Tuesday, 29 March 2016

Pendidikan Humaniora (Tafsir Tarbawi)



I.                   Pendahuluan

Pada hakikatnya manusia seiring dengan perkembangan zaman selalu mencari titik kemanusiaannya secara perlahan. Bagaimana tidak, sebagai makhluk sosial manusia harus bisa berinteraksi dengan lingkungannya. Dimana lingkungan tersebut memilik banyak sekali aturan atau adat istiadat, persepsi serta paham-paham yang beraneka ragam. Demi terciptanya kolaborasi antara manusia sangat dibutuhkan sifat yang benar-benar manusiawi. Dalam hal itu diperlukan pendidikan yang memadai untuk tujuan tersebut.

Di dalam tujuan pendidikan salah satunya menerangkan bahawa pendidikan itu adalah untuk memanusiakan manusia secara seutuhnya. Tentunya banyak bidang yang bisa dijalani baik itu melalui pikirannya (akal) atau kreativitasnya maupun melalui keyakinan dan pandangan kehidupan yang ada.

Maka, pada pembahasan kali ini akan dijelaskan mengenai bentuk-bentuk pendidikan dari humaniora itu sendiri secara terperinci. Walaupun tidak dari semua bidang dibahas, maka akan dicoba unuk lebih mempertajam pembahasan, diantaranya:

1.      Apa itu pendidikan humaniora?
2.      Apa saja bentuk-bentuk pendidikan humaniora?
3.      Bagaimana pengimplementasiannya?










II.                Pembahasan
A.    Pengertian Humaniora

Manusia dalam bahasa Inggris  disebu man (asal kata dari bahasa Angolo-Saxon, mann). Apa arti dasar dari kata ini tidak jelas, tetapi pada dasarnya bisa dikaitkan dengan mens (Lat), yang berarti “ada yang berpikir”. Demikian halnya ari kata anthropos berarti seseorang yang melihat keatas”. Akan tetapi sekarang kata itu dipakai untuk mengartikan “wajah manusia”. Dan akhirnya, homo dalam bahasa Latin berarti “orang yang dilahirkan diatas bumi” (bandingkan dengan humus).[1] Manusia dengan agama berbanding lurus pada fitrahnya, sehingga orang yang biasa mengenal dirinya akan mengenal Tuhannya. Ada beberapa tuntuna agama terhadap manusia diantanya sebagai berikut:
1)      Allah menjadikan segala sesuatu untuk manusia
2)      Sebagai konsekuensinya, manusia adalah satu-satunya makhluk berjasad yang dibebani tanggung jawab dihadapan Allah
3)      Manusia, dalam pelaksanaan beban tanggungjawab dihadapan Allah ada dua yaitu: Kfirin & Muslimin
4)      Kaum Mukminin diwajibkan oleh Allah berjihad demi menundukkan kaum kafir kepada kekuasaan robbul Al-`alamin
5)      Ketundukan ini pada hakikatnya untuk kemaslahatan kaum kafir di beberapa sisi.[2]
Humaniora adalah Cabang ilmu pengetahuan yang bertujuan mempertinggi drajat manusia hingga mencapai taraf kemanusiaan yang sesungguhnya.[3]Humaniora adalah cabang ilmu pengetahuan yang bertujuan mempertinggi drajat manusia hingga mencapai taraf kemanusiaan yang sesungguhnya.[4]

            Jadi, pendidikan humaniora adalah pendidikan yang bertujuan untuk melatih manusia agar lebih manusiawi sesuai dengan potensinya.
B. Bentuk-Bentuk Pendidikan Humaniora
            Pendidikan humaniora memiliki berbagi bentuk dilihat dari berbagai aspek keilmuannya dibagi kepada beberapa bagian yaitu:
  1. Fisafat
Filsafat secara harfiah berarti cinta yang mendalam akan kearifan. Secara populer filsafat sering diartikan sebagai pandangan hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu. Dengan demikian setiap individu atau setiap kelompok masyarakat secara filosofis akan memiliki pandangan hidup yang mungkin berbeda sesuai dengan nilai-nilai yang dianggapnya baik.

