BAB
I
PENDAHULUAN
Agama menyangkut kehidupan batin
manusia. Oleh karena itu, kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang lebih
menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu
yang sakral dan dalam dunia. Dari kesadaran agama dan pengalaman ini pula
kemudian muncul sikap keagamaan yang ditampilkan seseorang.Sikap keagamaan
merupakan suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk
bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya dalam beragama.
Perkembangan jiwa beragama selalu
menghadapi problema. Problema ini bersumber dari faktor interen atau eksteren
yang dihadapi tiap individu. Faktor interen mencakup sifat-sifat keturunan,
watak dan hal-hal yang bersifat differensiasi individu. Faktor-faktor eksteren
mencakup: pendidikan, nilai-nilai budaya, lingkungan tempat tinggal dan
lain-lain.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………… i
Daftar Isi…………………………………………………………………..... ii
Bab I : Pendahuluan………………………………………………………… 1
Bab II : Pembahasan………………………………………………………... 2
- Pengertian Problema Jiwa Beragama……………………………….. 2
- Jenis-Jenis Problema Jiwa Beragama……………………………….. 2
1.
Munafik…………………………………………………………. 2
2.
Dengki…………………………………………………………… 3
3.
Riya……………………………………………………………… 4
4.
Tama’……………………………………………………………. 4
5.
Iri………………………………………………………………… 5
6.
Takabbur………………………………………………………… 5
7.
Sombong………………………………………………………… 5
8.
Agnotisme………………………………………………………. 6
9.
Konversi Agama…………………………………………............ 6
- Sikap Keagamaan Pola & Tingkah Laku…………………………… 9
- Sikap Keagamaan yang Menyimpang………………………………. 11
- Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan Menyimpang.. 13
Bab III : Kesimpulan……………………………………………………….... 16
Daftar Pustaka
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian peroblema jiwa beragama
Problema adalah masalah atau sesuatu yang
keluar dari yang sebenarnya yang sesuai ideal dengan kenyataan. Jiwa beragama
adalah keinginan atau kemauan beragama. Jadi, problema jiwa beragama adalah
masalah berkeinginan dalam beragama.
B. Jenis-jenis problema jiwa beragama
Problema jiwa bergama mempunyai beberapa
jenis antara lain:
1.
Munafik
Munafik adalah orang yang lahiriyahnya
menampakkn suatu ( ucapan, perbuatan atau sikap ) yang sesungguhnya
bertentangan dengan apa yang tersembunyi di dalam hatinya. Kelompok lain
mengatakan munafik itu adalah orang-orang yang lahiriyahnya menyatakan dirinya
muslim sedangkan batinnya tidak sesuai lahiriyahnya atau orang yang melahirkan
iman dengan mulutnya tetapi kafir. Dari defenisi di atas dapat di simpulkan
bahwa orang munafik adalah orang-orang yang bermuka dua lain di mulut lain di
hati. Dalam al-qur’an di sebutkan orang munafik adala orang yang imannya di
mulut tetapi kafir di hati.
Sifat-sifat
orang munafik yaitu orang yang tidak tegas terhadap aqidahnya
a.
Mereka
menyatakan beriman dan kembali musyrik bila bertemu dengan orang-orang musyrik.
b.
Pelaksanaan
ibadah mereka lebih banyak di karenakan riya dan mereka mendirikan shalat
dengan bermalas-malasan dan lalai.
c.
Dalam kehidupan bermasyarakat orang-orang
munafik menyuruh orang berbuat kemungkaran dan mencegah kebaikan.
d.
Mereka berusaha membuat fitnah dalam barisan
kaum muslim
e.
Bermulut
manis tapi tidak tulus.
f.
Suka
bersumpah agar orang mempercayainya dan merintangi orang untuk menjalankan
agama.
Dalam
sifat-sifat emosional mereka orang-orang munafik sangat penakut, mereka lebih
takut kepada manusia dari pada takut kepada Allah. Karena, takut mati mereka
tidak ikut berperang dan bila Allah memberi rahmatnya kepada orang-orang
beriman mereka benci dan dengki. Secara intelektual orang-orang munafik peragu
dan tidak mampu mengambil keputusan atau ketetapan, mereka seperti pucuk eru,
kemana angin bertiup maka kesanalah mereka condong.
