Biografi Ibnu Rusyd
Fasl
Al-Maqal fi Ma Bain Al-Hikmat Wa Asy-Syari’at (perihal perkataan-perkataan
dalam hal kebijaksaan dan syariat)
Ibnu Rusyd atau
Averroes, dari detail lukisan Triunfo de Santo Tomás, karya artis
Florence abad ke-14 Andrea Bonaiuto.
Ibnu Rusyd (Ibnu Rushdi, Ibnu Rusyid, 1126
- Marrakesh, Maroko, 10 Desember 1198)
dalam bahasa Arab ابن رشد dan dalam bahasa Latin Averroes, adalah seorang filsuf dari Spanyol (Andalusia).
Ikhtisar
Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520
Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal
pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai
banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum,
matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja'far Harun
dan Ibnu Baja.
Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan
pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi
sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu Rusyd
dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat Aristoteles yang memengaruhi filsafat Kristen di
abad pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas.
Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran
dan masalah hukum.
Pemikiran Ibnu Rusyd
Karya-karya Ibnu Rusyd meliputi bidang filsafat, kedokteran dan fikih dalam
bentuk karangan, ulasan, essai dan resume. Hampir semua karya-karya Ibnu Rusyd
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin dan Ibrani (Yahudi) sehingga kemungkinan
besar karya-karya aslinya sudah tidak ada.
Filsafat Ibnu Rusyd ada dua, yaitu filsafat Ibnu Rusyd seperti yang
dipahami oleh orang Eropa pada abad pertengahan; dan filsafat Ibnu Rusyd
tentang akidah dan sikap keberagamaannya.
Karya
- Bidayat Al-Mujtahid (kitab ilmu fiqih)
- Kulliyaat fi At-Tib (buku kedokteran)
Perlu disampaikan
bahwa uraian-uraian pemikiran filsafat Ibnu Rusyd di atas belum
sepenuhnya dapat dijelaskan secara terperinci dan mendalam. Ibnu Rusyd
merupakan filosof muslim yang kaya dengan khasanah pemikiran-pemikiran yang
filosofis dan ilmiah, sehingga pemikiran dan karya-karyanya tidak hanya
dihargai di dunia Islam namun juga di dunia Barat yang ditandai dengan
munculnya gerakan Averroisme di Eropa. Penulis berkeyakinan bahwa filsafat itu
penting, untuk mengenal Tuhan lebih dalam, selain pendekatan keimanan, maupun
secara pendekatan ilmiyah dan logika. Filsafat Ibnu Rusyd menurut penulis tidak
ada yang bertentangan dengan ajaran Islam sebagaimana dikatakan oleh al-Ghazali
sebelumnya, namun berbeda pada penamaannya saja. Dalam perkataan lain tidak ada
yang salah dengan pemikiran Ibnu Rusyd dan tidak menolak pula apa yang
dijelaskan oleh al-Ghazali. Umat Islam jangan dan cepat mengambil kesimpulan
dan latah dalam memahami dan menilai Ibnu Rusyh. Ia adalah ulama besar Islam
yang patut dipuji yang telah banyak memberikan kontribusi terhadap kemajuan
Eropa dan umat Islam, kita berharap sosok Ibnu Rusyd bangkit di abad 21 ini.
A. PENDAHULUAN
Di Andalusia,
tepatnya di kota Cordova lahir seorang filosof Muslim terkenal bernama Ibnu
Rusyd. Ketika itu Andalusia (Spanyol) merupakan salah satu pusat peradaban
Islam yang maju dan cemerlang serta banyak menghasilkan ilmuan-ilmuan muslim
besar seperti Ibnu Bajjah dan Ibnu Thufail. Di sisi lain, Eropa (baca:
masyarakat kristen Eropa) masih berada dalam zaman kegelapan, kebodohan dan
terkungkung dalam hegemoni kekuasaan gereja (The dark middle ages), sehingga
dapat dilihat dalam konteks sejarah bahwa dengan munculnya peradaban Islam di
Andalusia, telah menjadi jembatan bagi Eropa untuk mengetahui dan mempelajari
Ilmu pengetahuan khususnya filsafat. Dengan demikian dunia Islam telah
memberikan kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa.