Eksistensialisme merupakan salah satu aliran filsafat yang ada saat ini. Filsafat ini muncul di abad modren yaitu pada abad ke 19 di Eropa. Ditinjau dari segi bahasa eksistensialisme memiliki kata dasar eksistensi (existency) adalah exist yang berasal dari bahasa Latin ex yang berarti keluar dan sistere yang berarti berdiri. Jadi, eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Artinya dengan keluar dari dirinya sendiri, manusia sadar tentang dirinya sendiri; ia berdiri sebagai aku atau pribadi. Pikiran semacam ini dalam bahasa Jerman disebut dasein (da artinya di sana, sein artinya berada).[5]
Eksistensialisme merupakan bentuk protes terhadap filsafat-filsafat terdahulu. Eksistensialisme menolak filsafat materialisme yang memandang bahwa manusia itu hanya terdiri dari materi. Materialisme memandang bahwa manusia sama halnya seperti benda-benda lain seperti kayu dan batu yang tidak memiliki kekuatan untuk merubah hidupnya dan tidak dapat menentukan pilihannya. Eksistensialisme juga menolak filsafat idealisme dan rasionalisme yang menempatkan bahwa hanya akal lah yang menjadi pusat penggalian pengetahuan yang memandang materi hanyalah objek dari pembentukan pengetahuan.
Eksistensialisme menempatkan manusia sebagai subjek sekaligus objek, sehingga manusia dianugerahi kebebasan tanpa batas untuk menentukan apa saja yang menyangkut dirinya.[6] Namun, tidak hanya kebebasan yang menjadi ciri filsafat ini, kedewasaan dan tanggungjawab atas kebebasan yang dianugerahkan kepada manusia merupakan hal terpenting. Dalam filsafat ini, manusia tidak harus mematuhi sebuah hukum atau sistem apabila menurutnya sistem itu membawa dia kepada kerugian. Dalam al-Qur`an disebutkan dalam surah
a.       an–Nahl ayat 11
àMÎ6/Zム/ä3s9 ÏmÎ/ tíö¨9$# šcqçG÷ƒ¨9$#ur Ÿ@ϨZ9$#ur |=»uZôãF{$#ur `ÏBur Èe@à2 ÏNºtyJ¨V9$# 3 ¨bÎ) Îû šÏ9ºsŒ ZptƒUy 5Qöqs)Ïj9 šcr㍤6xÿtGtƒ ÇÊÊÈ  
Artinya:
Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.
Penafsiran ayat
Menurut Hamka buah-buahan yang beraneka ragam, semua tumbuhan tumbuh di atas bumi hanya disiram sejenis air, namun dia jadi berbagai ragam dan rasa. Memikirkan kekuasaan Tuhan ialah dari sudut ini. Dari melihat bekas ciptaan-Nya bahwasanya segala sesuatu tidaklah terjadi dengan kebetulan. Setelah disebutkan hubungan air hujan dengan segala yang hidup di bumi bik itu manusia, kayu dan pohon, tumbuh-tumbuhan, binatang ernak, kita disuruh berfikir lebih mendalam lagi.[7] Menurut Quraish Shihab ayat tersebut mengisyaratkat bahwa terdapat banyak sekali manfaat pada segala yang diciptakan Allah. Serta kekuasaan Allah yang begitu Mahanya dengan menciptakan tumbuhan yang tidak membutuhkan air.[8]