Pribadi
orang munafik lebih ditakuti dalam pergaulan daripada kafir, karena orang
munafik ibarat musuh dalam selimut. Sifat penyakit adalah wabah penyakit
berbahaya yang mengancam kemuliaan dan martabat manusia. Ia mengarah kepada
sifat yang tidak bertanggung jawab dan rendah. Imam Jafar Ash Shadik
menjelaskan nasehat Lukman kepada puteranya: ‘’ seorang munafik mempunyai tiga
tanda yaitu: lidahnya bertentangan dengan hatinya, hatinya bertentangan dengan
prilakunya, penampilannya bertentangan dengan batinnya. Bila dilihat pedekatan
ilmu jiwa orang munafik adalah orang yang mempunyai keperibadian terpecah yang
disebut dengan plin-plan.
2.
Dengki
Dengki
adalah menaruh perasaan benci, tidak senagn yang amat sangat terhadap
kemenangan orang lain. Dengki biasanya berkaitan dengan sifat iri. Wujudnya
adalah sikap dan perbuatan yang tidak senang terhadap orang lain, seperti
memusuhi, menjelek-jelekkan, mencemarkan nama baik orang lain, dan lain-lain.
Sikap dan perbuatan seperti ini biasanya dapat berkepanjangan sehingga
menimbulkan perselisihan dan permusuhan apabila yang bersangkutan tidak
menyadari sikap buruknya tersebut.
Perbuatan
dengki akan menimblkan bahaya-bahaya seperti:
a.
Menimbulkan
permusuhan.
b.
Menimbulkan
perasaan dendam.
c.
Menghilangkan
persahabatan.
d.
Menghilangkan
kebaikan yang telah dilakukan.
e.
Dibenci
Allah SWT.
Orang
yang mempunyai sifat dengki jiwa beragamanya tidak akian sempurna. Sebab, yang
ada didalam hatinya hanyalah rasa benci kepada orang lain yang mendapatkan
kemenangan dan kebahagiaan. Cara menghindari sifat dengki yaitu dengan:
a.
mempererat
tali persaudaraan guna terjalin kerukunan dan kebersamaan.
b.
Mendekatkan
diri kepada Allah SWT, dengan harapan hati dan fikiranmenjadi tenang.
c.
Menumbuhkan
sikap qana’ah (merasa cukup terhadap apa yang dimiliki).
3.
Riya
Riya
adalah sikap yang suka memamerkan harta benda atau orang yang melakukan segala
sesuatu yang hanya mengharapkan pujian dari orang lain tapi bikan mengharapkan
pahala dari Allah. Sikap riya ini sikap yang susah untuk mengubahnya sebab ia
melakukan sesuatu hanya demi mengharapkan pujian orang lain.
4.
Tama’
Tama’
sering dikatan sebagai orang yang rakus kepada apapun. Misalnya ia sudah kaya
tetapi mau lebih kaya lagi. Sikap tama’ ini adalah sikap yang tidak patut
dicontoh sebab hanya akan membawa kerugian bagi orang yang memiliki sifat ini.
5.
Iri
Iri
adala sesuatu sikap yang tidak senang melihat orang jika mendapatkan
kebahagiaan atau mendapatkan sesuatu yang baik. Sikap iri ini adalah sikap yang
berbahaya dan akan membuat orang yang memiliki sikap ini mendapatka penyakit
hati.
6.
Takabbur
Takabbur
menurut bahasa adalah membesarkan diri, menganggap dirinya lebih besar dari
orang lain. Sedangkan menurut istilah takabbur adalah suatu sikp mental yang
merasa dirinya lebih besar, lebih tinggi, lebih pandai dan memandang kecil
serta rendah terhadap orang lain. Takabbur digolongkan menjadi dua bagian
yaitu: takabbur batin dan takabbur lahir. Takabbur batin yaitu sifat dalam jiwa
yang tidak terlihat karena sifat tersebut melekat dalam hati seperti sifat
merasa besar, merasa lebih dari segala-galanya. Sedangkan takabbur lahir adalah
perbuatan atau tingkah laku yang dapat dilihat seperti merendahkan orang lain,
menyepelekan orang lain.