Sebagai seorang
filosof, Ibnu Rusyd banyak memberikan kontribusinya dalam khasanah dunia
filsafat, baik filsafat yang berasal dari Yunani maupun yang berasal dari
filosof-filosof muslim sebelumnya. Ibnu Rusyd dalam filsafatnya sangat
mengagumi filsafat Aristoteles dan banyak memberikan ulasan-ulasan atau
komentar terhadap filsafat Aristoteles sehingga ia terkenal sebagai komentator
Aristoteles.
Dalam makalah ini
sekilas akan diuraikan beberapa pemikiran filsafat Ibnu Rusyd, biografi dan
karyanya, tanggapan terhadap kritik al-Ghazali, di samping pengaruh
pemikirannya dalam ilmu pengetahuan yang kemudian memunculkan gerakan
Averroisme di Barat.
B. BIOGRAFI HIDUP DAN
KARYANYA
Nama lengkapnya Abu
al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd. Berasal dari keturunan Arab
kelahiran Andalusia. Ibnu Rusyd lahir di kota Cordova tahun 526-595 H atau
1126-1198 M. Ia lahir dan dibesarkan dalam keluarga ahli fiqh, ayahnya seorang
hakim. Demikian juga kakeknya sangat terkenal sebagai ahli fiqh. Sang kakek
dengan cucunya mempunyai nama yang sama, yaitu Abu al-Walid. Maka untuk
membedakannya, sang kakek dipanggil Abul Walid al-Jadd (kakek), sedang sang
cucu Abul Walid al-Hafidz.
Semenjak kecil Ibnu
Rusyd belajar ilmu fiqh, ilmu pasti dan ilmu kedokteran di Sevilla kemudian
berhenti dan pulang ke Cordova untuk melakukan studi, penelitian, membaca
buku-buku dan menulis.[3] Pada usia 18 tahun Ibnu Rusyd hijrah ke Maroko, di
sana ia belajar kepada Ibnu Thufail. Dalam bidang ilmu Tauhid (teologi) ia
berpegang pada paham Asy’ariyah dan hal ini tetap memberikan jalan baginya
untuk mempelajari ilmu filsafat. Ringkasnya Ibnu Rusyd adalah seorang yang ahli
dalam bidang filsafat, agama, syari’at, dan kedokteran yang terkenal pada masa
itu.[4] Pada tanggal 19 Shafar 595 H/10 Desember 1198 M, Ibnu Rusyd meninggal
dunia di kota Marakesh. Beberapa tahun setelah ia wafat, jenazahnya dipindahkan
ke kampung halamannya yaitu kota Cordova.
Menurut Ibrahim
Madkur, Ibnu Rusyd adalah filosof muslim besar periode terakhir dalam dunia
filsafat Islam.[5] Setelah wafatnya Ibnu Rusyd, secara berangsur-angsur
filsafat Islam mulai mengalami kemunduran, akibat kritikan tajam al-Ghazali
terhadap masalah-masalah filsafat dalam kitabnya Tahafut al-Falasifah. Ketika
budaya berfikir ala filsafat mulai dibenci dan banyak ditinggalkan umat Islam,
maka pemikiran-pemikiran filsafat beralih kepada Eropa yang dibawa dan
dikembangkan oleh murid-murid Ibnu Rusyd dari non-muslim. Berawal dari sini,
filsafat-filsafat Aristoteles dan Ibnu Rusyd akhirnya mulai berkembang di Eropa
secara perlahan-lahan walaupun pada awalnya mendapat kecaman yang keras dari
pihak Gereja. Namun pada akhirnya ilmu filsafat menjadi pintu gerbang bagi
Eropa dalam menyongsong peradaban yang maju dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Sebagai seorang
penulis produktif, Ibnu Rusyd banyak menghasilkan karya-karya dalam berbagai
disiplin keilmuan. Menurut Ernest Renan (1823-1892) karya Ibnu Rusyd mencapai
78 judul yang terdiri dari 39 judul tentang filsafat, 5 judul tentang kalam, 8
judul tentang fiqh, 20 judul tentang ilmu kedokteran, 4 judul tentang ilmu
falak, matematika dan astronomi, 2 judul tentang nahu dan sastra. Di antara
karya-karyanya yang terkenal, yaitu:
Tahafut al-Tahafut.
