Tugas
makalah tafsir III
AYAT-AYAT
AL-QUR`AN DAN TAFSIRANNYA TENTANG BIOLOGI
D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA : ADI FIRMANSYAH
NIM/SEM
: 123100242/IV
JURUSAN
: PAI-7
Dosen
pembimbing :
Dr. ZAINAL EFENDI HASIBUAN,M.A
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN)
PPADANGSIDIMPUAN
T.A 2013/2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb . . .
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat beserta
salam tetap tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW yang merupakan sosok yang
kita harapkan syafaatnya di hari kemudian.
Penulis
berusaha agar syarat dan tuntutan dapat terpenuhi dan terwujud semaksimal
mungkin, tentang makalah yang berjudul”ayat-ayat al-qur`an dan tafsirannya
tentang biologi”. Namun apabila
masih ada kekurangan dan kesalahan, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan karya tulis selanjutnya.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih
kepada dosen pembimbing, saudara-saudara yang telah memberikan kritik dan
saran dalam menyusun makalah ini.
Wassalamualaikm
wr wb . . .
Padangsidimpuan, Mei 2014
Penyusun
ADI
FIRMANSYAH
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………… 2
DAFTAR ISI ………………………………………………………….. 3
A. PENDAHULUAN
……………………………………………. 4
B. PENGERTIAN
BIOLOGI ……………………………………. 5
C. SEJARAH
PERKEMBANGAN BIOLOGI …………………. 6
D. PEMBAGIAN
BIOLOGI …………………………………….. 8
E. AYAT-AYAT
AL-QUR`AN TENTANG BIOLOGI ………... 11
F. KESIMPULAN
……………………………………………….. 27
DAFTAR KEPUSTAKAAN …………………………………………. 29
TAFSIR
AYAT-AYAT ALQUR`AN TENTANG BIOLOGI
A.
Pendahuluan
Pada zaman dahulu kala, terutama zaman Yunani, orang lebih banyak
mempelajari filsafat. Dari filsafat ini, selanjutnya berkembang adanya filsafat
alam dan filsafat moral. Filsafat alam mempunyai turunan ilmu-ilmu alam (the natural
sciences), sedangkan filsafat moral berkembang menjadi ilmu-ilmu sosial (the
social sciences). Nah, ilmu-ilmu alam ini dibagi lagi menjadi dua bagian, yakni
ilmu abiotik/non hayati (the physical science) dan ilmu hayati (the biological
science). Ilmu hayati inilah yang biasa disebut dengan nama biologi. Biologi
dimaksudkan sebagai ilmu yang mempelajari makhluk hidup. Hal ini sesuai, dengan
asal kata biologi dari bahasa Yunani, yakni Bios yang berarti ‘hidup’ dan Logos
yang berarti ‘ilmu’.
Biologi terus berkembang seiring penelitian dan penemuan-penemuan
baru. Terkait dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, contohnya
adalah perkembangan mikroskop. Ketika mikroskop pertama kali ditemukan,
kemampuannya untuk melihat objek-objek mikroskopis masih sangat terbatas.
Kemudian berkembang mikroskop seperti yang umum kita gunakan saat ini yang
disebut sebagai mikroskop cahaya karena sumber sinarnya adalah cahaya.
Setelah itu, berkembang pula mikroskop elektron, yaitu mikroskop
yang sumber sinarnya adalah elektron, sehingga pengamatan dengan mikroskop ini
dapat dilakukan dengan lebih detail dibandingkan dengan mikroskop cahaya.
Dengan dukungan teknologi lain, kajian biologi pun mengalami perkembangan,
sehingga muncullah penemuan-penemuan baru seperti dalam biologi molekuler, dan
bioteknologi. Akibat perkembangan teknologi yang semakin pesat, saat ini
biologi sudah merambah pada hal-hal yang dulunya tidak mungkin dilakukan.
Biologi akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan kehidupan manusia dan
teknologi.
B.
Pengertian
Biologi
Biologi atau ilmu hayati adalah ilmu yang
mempelajari aspek fisik kehidupan. Istilah "Biologi" dipinjam dari
bahasa Belanda, Biologie, yang juga diturunkan dari gabungan kata bahasa
Yunani, Bios ("hidup") dan ,Logos ("lambang",
"ilmu"). Istilah "ilmu hayati" dipinjam dari bahasa Arab,
juga berarti "ilmu kehidupan". Jadi, biologi adalah ilmu yang mempelajari
sesuau yang hidup beserta masalah-masalah yang menyangkut kehidupan.
Pada masa kini, biologi mencakup bidang
akademik yang sangat luas, bersentuhan dengan bidang-bidang sains yang lain,
dan sering kali dipandang sebagai ilmu yang mandiri. Namun, pencabangan biologi
selalu mengikuti tiga dimensi yang saling tegak lurus: keanekaragaman
(berdasarkan kelompok organisme), organisasi kehidupan (taraf kajian dari
sistem kehidupan), dan interaksi (hubungan antarunit kehidupan serta antara
unit kehidupan dengan lingkungannya
Objek kajian biologi sangat luas dan mencakup
semua makhluk hidup. Karenanya dikenal berbagai cabang ilmu biologi yang
mengkhususkan diri pada kajian tertentu yang lebih spesifik, di antaranya
anatomi, anastesi, zoologi, botani, bakteriologi, parasitologi, ekologi,
genetika, embriologi, entomologi, evolusi, fisiologi, histologi, mikologi,
mikrobiologi, morfologi, paleontologi, patologi, dan lain sebagainya.[1]
Ilmu pengetahuan biologi berhubungaan dengan
fenomena yang terdapat pada makhluk hidup. Status makhluk hidup itu
bertingkat-tingkat, mulai dari bentuk kehidupan yang paling rendah berupa
tumbuh-tumbuhan sampai dengan bentuk kehidupan yang paling tinggi yaitu manusia
di atas bumi.[2]
Dalam ilmu pengetahuan Islam, sejarah kejadian alam
telah dipelajari dan dipandang sebagai satu kesatuan dalam pengertian saling
berhubungan antara satu benda dengan yang lainnya, sebagai dunia ciptaan Allah,
yang menurut Islam merupakan satu kesatuan organis. Sejarah alam semesta
memegang peranan paling utama sebagai suatu alat pengukur yang mengintegrasikan
dan merangkum semua ilmu pengetahuan, dan didalamnya telah dikembangkan
berbagai cabang ilmu, mulai dari ilmu pertambangan, sampai dengan ilmu hewan.[3]
Karena pengaruh studi Al qur`an, ilmuan muslim
dan semua pengetahuan mereka, tetap berada dalam dunia ketuhanan. Al Qur`an
memberikan dorongan kepada mereka untuk bersifat ideal, yang telah memberikan
pengaruh terhadap kepercayaan (iman) maupun kegiatan penelitian mereka. Selama
melakukan penelitian di bidang biologi, mereka sepenuhnya menyadari tentang
kekuasaan Allah untuk menciptakan, sehinnga pengetahuan baru dalam bidang ini
membawa mereka lebih dekat kepada Tuhan.[4]
C. Sejarah Perkembangan Biologi
Berbagai cabang biologi
mengkhususkan diri pada setiap kelompok organisme, seperti botani (ilmu tentang
tumbuhan), zoologi (ilmu tentang hewan), dan mikrobiologi (ilmu tentang jasad
renik). Perbedaan-perbedaan dan pengelompokan berdasarkan ciri-ciri fisik
kelompok organisme dipelajari dalam sistematika, yang di dalamnya mencakup pula
taksonomi dan paleobiologi.