Cara
menghindari perilaku takabbur antara lain:
a.
Hendaklah
kita rendah hati, ramah, menghormati orang lain dan mampu menempatkan diri.
b.
Hendaklah
kita harus menyadari bahwa manusia mempunyai sifat salah, lupa dan kekurangan.
c.
Hendaklah
kita menyadari bahwa manusia dihadapkan Allah adalah sama saja dan yang
membedakan satu sama lain adalah takwanya.
7.
Sombong
Sifat
sombong agak sama dengan sifat takabbur karena sama-sama membesarkan diri atau
menganggap dirinya daalah yang terbaik. Didalam al-qur’an surah Luqman ayat 18 yang
berbunyi:
”dan janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia dan janganlah kamu berjalan diatas bumi dengan
sombong. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang sombong lagi
membanggakan diri. Jadi, dari ayat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
Allah sangatlah membenci orang yang sombong dan membanggakan diri.”
8.
Agnotisme
Agnotisme
adalah suatu paham yang ragu-ragu tentang adanya tuhan, atau faham yang
mengatakan bahwa manusia tidak sanggup dan tidak bisa memperoleh pengetahuan
tentang Tuhan. Agnotisme tidak tegas mengatakan Tuhan tidak ada. Tuhan menurut
aliran ini mungkin ada tetapi, manusia tidak dapat mengetahuinya secara
positif. Oleh karena itu aliran ini disebut juga dengan aliran skepsitisme (
ragu-ragu ). Mereka beranggapan ajaran tentang Tuhan didalam agama adalah
sesuatu yang tidak mngkin. Kalau dilihat dar pandangan ilmu jiwa kelompok ini
termasuk orang pecah kepribadian. Namun, dengan sikap ragu-ragunya masih lebih
mudah diajak kepada ajaran agama dari pada kelompok atheis yang sama sekali
tidak mempercayai tuhan.
9.
Konversi
Agama
Konversi
berasal dari kata convertion yang artinya adalah pertaubatan, pembalikan atau
perlainan dengan semula. Walter Houston Clark mendefenisikan agama sebagai
berikut: ‘’ konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau perkembangan
spritual yang mengandung perubahan arah yang cukup berarti dalam sikap terhadap
ajaran dan tindakan agama. Lebih jelas dan tegas lagi, konversi agama
menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba kearah mendapat hidayah
Allah secara mendadak, telah terjadi yang mungkin saja yang sangat mendalam
ataupun dangkal. Bisa saja terjadi perubahan itu secara berangsur-angsur pada
diri seseorang’’.
Zakiah
Darajat mengatakan proses konversi tidak sama pada setiap orang tergantung
kepada pertumbuhan jiwa yang dialaminya, pendidikan dan pengalaman yang
diterimanya sejak kecil, suasana lingkungan tempat tinggal dan pengalaman
terakhir yang menjadi puncak dari perubahan keyakinan tersebut serta situasi
yang terjadi sesudah itu. Konversi menurut Zakiah Darajad dapat terjadi disebabkan
oleh beberapa faktor sebagai berikut:
a)
Pertentangan
batin ( konflik jiwa ) dan ketegangan perasaan.
Orang-orang
yang gelisah dalam dirinya terjadi pertarungan berbagai persoalan yang
kadang-kadang sukar untuk dipecahkan, akan memungkinkan terjadi konversi agama
itu.
b)
Pengaruh
hubungan dengan tradisi agama.
Pendidikan
agama masa kecil seseorang mengenai pelajaran agama yang pernah dialaminya
dalam lingkungan keluarga atau masyarakat yang penuh kedamaian dan ketenangan,
terikat dan terbiasa dengan tradisi lama dapat menyebabkan konversi agama
terhadap situasi masyrakat yang tidak menentu yang dialaminya pada masa
berikutnya.
c)
Ajakan, seruan ataupun sugesti.
