibid., h. 82.
[8] Sagala, Syaeful, “Konsep dan Makna Pembelajaran”,( Bandung: Alfabeta, 2006), h. 25- 26
[9] Ibid., h. 27.
[10] Zain, Aswin, “Strategi Belajar Mengajar”, (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 2002), h. 18.
[11] Sanjaya,W. “Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan” (Jakarta: Kencana Media Grup, 2009), h. 79-80.
[12] Ibid., h. 81.
[13] Ibid., h. 47-49.
[14] Sukmadinata,N.Syaodin, ” Kurikulum Pembelajaran Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan” Bandung: FIP UPI, 2006), h. 154.