Buku yang terkenal dalam lapangan ilmu filsafat dan ilmu kalam. Buku ini merupakan
pembelaan Ibnu Rusyd terhadap kritikan al-Ghazali terhadap para filosof dan
masalah-masalah filsafat dalam bukunya yang berjudul Tahafut al-falasifah.
Al-Kasyf ‘an Manahij
al-‘Adillah fi ‘Aqaid ahl al-Millah. Buku yang menguraikan metode-metode demonstratif
yang berhubungan dengan keyakinan pemeluk agama.
Bidayah al-Mujtahid
wa Nihayah al-Muqtashid. Buku fiqh Islam yang berisi perbandingan mazhab
(aliran-aliran dalam fiqh dengan menyebutkan alasan masing-masing).
Fashl al-Maqal Fi Ma
Baina al-Himah Wa asy-Syirah Min al-Ittishal. Buku yang menjelaskan adanya
persesuaian antara filsafat dan syari’at.
Al-Mukhtashar
al-Mustashfa fi Ushul al-Ghazali. Ringkasan atas kitab al-Mustashfa al-Ghazali.
Risalah al-Kharaj.
Buku tentang perpajakan.
Kitab al-Kulliyah fi
al-Thibb. Ensiklopedia kedokteran.
Dhaminah li Mas’alah
al-‘Ilm al-Qadim. Buku apendiks mengenai ilmu qadimnya Tuhan yang terdapat
dalam buku Fashl al-Maqal.
Al-Da’awi. Buku
tentang hukum acara di pengadilan.
Makasih al-Mulk wa
al-Murbin al-Muharramah. Buku yang berisi tentang perusahaan-perusahaan negara
dan sistem-sistem ekonomi yang terlarang.
Durusun fi al-Fiqh.
Buku yang membahas beberapa masalah fiqh.
Buku-buku yang
disebutkan di atas merupakan karya asli dari pemikiran Ibnu Rusyd. Selain itu,
Ibnu Rusyd juga menghasilkan karya ulasan atau komentar terhadap karya
filosof-filosof sebelumnya seperti Ibnu Sina, Plato, Aristoteles, Galen dan
Porphiry, seperti: Urjazah fi al-Thibb, Kitab al- Hayawan, Syarh al-Sama’ wa
al-A’lam, Syarah Kitab Burhan, Talkhis Kitab al-Akhlaq li Aristhuthalis,
Jawami’ Siyasah Aflathun, dan sebagainya.
C. FILSAFAT IBNU
RUSYD
Sebagai komentator
Aristoteles tidak mengherankan jika pemikiran Ibnu Rusyd sangat dipengaruhi
oleh filosof Yunani kuno. Ibnu Rusyd menghabiskan waktunya untuk membuat syarah
atau komentar atas karya-karya Aristoteles, dan berusaha mengembalikan
pemikiran Aristoteles dalam bentuk aslinya. Di Eropa latin, Ibnu Rusyd terkenal
dengan nama Explainer (asy-Syarih) atau juru tafsir Aristoteles. Sebagai juru
tafsir martabatnya tak lebih rendah dari Alexandre d’Aphrodise (filosof yang
menafsirkan filsafat Aristoteles abad ke-2 Masehi) dan Thamestius.
Dalam beberapa hal
Ibnu Rusyd tidak sependapat dengan tokoh-tokoh filosof muslim sebelumnya,
seperti al-Farabi dan Ibnu Sina dalam memahami filsafat Aristoteles, walaupun
dalam beberapa persoalan filsafat ia tidak bisa lepas dari pendapat dari kedua
filosof muslim tersebut. Menurutnya pemikiran Aristoteles telah bercampur baur
dengan unsur-unsur Platonisme yang dibawa komentator-komentator Alexandria.