Sugesti,
seruan atau bujukan dari luar dapat menyebabkan konversi agama. Apalagi
individu tersebut dalam keadaan labil, kosong dan tidak memiliki pegangan
hidup. Cepat atau lambatnya pengaruh sugesti ini tergantung kepada kepintaran
pemberi sugesti.
d)
Emosi.
Penyelidikan
para ahli ilmu jiwa mengatakan bahwa emosi adalah keadaan jiwa yang sedang
tidak normal atau stabil, pada saat seperti ini mereka mudah terpengaruh, mudah
terpengaruh yang memungkinkan mereka akan mengalami konversi agama.
e)
Kemauan
Kemauan
dapat menyebabkan konversi. Mereka yang menyadari kembali ketidak pedulian
terhadap agama dapat bertaubat dan menjadi taat mengamalkan ajaran agamanya.
Dalam Islam salah satu contohnya
Imam Al-Ghazali mengatakan konversi agama bukanlah hal yang terjadi tiba-tiba,
setiap konversi agama melalui proses jiwa sebagai Berikut:
a.
Masa
tenang pertama, yaitu sebelum mengalami konversi. Masa bersikap dan bertingkah
laku acuh terhadap ajaran agama.
b.
Masa
ketidak tenangan, terjadi konflik batin yang ada dalam hati. Selalu gelisah,
putus asa, panik dan sebagainya. Kegelisahan ini dapat disebabkan kegagalan
yang dialami, penderitaan dan lain sebagainya. Pada situasi ini manusia
cenderung cepatmenjadi perasa, mudah tersinggung dan mudah kena sugesti.
c.
Masa
terjadi konversi, yaitu setelah goncangan jiwa itu mencapai puncaknya. Orang
merasa tiba-tiba mendapat hidayah Tuhan, mendapat kekuatan dan semangat untuk
menjalankan ajaran agama yang pernah tidak diperdulikannya. Dia merasa mendapat
kesayangan dan kasih sayang Tuhan.
d.
Masa
tentram dan tenang, yaitu masa setelah terjadinya konversi tersebut. Masa penuh
kedamaian, tidak merasa sedih, terkucil dan sebagainya, tetapi merasa gembira,
lapang dada menghadapi hari depan.
e.
Masa
ekspresi konversi dalam hidup, yaitu masa pembuktian dan kebaktian kepada Tuhan
setyelah terjadinya konversi tersebut. Masa ini semua amal dan perbuatannya
didasarkan pada ketentuan Tuhan.
A.
Sikap Keagamaan dan Pola Tingkah Laku
Mengawali
pembahasan mengenai sikap keagamaan, maka terlebih dahulu akan di kemukakan
mengenai sikap itu sendiri. Dalam pengertian umum, sikap dipandang sebagai
seperangkat reaksi-reaksi terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran,
pemahaman dan penghayatan individu. Dengan demikian, sikap terbentuk dari hasil
belajar dan pengalaman seseorang dan bukan pengaruh bawaan seseorang, serta
tergantung kepada objek tertentu.
Menurut
Prof. Dr. Mar’at, ia telah merumuskan 11 rumusan mengenai sikap. Rumusan umum
tersebut adalah:
1. Sikap merupakan hasil belajar yang
diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang terus menerus dengan
lingkungan.
2. Sikap selalu dihubungkan dengan objek
seperti manusia, wawasan, peristiwa ataupun ide.
3. Sikap diperoleh dari berinteraksidengan
manusia lain baik di rumah, sekolah,tempat ibadat ataupun tempat lainnya
melalui nasihat, teladan atau percakapan.
4. Sikap sebagai wujud dari kesiapan untuk
bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap objek.
5. Bagian yang paling dominan dari sikap
perasaan dan afektif, seperti yang tampak dalam menentukan apakah positif,
negatif atau ragu.
6. Sikap memiliki tingkat intensitas
terhadapobjek tertentu yakni kiat atau lemah.