b.      Yunus ayat 101
È@è% (#rãÝàR$# #sŒ$tB Îû ÅVºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur 4 $tBur ÓÍ_øóè? àM»tƒFy$# âäY9$#ur `tã 7Qöqs% žw tbqãZÏB÷sムÇÊÉÊÈ  
Artinya:
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di bumi. tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan Rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman".
Menurut penafsiran Quroish Shihab jika mereka ingin beriman, itulah caranya bukan dengan memaksa, karena tidaklah bermanfaat ayat-ayat yakni bukti-bukti dan tanda kekuasaan Allah, betapapun jelas dan banyaknya dan tidak juga kehadiran para rasul menyampaikan peringatan-peringatan bagi orang-orang yang tidak mau beriman. Kata maa dapat berarti tidak, sehingga penggalan ayat diatas diterjemahkan tidak bermanfaat ayat-ayat jika tidak beriman apa gunanya.[9]Mahmud Yunus menafsirkan ayat ini bahwa Allah menyuruh kita mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan.[10] Ibnu Katsier sependapat dengan Quroish Shihab bahwa ayat ini menyusuh kita untuk memikirkan kekuasaan Tuhan melalui segala ciptaan-Nya dan tanda-tanda-Nya.[11]


c.       An-Nahl 44
ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ̍ç/9$#ur 3 !$uZø9tRr&ur y7øs9Î) tò2Ïe%!$# tûÎiüt7çFÏ9 Ĩ$¨Z=Ï9 $tB tAÌhçR öNÍköŽs9Î) öNßg¯=yès9ur šcr㍩3xÿtGtƒ ÇÍÍÈ  


Artinya:
keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka[829] dan supaya mereka memikirkan,
[829] Yakni: perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam Al Quran.
Penafsiran Ayat
            Ayat ini menerangkan bahwa orang Islam haus memiliki ilmu pengetahuan dan tidak boleh bodoh dalam beragama, baik untuk mengetahui kandungan al-Qur`an maupun melaksanakan ajaran agama.[12]
Analisis ketiga ayat
            Dari penafsiran ayat tersebut dapat dilihat bahwa filsafat termasuk dalam pendidikan humaniora. Karena setiap orang disuruh untuk berfikir (memikirkan) dengan akalnya tentang segala sesuatu ciptaan-Nya. Pendidikan seperti inilah yang bisa membuat seseorang untuk mengingat kekuasaan Tuhan yang kemudian condong terhadap fitrahnya manusia.



  1. Seni
Dalam bahasa Arab, kata yang dipakai untuk arti seni adalah fann dan shina’ah, seperti juga asal kata bahasa Yunani techne dan kata Latin ars, secara sederhana artinya adalah membuat sesuatu menurut prinsip-prinsip dan cara yang benar. Kata yang pertama artinya tahu bagaimana mengerjakan atau membuat sesuatu secara benar dan harus diirinngi dengan kebijaksanaan atau “hikmah” untuk dapat dikatakan sebagai sebuah seni. Dalam masyarakat tradisional Islam, seni adalah kehidupan itu sendiri dan bukan aktivitas yang terpisah, dan segala aktivitas mulai dari menjahit, memasak, sampai bermain musik dan mengarang syair masing-masing memiliki cara atau keahlian (fann) tersendiri.
Dalam Islam, seni tertinggi, seperti juga Kristen, berhubungan dengan Kalimat-Kalimat Tuhan, yang dalam Islam bukan terjelma dalam tubuh yang disebut Yesus, melainkan dalam sebuah buku yang dikenal dengan Al-Qur`an. Penulisan Kalimat-Kalimat Tuhan, yaitu kaligrafi dan lantunan Kalimat-Kalimat tersebut atau (mazmur) Al-Qur`an mencapai hierarki jenis seni. [13]
Belajar seni adalah belajar penguasaan keterampilan agar mampu mengekspresikan idenya dengan baik dan wajar. Pembelajaran seni yang baik anak disiapkan atau diasimilasikan dalam proses berseni dan kerajinan yang sesungguhnya. Anak harus terlibat langsung dalam kegiatan berseni dan kerajinan. Pembelajaran keterampilan seni harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup (life skill) yang mencakup kecakapan kepribadian, akademik, sosial.
Seni selalu bercorak dengan keindahan, di dalam Islam terkait dengan jiwa manusia ialah ihsan, suatu istilah yang bermakna keindahan, kebaikan, dan moral sekaligus. Memiliki sifat ihsan berarti memiliki sifat kedermawanan dan cinta serta hidup dalam keadaan damai di jiwa, tempat lokus tuhan berada. Seperti yang disebutkan dalam ayat-ayat berikut:




a.       At-Tiin ayat 4
ôs)s9 $uZø)n=y{ z`»|¡SM}$# þÎû Ç`|¡ômr& 5OƒÈqø)s? ÇÍÈ  
Artinya:

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya .


Penafsiran Ayat
            Kata yang digunakan untuk arti “sebaik-baiknya” daalam ayat tersebut adalah ahsan, yang berasal dari akar kata yang sama dengan ihsan dan yang juga bermakna keindahan. Ayat ini juga bias diterjemahkan, “kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang seindah-indahnya
            Menghiasi jiwa dengan keindahan atau ihsan melalui amal-amal spiritual berarti merealisasikan keindahan jiwa yang asal dan mengembalikan jiwa pada kondisi primordialnya, yaitu “bentuk yang seidah-indahnya[14]

  1. Surah Al-Isra’ ayat 84
ö@è% @@à2 ã@yJ÷ètƒ 4n?tã ¾ÏmÏFn=Ï.$x© öNä3š/tsù ãNn=÷ær& ô`yJÎ/ uqèd 3y÷dr& WxÎ6y ÇÑÍÈ  
Artinya:
Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya.
Penafsiran Ayat
Termasuk dalam pengertian Keadaan disini ialah tabiat dan pengaruh alam sekitar. Kata syakilah pada mulanya digunakan untuk cabang pada satu jalan. Ibnu `Asyur memahami kata ini dalam arti jalan atau kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang. Sayyid Quthub memahaminya dalam arti cara dan kecenderungan yakni setiap manusia memiliki kecenderungan yang menjadi pendorong aktivitasnya sehari-hari.[15] Ibnu Katsier menafsirkan ayat ini dengan ayat sebelumnya yaitu apabila seseorang dikaruniakan oleh Allah rezeki ia kemudian berpaling dari  kewajiban taat & beribadah. Setiap perlakuan seseorang itu terjadi menurut keadaan, selera, tabiat dan sifat masing-masing.[16]
Sedangkan al Maraghi menafsirkan ayat ini pada kata syakilatihi yang artinya yang membentuk tingkah lakunya, baik dalam melakukan petunjuk maupun kesesatan. Ahda Sabilan diartikan lebih benar dan lurus jalannya.[17] Tabiat dan bakat akan diperoleh setelah Allah mengetahui perkara yang dialami manusia berdasarkan percobaan.[18]
  1. Hukum
Menurut Satjipto Rahardjo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang berusaha menelaah hukum. Ilmu hukum mencakup dan membicarakan segala hal yang berhubungan dengan hukum. Ilmu hukum objeknya hukum itu sendiri. Demikian luasnya masalah yang dicakup oleh ilmu ini, sehingga sempat memancing pendapat orang untuk mengatakan bahwa “batas-batasnya tidak bisa ditentukan” (Curzon,1979: v).

Selanjutnya menurut J.B. Daliyo Ilmu hukum adalah ilmu pengetahuan yang objeknya hukum. Dengan demikian maka ilmu hukum akan mempelajari semua seluk beluk mengenai hukum, misalnya mengenai asal mula, wujud, asas-asas, sistem, macam pembagian, sumber-sumber, perkembangan, fungsi dan kedudukan hukum di dalam masyarakat. Ilmu hukum sebagai ilmu yang mempunyai objek hukum menelaah hukum sebagai suatu gejala atau fenomena kehidupan manusia dimanapun didunia ini dari masa kapanpun. Seorang yang berkeinginan mengetahui hukum secara mendalam sangat perlu mempelajari hukum itu dari lahir, tumbuh dan berkembangnya dari masa ke masa sehingga sejarah hukum besar perannya dalam hal tersebut.
Seperti halnya rasa kedamaian dan kerinduan akan kedamaian, rasa keadilan dan usaha untuk merealisasikannya kelihatannya bersumber dalm substansi, dari mana manusia tercipta. Tidak peduli betapa ambigu dan kaburnya makna keadilan baik ditinjau segi filosofis, teologis maupun ilmu lainnya.
Pengertian hukum menurut Aristoteles
Sesuatu yang berbeda dari sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar.