Berbagai aspek kehidupan dikaji
pula dalam biologi. Ciri-ciri fisik bagian tubuh dipelajari dalam anatomi dan
morfologi, sementara fungsinya dipelajari dalam fisiologi. Perilaku hewan
dipelajari dalam etologi. Perkembangan ciri fisik makhluk hidup dalam kurun
waktu panjang dipelajari dalam evolusi, sedangkan pertumbuhan dan perkembangan
dalam siklus kehidupan dipelajari dalam biologi perkembangan. Interaksi
antarsesama makhluk dan dengan alam sekitar mereka dipelajari dalam ekologi;
Mekanisme pewarisan sifat yang berguna dalam upaya menjaga kelangsungan hidup
suatu jenis makhluk hidup dipelajari dalam genetika.[5]
Saat ini bahkan berkembang aspek
biologi yang mengkaji kemungkinan berevolusinya makhluk hidup pada masa yang
akan datang, juga kemungkinan adanya makhluk hidup di planet-planet selain
bumi, yaitu astrobiologi. Sementara itu, perkembangan teknologi memungkinkan
pengkajian pada tingkat molekul penyusun organisme melalui biologi molekular
serta biokimia, yang banyak didukung oleh perkembangan teknik komputasi melalui
bidang bioinformatika.[6]
Ilmu biologi banyak berkembang pada
abad ke-19, dengan ilmuan menemukan bahwa organisme memiliki karakteristik
pokok. Biologi kini merupakan subyek pelajaran sekolah dan universitas di
seluruh dunia, dengan lebih dari jutaan.
Ilmu biologi dirintis oleh Aristoteles, ilmuwan berkebangsaan
Yunani. Dalam terminologi Aristoteles, “filosofi alam” adalah cabang filosofi
yang meneliti fenomena alam, dan mencakupi bidang yang kini disebut sebagai
fisika, biologi, dan ilmu pengetahuan alam lainnya.
Aristoteles melakukan penelitian sejarah alam di pulau Lesbos.
Hasil penelitiannya, termasuk Sejarah Hewan, Generasi Hewan, dan Bagian
Hewan, berisi beberapa observasi dan interpretasi, dan juga terdapat mitos
dan kesalahan. Bagian yang penting adalah mengenai kehidupan laut. Ia
memisahkan mamalia laut dari ikan, dan mengetahui bahwa hiu dan pari adalah
bagian dari grup yang ia sebut Selachē (selachians).
Istilah biologi dalam pengertian modern kelihatannya diperkenalkan
secara terpisah oleh Gottfried Reinhold Treviranus (Biologie oder
Philosophie der lebenden Natur, 1802) dan Jean-Baptiste Lamarck (Hydrogéologie,
1802). Namun, istilah biologi sebenarnya telah dipakai pada 1800 oleh Karl
Friedrich Burdach. Bahkan, sebelumnya, istilah itu juga telah muncul dalam
judul buku Michael Christoph Hanov jilid ke-3 yang terbit pada 1766, yaitu Philosophiae
Naturalis Sive Physicae Dogmaticae: Geologia, Biologia, Phytologia Generais et
Dendrologia.[7]
Pada masa kini, biologi mencakup bidang akademik yang sangat luas,
bersentuhan dengan bidang-bidang sains yang lain, dan sering kali dipandang
sebagai ilmu yang mandiri. Namun, pencabangan biologi selalu mengikuti tiga
dimensi yang saling tegak lurus: keanekaragaman (berdasarkan kelompok
organisme), organisasi kehidupan (taraf kajian dari sistem kehidupan),
dan interaksi (hubungan antarunit kehidupan serta antara unit kehidupan
dengan lingkungannya).[8]
D.
Pembagian Biologi
1.
Pembagian Berdasarkan Kelompok Organisme
Makhluk hidup atau organisme sangat beraneka ragam. Taksonomi
mempelajari bagaimana organisme dapat dikelompokkan berdasarkan kemiripan dan
perbedaan yang dimiliki. Selanjutnya, berbagai kelompok itu dipelajari semua
gatra kehidupannya, sehingga dikenallah ilmu biologi tumbuhan (botani), biologi
hewan (zoologi), biologi serangga (entomologi), dan seterusnya.[9]
2.
Pembagian berdasarkan organisasi kehidupan
Kehidupan berlangsung dalam hirarki yang terorganisasi. Hirarki
organisme, dari yang terkecil hingga yang terbesar yang dipelajari dalam
biologi, adalah sebagai berikut:
a. Sel;
b.
Jaringan;
c.
Organ;
d.
Sistem organ;
e.
Individu;
f.
Populasi;
g.
Komunitas atau masyarakat;
h.
Ekosistem; dan
i.
Bioma.