7. Sikap bergantung pada situasi dan waktu,
sehingga dalam situasidan saat tertentu mungkin sesuai, sedangkan di saat dan
situasi yang berbeda belum tentu cocok.
8. Sikap dapat bersifat relatif dalam
sejarah hidup individu.
9. Sikap merupakan bagian dari konteks persepsiataupun
kognisiindividu.
10. Sikap merupakan penilaian terhadap suatu
yang mungkin mempunyai konsekuensi tertentubagi seseorang atau yang
bersangkutan.
11. Sikap merupakan penafsiran dan tingkah
laku yang mungkin menjadi indikator yang sempurna atau bahkan tidak memadai.
Rumusan tersebut
menunjukkan bahwa sikap merupakan bertindak senang atau
tidak senang terhadap
objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afeksi, dan konasi. Dengan
demikian sikap merupakan interaksi dari komponen-komponen tersebut secara
kompleks.
Merujuk
kepada rumusan di atas, terlihat bagaimana hubungan sikap dengan pola tingkah
laku seseorang. Tiga komponen psikologi yaitu kognisi, afeksi, dan konasi yang
bekerja merupakan bagian yang menentukan sikap seseorang terhadap sesuatu objek,
baik yang berbentukkonkrit atau abstrak. Kognisi akan menjawab tentang apa yang
dipikirkan tentang objek, afeksi dikaitkan dengan apa dirasakan terhadap suatu
objek,sedangkan konasi berhubungan dengan kesiapan untuk bertindak terhadap
suatu objek. Dengan demikian, sikap yang ditaampilkan seseorang merupan hasil
dari proses berpikir, merasa, sebagai reaksi terhadap sesuatu objek.
Pembentukan
sikap melalui melalui hasil belajar dari interaksi dan pengalaman. Sikap dan
tingkah laju mempunyai hubungan faktor tertentu, yaitu motif yang mendasari
sikap. Motip sebagai motip pendorong arah sikap negatif atau positif akan
terlihat dalam tingkah lakunyata dalam diri seseorang atau kelompok. Pada
tingkat tertentu motip akan membentuk predisposisi. Yang terjadi dalam diri
seseorang. Para ahli didik melihat adanya peran orang tua dalam pemberi dasar
jiwa keagamaan itu. Pengenalan ajaran agama pada anak usia dini bagaimanapun
akan berpengaruh dalam membentuk kesadaran dan pengalaman agama pada diri anak.
B.
Sikap keagamaan yang menyimpangalam
Dalam
pandangan
psikologi agama, ajaran agama memuat norma-norma yang dijadikan pedoman oleh
pemeluknya dalam bersikap dan bertingkah laku. Norma-norma tersebut mengacu
kepada pencapaian nilai-nilai luhur yang mengacu kepada pembentukan kepribadian
dan hubungan sosial dalam upaya memenuhi ketaatan. Dengan demikian sikap
keagamaan merupakan kecendrungan untuk memenuhi tuntutan yang dimaksud.
Sikap keagamaan yang menyimpang
terjadi bila sikap seseorang terhadap kepercayaan dan keyakinan terhadap yang
dianut mengalami perubahan. Sikap keagamaan yang mrenyimpang sehubungan dengan
perubahan sikap tidak selalu berkonotasi buruk. Sikap kagamaan yang menyimpang
dari tradisi keagamaan yang cendrung keliru mungkin akan menimbulkan suatu
pemikiran dan gerakan pembaharuan. Sikap yang menentang merupakan sikap
keagamaan yang menyimpang, seseorang atau kelompok penganut suatu agama mungkin
saja bersikap toleran pada agama lain ataupun aliran lain yang berbeda dengan
aliran agama yang dianutnya. Masalah yang menyangkut keagamaan ini umumnya tergantung hubungan mengenai
kepercayaan dan keyakinan. Kepercayaan adalah tingkat pikir manusia dalam
mengalami proses berfikir yang telah dapat membebaskan manusia dari segala
unsur yang terdapat di luar fikirannya, sedangkan keyakinan adalah suatu
tingkat fikir yang dalam proses berfikir manusia telah menggnakan kepercayaan
dan keyakinan ajaran agama sebagai penyempurna proses, pencapaian kebenaran,
dan kenyataan yang terdapat di luarjangkauan berfikir manusia.kepercayaan dan
keyakinan merupakan hal yang abstrak sehingga, secara empirk sulit dibuktikan
secara nyata mengenai kebenarannya.