Pengertian hukum menurut Hugo de Grotius
Peraturan tentang tindakan moral yang menjamin keadilan pada peraturan hukum tentang kemerdekaan (law is rule of moral action obligation to that which is right).
Pengertian hukum menurut Leon Duguit
Semua aturan tingkah laku para angota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh anggota masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama dan jika yang dlanggar menimbulkan reaksi bersama terhadap orang yang melakukan pelanggaran itu.

Pengertian hukum menurut Immanuel Kant

Keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang yang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.[19]

Pengertian hukum menurut Roscoe Pound

Sebagai tata hukum mempunyai pokok bahasan hubungan antara manusia dengan individu lainnya, dan hukum merupakan tingkah laku para individu yang mempengaruhi individu lainnya. Adapun hukum sebagai kumpulan dasar-dasar kewenangan dari putusan-putusan pengadilan dan tindakan administratif Law as a tool of social engineering.

Pengertian hukum menurut John Austin

Seperangkat perintah, baik langsung maupun tidak langsung dari pihak yang berkuasa kepada warga rakyatnya yang merupakan masyarakat politik yang independen dimana pihak yang berkuasa memiliki otoritas yang tertinggi.

Pengertian hukum menurut Van Vanenhoven

Suatu gejala dalam pergaulan hidup yang bergolak terus menerus dalam keadaan berbenturan tanpa henti dari gejala-gejala lain.

Pengertian hukum menurut Prof. Soedkno Mertokusumo

Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.

Pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja

Keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur pergaulan hidup manusia dalam masyarakat, juga meliputi lembaga (institusi) dan proses yang mewujudkan kaidah tersebut dalam masyarakat.

Pengertian hukum menurut Karl Von Savigny

Aturan yang terbentuk melalui kebiasaan dan perasaan kerakyatan, yaitu melalui pengoperasian kekuasaan secara diam-diam. Hukum berakar pada sejarah manusia, dimana akarnya dihidupkan oleh kesadaran, keyakinan, dan kebiasaan warga masyarakat

Pengertian hukum menurut Holmes
Apa yang dikerjakan dan diputuskan oleh pengadilan.[20]

Pengertian hukum menurut Soerjono Soekamto
Mempunyai berbagai arti:
1. Hukum dalam arti ilmu (pengetahuan) hukum
2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan
3. Hukum dalam arti kadah atau norma
4. Hukum dalam ari tata hukum/hukum positf tertulis
5. Hukum dalam arti keputusan pejabat
6. Hukum dalam arti petugas
7. Hukum dalam arti proses pemerintah
8. Hukum dalam arti perilaku yang teratur atau ajeg
9. Hukum dalam arti jalinan nilai-nilai[21]
Pendidikan sastra dan budaya yang termasuk di dalamnya seharusnya berakar pada kehidupan pembelajarnya, karena berisi ajaran tentang kehidupan nyata yang indah, selaras, dan harmoni. Sayangnya, keindahan itu tidak tertangkap dan terpatri oleh para pembelajarnya sehingga tidak pernah terpikir bahwa mahasiswa pengampu pendidikan humaniora mampu mengaitkan antara pembelajarannya dan larangan untuk memakai barang yang dipercayakan kepadanya. Punahnya moral pribadi dan moral sosial kiranya merupakan kunci utama tindak korupsi merajalela.[22] Jadi perlu adanya pendidikan yang seyogiyanya me-manage seseorang untuk mencegah hal tersebut.
            Agama adalah satu-satunya hukum yang benar-benar cocok dalam implementasinya, dilihat dari segi batin dan fisik. Secara otomatis menciptakan manusia yang memiliki akhlak yang terpuji menurut Kehendak-Nya. Dalam al-Qur`an dijelaskan:
  1. Yunus ayat 57
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# ôs% Nä3ø?uä!$y_ ×psàÏãöq¨B `ÏiB öNà6În/§ Öä!$xÿÏ©ur $yJÏj9 Îû ÍrߐÁ9$# Yèdur ×puH÷quur tûüÏYÏB÷sßJù=Ïj9 ÇÎÐÈ  
Artinya:
Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.