Kajian-kajian subindividu mencakup biologi sel, anatomi dan
cabang-cabangnya (sitologi, histologi dan organologi), dan fisiologi. Pembagian
lebih rinci juga mungkin terjadi. Misalnya, anatomi dapat dikhususkan pada
setiap organ atau sistem (biasa terjadi dalam ilmu kedokteran): pulmonologi,
kardiologi, neurologi, dan sebagainya). Tingkat supraindividu dipelajari dalam
ekologi, yang juga memiliki pengkhususan tersendiri, seperti ekofisiologi atau
“fisiologi lingkungan”, fenologi, serta ilmu perilaku.[10]
3.
Pembagian berdasarkan interaksi
Hubungan antarunit kehidupan maupun antara unit kehidupan dan
lingkungannya terjadi pada semua tingkat organisasi. Selain mempelajari
kehidupan melalui berbagai tingkatan di atas, biologi juga mempelajari hal-hal
berikut, melalui cabang ilmunya masing-masing:[11]
a.
Biologi perkembangan (developmental biology): ilmu yang
mempelajari tahap perkembangan makhluk hidup (ontogeni) dari telur yang dibuahi
menjadi individu;
b.
Genetika: ilmu yang mempelajari pewarisan keturunan;
c.
Etologi: ilmu yang mempelajari perilaku makhluk hidup;
d.
Sistematika: ilmu yang mempelajari keanekaragaman organisme dan
hubungannya dengan relasi tertentu;
e.
Ekologi: ilmu yang mempelajari habitat dan interaksi makhluk hidup
dengan lingkungannya;
f.
Evolusi: ilmu yang mempelajari perubahan yang terjadi pada makhluk
hidup; dan
g.
Ksenobiologi: ilmu pengetahuan spekulatif tentang adanya makhluk
hidup selain di bumi.
h.
Mikologi : ilmu yang mempelajari mengenai cendawan/ jamur
i.
Mikrobiologi : ilmu yang mempelajari makhluk-makhluk
mikroskopis
Bahkan terdapat sub ilmu biologi yang berkaitan dengan ilmu lain
seperti biokimia dan biofisik, dimana ilmu biologi dilihat dari sudut pandang
kimia dan fisika.
E. Ayat-ayat Alqur`an Tentang Biologi
1. QS. Al-Ghasyiyah : 17-20
a.
Bunyi
Ayat
Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ ’n<Î) È@Î/M}$# y#ø‹Ÿ2 ôMs)Î=äz ÇÊÐÈ ’n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø‹Ÿ2 ôMyèÏùâ‘ ÇÊÑÈ ’n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#ø‹x. ôMt6ÅÁçR ÇÊÒÈ ’n<Î)ur ÇÚö‘F{$# y#ø‹x. ôMysÏÜß™ ÇËÉÈ
Artinya :
Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta
bagaimana dia diciptakan, Dan langit,
bagaimana ia ditinggikan? Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan? Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
b.
Asbabun Nuzul Ayat
Di dalam suatu riwayat dikemukakan, ketika
Allah melukiskan ciri-ciri surga, kaum-kaum yang sesat merasa heran. Maka Allah
menurunkan ayat ini sebagai perintah
untuk memikirkan keluhuran dan keajaiban cipataan Allah SWT.( HR. Ibnu Jarir dan ibnu Hatim yang bersumber
dari Qatadah.)[12]
c.
Tafsiran AYat
Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ .
(Apakah mereka tidak memperhatikan) dengan
perhatian yang dibarengi keinginan mengambil pelajaran yang dimaksud adalah
orang-orang kafir Mekkah.
È@Î/M}$# y#ø‹Ÿ2 ôMs)Î=äz
(unta bagaimana dia diciptakan).
’n<Î)ur Ïä!$uK¡¡9$# y#ø‹Ÿ2 ôMyèÏùâ‘
(Dan langit bagaimana dia ditinggikan)
’n<Î)ur ÉA$t6Ågø:$# y#ø‹x. ôMt6ÅÁçR
(Dan gunung-gunung bagaimana ia dipancangkan).
’n<Î)ur ÇÚö‘F{$# y#ø‹x. ôMysÏÜß™
(Dan bumi bagaimana dia dihamparkan) maksudnya
dijadikan sehingga ia terhampar. Melalui hal tersebut mereka mengambil
kesimpulan tentang kekuasaan Allah SWT. Pembahasan ini dimulai dengan unta
karena unta merupakan hewan yang paling mereka kenal dari pada binatang yang
lainnya. Firman Allah “suthihat”, jelas menunjukkan bahwa bumi itu rata
bentuknya. Pendapat inilah yang dianut ulama syara’. Jadi bentuk bumi bukanlah
bulat seperti bola seperti yang dikatakan ahli ilmu konstruksi.
Adapun dalam buku karangan al-Maragi tafsiran
ayatnya sebagai berikut:
Ÿxsùr& tbrãÝàYtƒ ’n<Î) È@Î/M}$# y#ø‹Ÿ2 ôMs)Î=äz
Apakah kaum musyrikin mengingkari apa yang
telah Kami ceritakan kepada mereka tentang hari kebangkitan dan apa yng
berkaitan dengannya tentang kebahagiaan dan kesengsaraan ? tidakkah mereka
tidak memperhatikan prihal kejadian unta yang menakjubkan dan selalu ada
dihadapan mereka eserta selalu mereka pergunakan pada setiap kesempatan?.
Unta adalah hewan yang paling dekat kepada
hidup orang Arab dari zaman kezaman, sejak tanah itu didiami manusia. Itulah
hewan serba guna. Hewan pengangkut dalam perjalanan jauh, hewan yang juga jadi
makanan mereka. Bulunya pun dapat dicukur untuk dijadikan benang pakaian.
Dagingnya bisa dimakan, susunya bisa diperas untuk diminum.[13]
Unta itu berbadan besar, kekuatannya luar biasa
dan tahan menempuh panas terik di padang pasir luas. Tahan lapar dan tahan
haus. Disamping itu, makanan unta pun sangat mudah, rumpput-rumput padang pasir
yang tidak dapat dimakan oleh hewan lain, namun itulah makanan unta walaupun
berduri.Unta sangat patuh kepada manusia, oleh karena itu kebanyakan orang arab
menggunakan unta sebagai tanggangan apabila bepergian di padang pasir yang
tandus.[14]
Jika mereka mau memikirkan penciptaan unta
tersebut, niscaya mereka akan mendapatkan bahwa di dalam penciptaan unta
tersebut terdapat suatu keajaiban yang tiada tara dan tiada terdapat dalam
penciptaan binatang lain. Adapun kelebihan unta dari binatang lain adalah:
1)
Unta adalah binatang yang bertubuh besar,
berkekuatan prima serta memiliki ketahanan yang tinggi dalam menanggung lapar
dan dahaga dan semua sifat ini tidak terdapat dalam binatang lain.