Sikap
keagamaan yang menyimpang dapat terjadi bila penyimpangan pada kedua tingkat
fikir, sehingga dapat memberi kepercayaan dan keyakinan baru pada seseorang
atau kelompok. Apabila tingkat fikir tersebut mencapai tingkat kepercayaan
serta keyakinan yang tidak sejalan dengan ajaran agama tertentu maka akan
terjadi sikap keagamaan yang menyimpang.sikap keagamaan yang menyimpang
cendrung didasarkan pada motif yang bersifat emosional yang lebih kuat
ketimbang aspek rasional.yasrif menyebutkan sebagai moralitas minimalis antara
lain
1. Berupa tindakan yang melanggar atau
melawan moral, dengan melakukan aneka kelakuan yang jahat, tak pantas atau tak
benar.
2. Tindakan mempermainkan prinsip atau
nilai-nilai moral itu sendiri dengan cara memutar balikkan atau mempermainkan
batas-batas moral antara baik dengan jahat, antara benar dengan salah, serta
antara pantas dengan tak pantas.
Pelaku
tindak korupsi bisa di kategorikan sebagai pribadi yang kurang memahami moral.
Secara harfiah, korupsi berarti kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak
jujuran, dapat di suap, tidak bermoral dan penyimpangan dari kesucian.korupsi
didefenisikan sebagai penyelewengan untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Dalam pendekatan psikologi, pelaku
tindak korupsi adalah sosok manusia yang telah kehilangan nurani dan kepekaan
sosialnya, perangkat indranya sudah kehilangan fungsinya serta nuraninya sudah
tertutup.gunnar Myrdal memandang bahwa korupsi tidak pernah membawa akibat
positif. Menurutnya akibat buruk korupasi terlihat pada antara lain:
1. Memperbesar masalah-masalah yang
menyangkut kurangnya hasrat untuk terjun di bidang uasaha yang lain.
2. Turunnya martabat pemerintah yang
membahayakan stabilitas politik.
3. Turunnya disisplin sosial.
Tindak
korupsi merupakan bagian dari sikap keagamaan yang menyimpang. Secara
psikologis, pelaku korupsi adalah pengidap kepribadian ganda. Di satu saat ia
merasa dirinya sebagai orang yang bermoral dan menghargai nilai-nilai ajaran
agama yang di anutnya, dan di sisi lain ia mendirikan dirinya sebagai pribadi
yang bebas dari keterikatan nilai-nilai luhur tersebut dan menganggap tindak
korupsi sebagai suatu yang wajar-wajar saja. Tindakan koruptif di nilai sebagai
gangguan jiwa. Perubahan sikap yang cepat ini disebut bipolar dalam ilmu
kedokteran.
C.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan yang
Menyimpang.
Sikap berfungsi untuk menggugah
motif untuk bertingkah laku, baik dalam bentuk tingkah laku nyata maupun
tingkah laku tertutup. Dengan demikian, sikap mempengaruhi dua bentuk reaksi
seseorang terhadap objek, yaitu dalam bentuk nyata dan terselubung. Karena
sikap diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh lingkungan, maka sikap akan bisa di ubah,
walaupun sulit.
Terjadinya
keagamaan yang menyimpang berkaitan erat dengan perubahan sikap. Beberapa teori
psikologis mengungkapkan mengenai perubahan sikap tersebut antara lain:
1. teori stimulus dan respons, yang
memandang manusia sebagai organisme menyamakan perubahan sikap dan proses
belajar. Menurut teori ini ada tiga variabel yang mempengaruhia terjadinya
perubahan sikap, yaitu perhatian, pengertian dan penerimaan mengacu kepada teori
ini, jika seseorang atau kelompok memiliki perhatian terhadap suatu objek dan
memahami objek yang dimaksud serta menerimanya, maka akan terjadi perubahan
sikap.