Penafsiran
            Kata mau`izah terambil dari kata wa`zh yaitu “ peringatan menyangkut kebaikan yang menggugah hati serta menimbulkan rasa takut”. Peringatan yang bersumber dari Allah SWT yakni Tuhan Pemelihara kamu. Bahwa agama itu mempunyai fungsi empat yaitu: pengajaran, obat, petunjuk dan rahmat.[23]
  1. Al-Maidah ayat 32
ô`ÏB È@ô_r& y7Ï9ºsŒ $oYö;tFŸ2 4n?tã ûÓÍ_t/ Ÿ@ƒÏäÂuŽó Î) ¼çm¯Rr& `tB Ÿ@tFs% $G¡øÿtR ÎŽötóÎ/ C§øÿtR ÷rr& 7Š$|¡sù Îû ÇÚöF{$# $yJ¯Rr'x6sù Ÿ@tFs% }¨$¨Z9$# $YèÏJy_ ô`tBur $yd$uŠômr& !$uK¯Rr'x6sù $uŠômr& }¨$¨Y9$# $YèÏJy_ 4 ôs)s9ur óOßgø?uä!$y_ $uZè=ßâ ÏM»uZÉit7ø9$$Î/ ¢OèO ¨bÎ) #ZŽÏWx. Oßg÷YÏiB y÷èt/ šÏ9ºsŒ Îû ÇÚöF{$# šcqèùÎŽô£ßJs9 ÇÌËÈ  
Artinya:
oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain[411], atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya[412]. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, Maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu[413] sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.
[411] Yakni: membunuh orang bukan karena qishaash.
[412] Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh keturunannya.
[413] Ialah: sesudah kedatangan Rasul membawa keterangan yang nyata.
Penafsiran Ayat
            Penggunaan kata `ala/atas mengandung makna kewajiban, sehingga ayat ini menginformasikan bahwa ketetapan hokum tersebut disampaikan kepad Bani Israil atas dasar suatu kewajiban bagi mereka. Thabathaba’i menguraikan persamaan itu antara lain dengan menyatakan bahwa setiap manusia mengandung dalam dirinya nilai kemanusiaan, yang merupakan nilai yang disandang oleh seluruh manusia.[24]
Analisis ayat
            Dari kedua ayat diatas dapat ditelaah bahwa hukum mempunyai sumber yang sangat bias dipertanggungjawabkan. Agama sebagai sumber hukum dari segala perkara bisa dikatakan “mendarah daging”. Meskipun manusia mampu menciptakan hukum baru, akan tetapi agama jika difikirkan dengan akal yang sehat mampu membuat seseorang untuk mematuhi agama karena kecendrungannya mengakui akan adanya Tuhan.







III.             PENUTUP
Kesimpulan
            Dari seluruh penjelasan dan penafsiran ayat-ayat yang berkaitan dengan pendidikan humaniora ternyata manusia memiliki kecenderungan terhadap agama dengan potensi yang ada dari dalam diri setiap manusia. Dianalisis bahwa ternyata agama mengandung semua itu dan segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan sosialnya.
            Dan ditinjau dari idealismenya seseorang lebih terlihat baik dan tenang tidak memberontak dan biasa menciptakan kedamaian di mana-mana. Sejauh apapun pendidikan itu, setinggi apapun tingkat pendidikannya, pada akhirnya hanya demi meningkatkan potensi dan merealisasikan akhlak serta kepribadiannya saja.