2)
Unta sangat tahan dalam melakukan kerja berat,
berjalan di tengah panas terik di gurun sahara dengan tidak seberapa kali
berhenti dan berjalan sepanjang ribuan kilometer, sehingga dia mendapat gelar
atau julukan “Perahu Sahara”.
3)
Wataknya yang penurut baik terhadap anak kecil
amaupun orang dewasa dan diapun tetap sabar walaupun sering disakiti.
4)
Untuk memberikan makanan kepadanya cukuplah apa
yang ada di padang
pasir berupa daun-daunan dan pohon-pohon berduri.
5)
Dikalangan orang Arab unta dianggap sebagai
binatang yang menakjubkan. Bahkan mereka memandangnya dengan penuh pesona oleh
sebab itu mereka sudah kenal betul dengan watak dan tabiatnya.[15]
Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui
kekuasaan Allah yang sangat besar, yakni menciptakan unta yang sangat banyak
fungsinya bagi manusia. Unta mampu berjalan selama berhari-hari di padang pasir
tanpa minum, unta juga mampu membawa barang yang banyak, dan unta mampu memakan
rumpt berduri yang tidah bisa dimakan oleh hewan lain. Kita dapat mengetahui
hal tersebut dari Al Qur`an dan ilmu lain yang membahas mengenai hal tersebut,
seperti ilmu biologi dan sebagainya. Kita harus banyak bersyukur kepada Allah
karena telah menciptakan unta yang sangat banyak manfaatnya bagi manusia.
2. QS. Al-Baqarah : 222-223
a. Bunyi Ayat
štRqè=t«ó¡o„ur Ç`tã ÇÙŠÅsyJø9$# ( ö@è% uqèd “]Œr& (#qä9Í”tIôã$$sù uä!$|¡ÏiY9$# ’Îû ÇÙŠÅsyJø9$# ( Ÿwur £`èdqç/tø)s? 4Ó®Lym tbößgôÜtƒ ( #sŒÎ*sù tbö£gsÜs? Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]ø‹ym ãNä.ttBr& ª!$# 4 ¨bÎ) ©!$# =Ïtä† tûüÎ/º§qG9$# =Ïtä†ur šúïÌÎdgsÜtFßJø9$# ÇËËËÈ öNä.ät!$|¡ÎS Ó^öym öNä3©9 (#qè?ù'sù öNä3rOöym 4’¯Tr& ÷Läê÷¥Ï© ( (#qãBÏd‰s%ur ö/ä3Å¡àÿRL{ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur Nà6¯Rr& çnqà)»n=•B 3 ÌÏe±o0ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# ÇËËÌÈ
Artinya :
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh.
Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu
hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang
mensucikan diri. Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok
tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah
kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah: 222-223).
b. Asbabun Nuzul Ayat
1)
Ayat 222:
Diriwayatkan oleh Muslim dan Tirmizi dari Anas
bahwa orang-orang Yahudi jika salah seorang wanita mereka haid, maka tidak
mereka campuri dan tidak mereka bawa makan bersama dalam rumah. Maka
sahabat-sahabat Nabi saw. menanyakan hal itu, hingga Allah pun menurunkan, “Dan
mereka bertanya kepadamu tentang haid…” (Q.S. Al-Baqarah 222) Sabdanya pula,
“Perbuatlah segala sesuatu kecuali bersetubuh!” Dan diketengahkan oleh Barudi
di antara golongan sahabat dari jalur Ibnu Ishak dari Muhammad bin Abu Muhammad
dari Ikrimah atau Said dari Ibnu Abbas bahwa Tsabit dan Dahdah menanyakan hal
itu kepada Nabi saw. maka turunlah ayat, “Dan mereka bertanya kepadamu tentang
haid…” (Q.S. Al-Baqarah 222) Juga Ibnu Jarir mengetengahkan pula yang serupa
dengan itu dari Suda.[16]
2)
Ayat 223
Imâm Bukhârî meriwayatkan dalam al-Jâmi’
ash-Shahîh li al-Bukhârînya (9/257) :
حَدَّثَنَا أَبُوْا نُعَيْمِ, قَالَ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنِ ابْنِ الْمُنْكَدِرِ, قَالَ سَمِعْتُ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ
اللهِ, قَالَ: كَانَ اليَهُوْدُ يَقُوْلُ: لَوْ أَتَى امْرَأَةً وَهِيَ
مُدْبِرَةً, وَلَدُهُ أَحْوَلَ. فَأَنْزَلَ اللهُ: نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ
فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ
وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (٢٢٣)
Artinya :
“Abu Nu’aim telah bercerita kepada kami
(Bukhârî), katanya (Abu Nu’aim): “Telah bercerita kepada kami (Abu Nu’aim)
Sufyan dari Ibnu al-Munkadir, katanya (Ibnu al-Munkadir): “Saya mendengar dari
Jâbir bin ‘Abdullâh, katanya (Jâbir bin ‘Abdullâh): “Dahulu orang-orang Yahudi
mengatakan: “Kalau menyetubuhi isteri dari belakang anaknya juling”. Maka Allah
SWT. menurunkan:
نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ
أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لأنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا
أَنَّكُمْ مُلاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (٢٢٣)
223. “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah
tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu
semaumu, dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu dan bertakwalah kepada
Allah, dan ketahuilah bahwa kamu sekalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah
kabar gembira orang-orang yang beriman”.
c. Tafsiran Ayat
1)
Tafsir Ayat : 222
Allah Ta’ala memberitahukan kepada mereka
tentang pertanyaan mereka tentang haidh, apakah wanita setelah haidh kondisinya
sama seperti sebelum ia haidh? Ataukah harus dijauhi secara mutlak sebagaimana
yang dilakukan oleh kaum Yahudi? Maka Allah Ta’ala mengabarkan bahwa haidh itu
adalah kotoran, maka apabila itu adalah kotoran pastilah merupakan suatu hikmah
bahwa Allah Ta’ala melarang dari kotoran itu sendiri. Karena itu Allah Ta’ala
berfirman, { فَاعْتَزِلُوا النِّسَآءَ فِي الْمَحِيضِ } “Hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haidh”, artinya, tempatnya haidh. Maksudnya, berjima’
di kemaluannya khususnya, karena hal itu haram hukumnya menurut ijma’.