2. Teori pertimbangan sosial, dalam teori
ini perubahan sikap di tentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal yang mempengaruhi perubahan sikap adlah persepsi sosial, posisi
sosial dan proses belajar sosial. Sedangkan faktor eksternal terdiri atas
faktor penguatan, komunikasi persuasif. Harapan yang diinginkan, perubahan
sikap menurut teori ini di tentukan oleh keputusan-keputusan sosial sebagai
hasil interaksi faktor internal dan eksternal.
3. Teori konsistensi, menurut teori ini
perubahan sikap lebih di tentukan oleh faktor intren yang tujuannya untuk
menyeimbangkan antara sikap dan
perbuatan .
Dalam
kehidupan keagamaan barangkali perubahan sikap ini berhubungan dengan
konversi agama. Seseorang yang merasa
bahwa apa yang dilakukannya sebelumnya adalah keliru, berupaya untuk
mempertimbangkan sikapnya. Pertimbangan tersebut melalui proses dari munculnya
persoalan hingga tercapainya suatu keseimbangan. Keempat fase dalam terjadinya
perubahan sikap itu adalah:
1. Munculnya persoalan yang dihadapi.
2. Munculnya beberapa pengertian yang harus
dipilih.
3. Mengambil keputusan berdasarkan salah
satu pengertian yang dipilih.
4. Terjadi keseimbangan.
Perubahan
sikap seperti ini, menurut Heider
dilatarbelakangi oleh perasan senang dan tidak senang. Mengacu kepada teor ini
perubahan sikap yang menyangkut kehidupan beragama dapat terjadi oleh karena
adanya pengaruh dalam diri seseorang. Pengaruh tersebut menimbulkan persoalan
hingga terjadi ketidak seimbangan dalam batinnya. Untuk mengembalikan
keseimbangan semulai, adalah dengan cara memberikan kestabilan pada diri.
Kondisi tersebut dapat menimbulkan keharmonisan dan keseimbangan.
BAB III
KESIMPULAN
Problema
adalah masalah atau sesuatu yang keluar dari yang sebenarnya yang sesuai ideal
dengan kenyataan. Jiwa beragama adalah keinginan atau kemauan beragama. Jadi,
problema jiwa beragama adalah masalah berkeinginan dalam beragama. Jenis-jenis
problema jiwa beragama yaitu: munafik, sombong, iri, dengki, riya, tama’,
agnotisme, konversi agama dan lainnya. Sikap tersebut adalah sikap yang tidak
patut untuk di contoh.
Dalam pengertian umum, sikap dipandang sebagai
seperangkat reaksi-reaksi terhadap objek tertentu berdasarkan hasil penalaran,
pemahaman dan penghayatan individu. Dengan demikian, sikap terbentuk dari hasil
belajar dan pengalaman seseorang dan bukan pengaruh bawaan seseorang, serta
tergantung kepada objek tertentu. Sikap keagamaan yang menyimpang terjadi bila
sikap seseorang terhadap kepercayaan dan keyakinan terhadap yang dianut
mengalami perubahan. Sikap keagamaan yang mrenyimpang sehubungan dengan perubahan
sikap tidak selalu berkonotasi buruk. Sikap kagamaan yang menyimpang dari
tradisi keagamaan yang cendrung keliru mungkin akan menimbulkan suatu pemikiran
dan gerakan pembaharuan.
Sikap
berfungsi untuk menggugah motif untuk bertingkah laku, baik dalam bentuk
tingkah laku nyata maupun tingkah laku tertutup. Dengan demikian, sikap
mempengaruhi dua bentuk reaksi seseorang terhadap objek, yaitu dalam bentuk
nyata dan terselubung. Karena sikap diperoleh dari hasil belajar atau pengaruh lingkungan, maka sikap akan bisa di ubah,
walaupun sulit. STerjadinya keagamaan yang menyimpang berkaitan erat dengan
perubahan sikap.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. H. Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.
Philip G. Zimbardo, Psikologi Agama, Bandung, Grafindo, 1986.
No comments:
Post a Comment