Daftar Pustaka
Bagus Lorens, Kamus Filsafat .Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000.

Bahreisy, Salim dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat: Tafsir Ibnu Katsier. Kuala Lumpur: Tajzia Press, 1994.

Hamka, Tafsir Al-Azhar : Juz XIII-XIV, Jakarta : Pustaka Panjimas, 1987.

Hasan, Fuad. Kita dan Kami, Jakarta:Bulan Bintang. 1974.



Musthafa Al-Maraghi, Ahmad. Tafsir Al- Maraghi Semarang: Toha Putra, 1974.

Nasr Sayyed Hossein, The Heart of Islam: Pesan-Pesan Universal Islam Untuk Kemanusiaan Diterjemahkan dari “The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity” oleh Nurasiah Fakih Sutan Harahap Bandung 2003 Mizan.

Sa`id Hawwa, Al Islam, Diterjemahkan dari “Al Islam” oleh Abu Ridho dan Aunur Rafiq Shaleh Tamhid, Jakarta Timur: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2002.

Sastrapradja, M., Kamus Istilah Pendidikan Umum. 1981.Surabaya. Usaha Nasional.
Shihab M. Quraish. Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an .Jakarta: Lentera Hati, 2001.

suaraguru.wordpress.com/2013/07/11/pendidikan-humaniora-dan-antikorupsi/

Yunus Mahmud, Tafsir Qur`an Karim ,Jakarta: Hidakarya Agung, 1992.



[1] Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), cet. 2, h. 564-565.
[2] Sa`id Hawwa, Al Islam, Diterjemahkan dari “Al Islam” oleh Abu Ridho dan Aunur Rafiq Shaleh Tamhid (Jakarta Timur: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2002), h. 347.
[3] M. Sastrapradja. Kamus Istilah Pendidikan Umum. 1981.Surabaya. Usaha Nasional. h. 204.
[4]Ibid.
[5] Fuad Hasan, Kita dan Kami (Jakarta:Bulan Bintang. 1974), h. 8.
[6] Ibid.
[7] Hamka, Tafsir Al-Azhar : Juz XIII-XIV, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1987), h. 224.
[8] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an (Jakarta: Lentera Hati, 2001), vol. 7, h. 195-196.
[9] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an (Jakarta: Lentera Hati, 2004), vol. 6, h. 162-163.
[10] Mahmud Yunus, Tafsir Qur`an Karim (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), cet. Ke- 30, h. 386.
[11] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat: Tafsir Ibnu Katsier (Kuala Lumpur: Tajzia Press, 1994), jilid 4, h. 545-546.
[12] Mahmud Yunus, Tafsir Qur`an Karim (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), cet. Ke- 30, h. 386.
[13] Sayyed Hossein Nasr, The Heart of Islam: Pesan-Pesan Universal Islam Untuk Kemanusiaan Diterjemahkan dari “The Heart of Islam: Enduring Values for Humanity” oleh Nurasiah Fakih Sutan Harahap Bandung 2003 Mizan h. 274-276.
[14] Ibid, h. 282-283.
[15] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an (Jakarta: Lentera Hati, 2001), vol. 7, h. 536.
[16] Salim Bahreisy dan Said Bahreisy, Terjemah Singkat: Tafsir Ibnu Katsier (Kuala Lumpur: Tajzia Press, 1994), jilid 4, h. 82-83.
[17] Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al- Maraghi (Semarang: Toha Putra, 1974), jilid 15, h. 154.
[18] Ibid.
[20] Ibid.
[21] Ibid
[22] suaraguru.wordpress.com/2013/07/11/pendidikan-humaniora-dan-antikorupsi/ diakses 02-06-2014 pukul 13.00 WIB.
[23] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an (Jakarta: Lentera Hati, 2001), vol. 6, h. 101-103.
[24] M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur`an (Jakarta: Lentera Hati, 2001), vol. 3, h. 76-77.