Pembatasan dengan kata menjauh pada tempat haidh menunjukkan bahwa bercumbu
dengan istri yang haidh, menyentuhnya tanpa berjima’ pada kemaluannya adalah
boleh, akan tetapi firman-Nya, { وَلاَتَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ
} “Dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci”,
menunjukkan harusnya meninggalkan mencumbu bagian yang dekat dengan kemaluan,
yaitu bagian di antara pusar dan lutut, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam melakukannya, bila beliau akan mencumbu istrinya pada saat istrinya
itu sedang haidh, beliau memerintahkan kepadanya untuk memakai kain lalu beliau
mencumbunya.[17]
Batasan waktu menjauhi dan tidak mendekati
istri yang haidh adalah, { حَتَّى يَطْهُرْنَ
} “sampai mereka suci”, yaitu, darah mereka telah berhenti, maka
apabila darah mereka telah berhenti, hilanglah penghalang yang berlaku saat
darah masih mengalir.
Syarat kehalalannya ada dua, terputusnya darah,
dan mandi suci darinya. Ketika darahnya berhenti lenyaplah syarat pertama
hingga tersisa syarat kedua. Maka Allah berfirman, { فَإِذَا تَطَهَّرْنَ } “Apabila
mereka telah suci”, maksudnya mereka telah mandi,
{ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ
} “maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah
kepadamu”, yaitu pada kemaluan depan dan bukan lubang bagian belakang,
karena bagian itu adalah tempatnya bersenggama, ayat ini merupakan dalil atas
wajibnya mandi bagi seorang wanita yang haidh dan bahwasanya terputusnya darah
adalah syarat sahnya mandi. Dan tatkala larangan tersebut merupakan kasih
sayang dari Allah Ta’ala kepada hamba-hambaNya dan pemeliharaan dari kotoran,
maka Allah berfirman, { إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ } “Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat” yaitu dari dosa-dosa mereka secara terus
menerus, { وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ }“dan
menyukai orang-orang yang mensucikan diri”, yaitu, yang bersuci dari
dosa-dosa, dan ini mencakup segala macam bersuci dari yang bersifat matrial
seperti dari najis maupun hadats.
Ayat ini juga menunjukkan disyariatkannya
bersuci secara mutlak, karena Allah Ta’ala menyukai orang-orang yang bersifat
dengannya. Itulah sebabnya, bersuci secara mutlak adalah syarat sahnya Shalat,
thawaf dan bolehnya menyentuh mushaf. Juga bersuci secara maknawi seperti
(mensucikan diri) dari akhlak-akhlak yang hina, sifat-sifat yang rendah dan
perbuatan-perbuatan yang kotor.[18]
2)
Tafsir Ayat : 223
{ نِسَآؤُكُمْ حَرْثُ لَّكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ } “Istri-istrimu adalah (seperti) tanah
tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu
bagaimana saja kamu kehendaki” dari depan atau dari belakang, yang
jelas tidak boleh dilakukan kecuali pada kemaluan (qubul), karena bagian itulah
tempatnya bercocok tanam, dan bagian itulah tempat keluarnya anak.
Ayat ini juga merupakan dalil atas haramnya
berjima’ pada bagian belakang (dubur), karena Allah Ta’ala tidak membolehkan
mencampuri wanita kecuali dari bagian yang menjadi tempat bersenggama. Terdapat
banyak hadits-hadits yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
tentang haramnya hal tersebut dan beliau melaknat pelakunya.
{ وَقَدِّمُوا لأَنفُسِكُمْ } “Dan
kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu”, maksudnya, mendekatkan diri
kepada Allah dengan mengerjakan kebajikan-kebajikan, yang di antaranya adalah
seorang suami menggauli istrinya dan berjima’ bersamanya dengan maksud ketaatan
dan mengharap pahala serta mengharapkan keturunan darinya yang diberi manfaat
oleh Allah dengan keberadaan mereka.
{ وَاتَّقُوا اللهَ
} “Dan bertakwalah kepada Allah”, yaitu, dalam berbagai kondisi
kalian. Tetaplah kalian berada di atas ketakwaan kepada Allah dengan menjadikan
ilmu kalian sebagai pendorong untuk bertakwa. { أَنَّكُم مُّلاَقُوهُ } “Bahwa
kamu kelak akan menemuiNya” dan memberikan balasan buat kalian atas
amalan-amalan kalian yang shalih dan selainnya.[19]
Kemudian Allah berfirman, { وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
} “Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman”. Allah tidak
menyebutkan hal yang menjadi kabar gembira buat mereka demi menunjukkan kepada
hal yang bersifat umum dan bahwasanya bagi mereka kabar gembira pada kehidupan
dunia dan akhirat. Setiap kebaikan dan terhindarnya setiap mudharat yang diakibatkan
dari keimanan, itu termasuk dalam kabar gembira tersebut. Ayat ini menunjukkan
kecintaan Allah kepada kaum mukminin, dan kecintaan terhadap apa yang membuat
mereka merasa bahagia, serta membangkitkan semangat dan kerinduan mereka kepada
apa yang dijanjikan oleh Allah dari pahala duniawi maupun ukhrawi.[20]
3. QS.
Al-Mukminun : 12-15
a)
Bunyi
Ayat
ô‰s)s9ur $oYø)n=yz
z`»|¡SM}$#
`ÏB 7's#»n=ß™
`ÏiB
&ûüÏÛ ÇÊËÈ §NèO çm»oYù=yèy_
ZpxÿôÜçR
’Îû 9‘#ts%
&ûüÅ3¨B ÇÊÌÈ ¢OèO $uZø)n=yz
spxÿôÜ‘Z9$# Zps)n=tæ $uZø)n=y‚sù
sps)n=yèø9$#
ZptóôÒãB
$uZø)n=y‚sù sptóôÒßJø9$# $VJ»sàÏã $tRöq|¡s3sù
zO»sàÏèø9$# $VJøtm:
¢OèO
çm»tRù't±Sr&
$¸)ù=yz tyz#uä
4 x8u‘$t7tFsù
ª!$#
ß`|¡ômr&
tûüÉ)Î=»sƒø:$#
ÇÊÍÈ §NèO /ä3¯RÎ)
y‰÷èt/
y7Ï9ºsŒ tbqçFÍh‹yJs9 ÇÊÎÈ
Artinya :
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dari saripati tanah. Kemudian Kami menjadikannya nuthfah dalam
tempat yang kokoh. Kemudian Kami ciptakan nuthfah itu ‘alaqah, lalu Kami
ciptakan ‘alaqah itu mudhghah, lalu Kami ciptakan mudhghah itu tulang-belulang,
lalu Kami bungkus Tulang –belulang itu dengan daging. Kemudian Kami
mewujudkannya makhluk lain. Maka Maha banyak keberkahan Allah, Pencipta yang
terbaik. Kemudian sesudah itu kamu benar-benar akan mati.”
b) Tafsiran
Ayat :
Allah berfirman dalam Al Qur`an tentang
bagaimana proses tahapan penciptaan manusia.(ô‰s)s9ur $oYø)n=yz z`»|¡SM}$#
`ÏB 7's#»n=ß™ `ÏiB
&ûüÏÛ), dari ayat tersebut
dijelaskan bahwa, Allah menciptakan manusia bermula dari saripati tanah, yaitu
Nabi Adam AS. Kemudian keturunannya diciptakan dari air mani (nuthfah) yang
tersimpan dalam rahim ibunya, yang memang tersedia untuk itu. Setelah melewati
suatu masa tertentu dijadikanlah air mani (nuthfah) itu menjadi segumpal darah,
kemudian segumpal darah itu menjadi segumpal daging. Dari segumpal daging itu
tercipta tulang-belulang yang berbentuk kepala, tangan, dan kaki, kemudian
dibungkuslah tulang-tulang itu dengan daging, otot, dan urat-urat. Maka
terciptalah makhluk yang berbentuk lain yang padanya ditiupkan roh, diberi alat
pendengaran, penglihatan, penciuman, bersuara, berfikir, dan bergerak. Sehingga
lengkaplah ia menjadi manusia yang utuh, sempurna sebagai makhluk Allah yang
terpilih dan yang paling mulia.[21]
Sekelompok mufassir berpendapat bahwa yang di
maksud dengan manusia disini ialah putra Adam. Mereka mengatakan bahwa air mani
lahir dari darah yang terjadi dari makanan, baik yang bersifat hewani maupun
yang bersifat nabati. Makanan yang bersifat hewani akan berakhir pada makanan
yang bersifat nabati, dan tumbuh-tumbuhan
lahir dari sari pati tanah dan air. Jadi pada hakikatnya manusia lahir
dari saripati tanah, kemudian sari pati itu mengalami perkembangan kejadian
hingga menjadi air mani (nuthfah).[22]
Berbeda-beda
pendapat para ulama tentang siapa yang dimaksud dengan الانسان (al-insan/manusia) pada
ayat 12 di atas, banyak yang berpendapat bahwa yang di maksud adalah Adam.
Memang ayat selanjutnya menyatakan “Kami menjadikannya nuthfah,” bukan kami
menjadikan keturunannya nuthfah. Namun menurut pendapat di atas, tidak menjadi
halangan karena sudah demikian populer bahwa anak keturunan Adam melalui proses
nuthfah.[23]
Bagi yang tidak setuju dengan pendapat diatas, ada
yang menyatakan bahwa kata al-insan dimaksud adalah jenis manusia. Al-biqa`i
misalnya menulis bahwa sulalah min thin/sari pati tanah merupakan tanah yang
menjadi bahan penciptaan Adam.[24]
Dalam hadits juga dijelaskan bagaimana tahapan
penciptaan manusia, seperti hadits berikut :
أَبِي سَرِيحَةَ حُذَيْفَةَ بْنِ أَسِيدٍ
الْغِفَارِيِّ فَقَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بِأُذُنَيَّ هَاتَيْنِ يَقُولُ إِنَّ النُّطْفَةَ تَقَعُ فِي الرَّحِمِ أَرْبَعِينَ
لَيْلَةً ثُمَّ يَتَصَوَّرُ عَلَيْهَا الْمَلَكُ قَالَ زُهَيْرٌ حَسِبْتُهُ قَالَ الَّذِي
يَخْلُقُهَا فَيَقُولُ يَا رَبِّ أَذَكَرٌ أَوْ أُنْثَى فَيَجْعَلُهُ اللَّهُ ذَكَرًا
أَوْ أُنْثَى ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ أَسَوِيٌّ أَوْ غَيْرُ سَوِيٍّ فَيَجْعَلُهُ
اللَّهُ سَوِيًّا أَوْ غَيْرَ سَوِيٍّ ثُمَّ يَقُولُ يَا رَبِّ مَا رِزْقُهُ مَا أَجَلُهُ
مَا خُلُقُهُ ثُمَّ يَجْعَلُهُ اللَّهُ شَقِيًّا أَوْ سَعِيدًا
Artinya :
Abu Sarihah Hudzaifah bin Asid Al Ghifari lalu
dia berkata; Aku mendengar dengan kedua telingaku ini Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: Sesunggunya nuthfah disimpan di dalam rahim setelah
empat puluh malam. Lalu datanglah malaikat, aku kira beliau berkata; yang akan
membentuknya seraya berkata; Ya Rabb, apakah dia laki-laki atau perempuan? Lalu
Allah menjadikannya laki-laki atau perempuan. Kemudian malaikat itu berkata; Ya
Rabb, apakah dia menyimpang ataukah tidak? Lalu Allah menetapkan dia menyimpang
dan tidaknya. Lalu malaikat berkata; Ya Rabb, bagaimana rizkinya, ajalnya,
akhlaknya? Kemudian Allah menetapkan dia bahagia atau celaka. (HR.Muslim).
حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ أَنْبَأَنَا عَلِيُّ
بْنُ زَيْدٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا عُبَيْدَةَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يُحَدِّثُ قَالَ
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ النُّطْفَةَ تَكُونُ فِي الرَّحِمِ
أَرْبَعِينَ يَوْمًا عَلَى حَالِهَا لَا تَغَيَّرُ فَإِذَا مَضَتْ الْأَرْبَعُونَ صَارَتْ
عَلَقَةً ثُمَّ مُضْغَةً كَذَلِكَ ثُمَّ عِظَامًا كَذَلِكَ فَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ
أَنْ يُسَوِّيَ خَلْقَهُ بَعَثَ إِلَيْهَا مَلَكًا فَيَقُولُ الْمَلَكُ الَّذِي يَلِيهِ
أَيْ رَبِّ أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى أَشَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ أَقَصِيرٌ أَمْ طَوِيلٌ أَنَاقِصٌ
أَمْ زَائِدٌ قُوتُهُ وَأَجَلُهُ أَصَحِيحٌ أَمْ سَقِيمٌ قَالَ فَيَكْتُبُ ذَلِكَ كُلَّهُ
فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ فَفِيمَ الْعَمَلُ إِذَنْ وَقَدْ فُرِغَ مِنْ هَذَا
كُلِّهِ قَالَ اعْمَلُوا فَكُلٌّ سَيُوَجَّهُ لِمَا خُلِقَ لَهُ
Artinya
:
Telah
menceritakan kepada kami Husyaim telah memberitakan kepada kami Ali bin Zaid ia
berkata; Aku mendengar Abu Ubaidah bin Abdullah menceritakan; ia berkata;
Abdullah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Sesungguhnya air mani berada di dalam rahim selama empat puluh hari tidak
berubah, bila berjalan empat puluh hari akan berubah menjadi segumpal darah
kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula kemudian menjadi kerangka
tulang selama itu pula. Maka bila Allah berkehendak untuk menyempurnakan
ciptaanNya, Dia mengutus malaikat kepadanya, lalu malaikat berikutnya bertanya:
Wahai Rabb, apakah dia laki-laki atau perempuan? Apakah sengsara atau bahagia?
Apakah pendek atau panjang? Apakah kurang atau tambah rizki dan ajalnya? Apakah
sehat atau sakit?" Ia berkata; Lalu semua itu dicatat. Kemudian ada
seorang laki-laki berkata; Kalau begitu untuk apa beramal kalau semua itu sudah
selesai. Lalu beliau bersabda: "Beramallah, karena setiap orang akan
diarahkan pada apa yang diciptakan untuknya."(HR.Ahmad).
Pada hadits diatas disebutkan bahwa air mani
(nuthfah) itu disimpan dalam rahim, setelah 40 malam air mani tersebut menjadi
segumpal darah, setelah 40 hari maka menjadi segumpal daging, setelah 40 hari
maka menjadi tulang belulang Allah memerintahkan malaikat untuk menjadikannya
laki-laki atau perempuan, kemudian ditetapkan rizkinya, ajalnya, akhlaknya, dan
bahagia atau tidak.
4. QS.Al-Anbiya
:30
a. Bunyi
Ayat :
óOs9urr& ttƒ tûïÏ%©!$#
(#ÿrãxÿx.
¨br&
ÏNºuq»yJ¡¡9$# uÚö‘F{$#ur $tFtR%Ÿ2 $Z)ø?u‘
$yJßg»oYø)tFxÿsù
( $oYù=yèy_ur
z`ÏB
Ïä!$yJø9$#
¨@ä.
>äóÓx«
@cÓyr (
Ÿxsùr&
tbqãZÏB÷sムÇÌÉÈ
Artinya ;
Dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui
bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya, dan kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air,
maka mengapa mereka tidak beriman ?
b.
Tafsiran Ayat :
Ayat ini secara jelas memberikan
pandangan Islam tentang asal usul kehidupan diatas bumi. Tidak ada keraguan
sedikitpun juga bahwa kehidupan di atas bumi diciptakan dari air atas perintah
Allah. Kemudian secara berangsur dan dalam proses waktu, berkembang menjadi
bentuk dan rupa yang bermacam-macam sesuai dengan hukum Allah.[25]
Ahli
astronomi menetapkan bahwa matahari adalah bola api yang berotasi selama jutaan
tahun. Ditengah-tengah perjalanannya yang cepat, planet bumi dan planet-planet
lain dari garis khatulistiwa matahari terpisah daripadanya dan menjauh. Demikian
pula dengan air itu, Allah menumbuhkan dan menghidupkan setiap tumbuhan.
Qatadah mengatakan : “Kami menciptakan setiap yang tumbuh dari air.” Sebagian
kaum cendikia berpendapat bahwa setiap hewan pada mulanya diciptakan dari laut.
Kemudian, setelah melalui masa yang sangat panjang, hewan-hewan itu mempunyai
karakter sebagai hewan darat, dan menjadi berjenis-jenis.[26]
F.
Kesimpulan
1.
Biologi
atau ilmu hayati adalah ilmu yang mempelajari aspek fisik kehidupan. Istilah
"biologi" dipinjam dari bahasa Belanda, biologie, yang juga
diturunkan dari gabungan kata bahasa Yunani, Bios ("hidup") dan Logos
("lambang", "ilmu"). Istilah "ilmu hayati"
dipinjam dari bahasa Arab, juga berarti "ilmu kehidupan". Jadi,
biologi adalah ilmu yang mempelajari sesuatu yang hidup beserta masalah-masalah
yang menyangkut kehidupan.
2.
QS. Al-Ghasyiyah Ayat 17-20
a.
Unta adalah binatang yang bertubuh besar,
berkekuatan prima serta memiliki ketahanan yang tinggi dalam menanggung lapar
dan dahaga dan semua sifat ini tidak terdapat dalam binatang lain.
b.
Unta sangat tahan dalam melakukan kerja berat,
berjalan di tengah panas terik di gurun sahara dengan tidak seberapa kali
berhenti dan berjalan sepanjang ribuan kilometer, sehingga dia mendapat gelar
atau julukan “Perahu Sahara”.
3.
QS. Al-Baqarah 222-223:
a. Ayat tersebut juga menjelaskan tentang haid,
yaitu suatu kotoran, karena darah haid adalah kotor dan najis, oleh karena itu
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada umatnya agar mencucinya
sedikit ataupun banyak.
b. Wajibnya menjauhi wanita (istri) yang sedang
haid, dan haramnya jima’ ketika haid (dan nifas) sebagaimana perintah
Allah, “…Hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh…”,
dan yang dimaksud ‘menjauhi’ dalam ayat adalah ‘jima’’sebagaimana yang
dijelaskan oleh rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Berbuatlah
apa saja (yang kalian inginkan) kecuali jima’.” (HR. Muslim)
c. Haramnya melakukan jima’ ketika selesai dari
haid atau nifas sebelum ia mandi, Disyariatkannya bagi seorang suami menggauli
istrinya setelah ia suci dari haid. Sebagian Ulama ada yang mewajibkannya akan
tetapi yang benar bahwa perintah ‘mencampurinya…’ dalam ayat
tersebut menunjukkan diangkatnya larangan tersebut dan boleh melakukannya.
d. Diperbolehkan bagi seorang suami mendatangi
istrinya (jima’) dari arah mana saja (dari depan, belakang atau lainnya) akan
tetapi disyaratkan harus pada tempatnya (kemaluannya; tempat
jalan keluarnya anak).
e. Dilarang keras (baca: haram) mendatangi
istrinya diduburnya, sebagaimana hal itu di tegaskan pula oleh rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Barang siapa yang
mendatangi istrinya (jima’) diduburnya maka Allah Ta’ala tidak akan melihatnya
pada hari kiamat”.
4. QS.
Al-Mukminun : 12-15
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa
manusia di ciptakan berfase-fase, pertama manusia itu di ciptakan dari saripati
tanah, yaitu Nabi Adam AS. Kemudian keturunannya diciptakan dari air mani
(nuthfah), kemudian nuthfah itu disimpan dalam rahim, kemudian nuthfah itu
menjadi segumpal darah, kemudian menjadi segumpal daging, kemudian dijadikan
tulang belulang, kemudian Allah menciptakannya dalam bentuk lain, yaitu
manusia. Sedangkan dalam hadits disebutkan bahwa, air mani (nuthfah) itu disimpan dalam rahim,
setelah 40 malam air mani tersebut menjadi segumpal darah, setelah 40 hari maka
menjadi segumpal daging, setelah 40 hari maka menjadi tulang belulang Allah
memerintahkan malaikat untuk menjadikannya laki-laki atau perempuan, kemudian
ditetapkan rizkinya, ajalnya, akhlaknya, dan bahagia atau tidak.
5. QS.Al-Anbiya : 30
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah
menciptakan semua jenis hewan dari air, kemudian setelah waktu yang panjang,
hewan-hewan itu mempunyai karakter sebagai hewan darat, dan menjadi
berjenis-jenis.
DAFTAR
KEPUSTAKAAN
Al-Barik, Haya binti Mubarok. Ensiklopedi Wanita Muslimah ,Jakarta: Darul falah,
1424.
Al-Maraghi. Terjemah
Tafsir Al-Maraghi 4 ,
Semarang: Toha Putra, 1999.
Al-Maragi, Ahmad Mustafa. Terjamah Tafsir
al-Maragi, Semarang: Toha Putra, 1993.
Arsyad, M. Natsir. Ilmuan Muslim Sepanjang Sejarah, Bandung,Mizan, 1999, cet.1,.
Bakry, Oemar. Tafsir
Rahmat, Jakarta: Mutiara, 1996.
Mattulada, A. Ilmu-Ilmu Kemasyaiaan
(Humaniora) Tantangan, Harapan-harapan Dalam Pembangunan, Jakarta: UNHAS,
1991.
Shaleh, H.Q dan A. Dahlan. Asbabun Nuzul,
Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-qur’an, Bandung: Diponegoro,
2000.
Yunus, Mahmud. Tafsir Qur’an Karim, Jakarta: Hidakarya, 1993.
Rahman Afjalur, Al Qur`an Sumber Ilmu Pengetahuan, (
Jakarta : Rineka Cipta, 1992).
Quraish Shihab M., Tafsir al-Misbah V.9, (Jakarta :
Lentera Hati, 2002)
Bahreisy Salim, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, (Kuala
Lumpur : Victory Agencie, 1994)
Hamka, Tafsir Al-Azhar juz xxx, (Surabaya : Yayasan
Latimojong, 1982)
[2] Afjalur Rahman, Al Qur`an Sumber Ilmu Pengetahuan, (Jakarta :
Rineka Cipta, 1992), hlm.165.
[3] Ibid,
[4] Ibid, hlm.166.
[6]Ibid
[7]Ibid,
[8]Ibid,
[9]A. Mattulada, Ilmu-Ilmu
Kemasyaiaan (Humaniora) Tantangan, Harapan-harapan Dalam Pembangunan, (Jakarta: UNHAS, 1991),
hlm. 80.
[10]Ibid,
[11]Ibid,
[12]H.Q Shaleh, dan A. Dahlan, Asbabun Nuzul, Latar Belakang Historis
Turunnya Ayat-Ayat Al-qur’an, (Bandung : Diponegoro, 2000), hlm. 310.
[13] Hamka, Tafsir Al-Azhar juz xxx, (Surabaya : Yayasan Latimojong,
1982)hlm.119-120.
[14] Ibid,
[15]Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjamah Tafsir al-Maragi,
(Semarang: Toha Putra, 1993), hlm. 151.
[16]H.Q. Shaleh
dan A.A. Dahlan, Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat
Alqur’an, (Bandung: Diponegoroe, 2000), hlm. 70.
[17]Mahmud
Yunus, Tafsir Qur’an Karim, (Jakarta: Hidakarya, 1973), hlm. 81-87.
[18]Oemar Bakry, Tafsir Rahmat, (Jakarta:
Mutiara, 1996), hlm. 935.
[20]Haya binti
Mubarok al-Barik, Ensiklopedi Wanita
Muslimah ,(Jakarta: Darul falah, 1424 H), hlm. 131-132.
[21] Salim Bahreisy, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir, (Kuala Lumpur :
Victory Agencie, 1994), hlm.401.
[22] Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-maraghi, XVIII, (Semarang : Toha
Putra, 1989), hlm.11.
[23] M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah V.9, (Jakarta : Lentera Hati,
2002), hlm.166.
[24] Ibid,
[25] Afjalur Rahman, Al Qur`an Sumber Ilmu Pengetahuan, ( Jakarta :
Rineka Cipta, 1992), hlm.169.
[26] Al-Maraghi, Terjemah Tafsir Al-maraghi, XVII, (Semarang : Toha
Putra, 1989), hlm.39-41.