Oleh karena itu, Ibnu Rusyd dianggap berjasa besar dalam memurnikan kembali
filsafat Aristoteles. Atas saran gurunya Ibnu Thufail yang memintanya untuk
menerjemahkan fikiran-fikiran Aristoteles pada masa dinasti Muwahhidun tahun
557-559 H.
Namun demikian,
walaupun Ibnu Rusyd sangat mengagumi Aristoteles bukan berarti dalam
berfilsafat ia selalu mengekor dan menjiplak filsafat Aristoteles. Ibnu Rusyd
juga memiliki pandangan tersendiri dalam tema-tema filsafat yang menjadikannya
sebagai filosof Muslim besar dan terkenal pada masa klasik hingga sekarang.
Agama dan Filsafat
Ibnu Rusyd adalah
tokoh yang ingin mengharmoniskan agama dan filsafat. Di antaranya tidak
terdapat dua kebenaran yang kontradiktif, tetapi sebuah kebenaran tunggal yang
dihadirkan dalam bentuk agama, dan melalui takwil, menghasilkan pengetahuan
filsafat. Agama adalah bagi setiap orang, sedangkan filsafat hanya bagi mereka
yang memiliki kemampuan-kemampuan intelektual yang memadai. Meskipun demikian,
kebenaran yang dijangkau suatu kelompok tidaklah bertentangan dengan kebenaran
yang ditemukan kelompok lain.
Seperti al-Kindi,
Ibnu Rusyd juga berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah memperoleh pengetahuan
yang benar dan berbuat benar. Dalam hal ini, filsafat sesuai dengan agama.
Sebab tujuan agama-pun tidak lain adalah untuk menjamin pengetahuan yang benar
bagi umat manusia dan menunjukkan jalan yang benar bagi kehidupan yang
praktis. Dari sini dipahami bahwa Agama dan filsafat dalam pandangannya
adalah sejalan dan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mencapai pengetahuan
yang benar. Berfilsafat secara benar yaitu dengan menggunakan metode ilmu
mantiq yang benar pula, sehingga memunculkan pengetahuan yang tidak
bertentangan dengan ajaran agama. Dengan arti lain orang yang berfilsafat atau
filosof menggunakan logika untuk mencari kebenaran, ukuran kebenaran menurut
Rusyd adalah akal yang dihiasi oleh nilai-nilai agama.
Tingkat Kemampuan
manusia
Dalam membuktikan
kebenaran Ibnu Rusyd merumuskan perbedaan tingkat kapasitas dan kemampuan
manusia dalam menerima kebenaran menjadi tiga kelompok. Pertama adalah yang
menggunakan metode retorik (khathabi). Kedua metode dialektik (jadali) dan
ketiga metode demonstratif (burhani). Metode yang pertama dan kedua dipakai
oleh manusia awam, sedangkan metode yang ketiga merupakan pengkhususan yang
diperuntukkan bagi kelompok manusia yang tingkat intelektual dan daya kemampuan
berfikirnya tinggi.
Tingkat kemampuan
manusia ini terkait dengan masalah pembenaran atau pembuktian atas sesuatu yang
dipengaruhi oleh kapasitas intelektualnya. Ibnu Rusyd menjelaskan, bagi
manusia, adanya tingkatan pembuktian kebenaran secara burhani, jadali dan
khatabi, karena kemampuan manusia dalam menerima kebenaran itu berbeda-beda dan
beragam. Pengelompokan ini, menurut Ibnu Rusyd sesuai dengan semangat
al-Qur’an yang mengajarkan umat Islam untuk mengajak manusia kepada kebenaran
dengan jalan hikmah, pelajaran yang baik dan debat yang argumentatif. Allah
berfiran dalam surat an-Nahl ayat 125 berbunyi:
“Serulah (manusia)
kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Kebahagiaan
Konsep kebahagiaan
Ibnu Rusyd sejalan dengan ide al-Farabi dan Ibnu Sina yang menjelaskan bahwa
ilmu pengetahuan adalah jalan pencapaian dan kebahagiaan spiritual. Derajat
kesempurnaan tertinggi ialah jika seseorang menembus tabir dan melihat dirinya
aspek demi aspek di hadapan realitas-realitas. Ibnu Rusyd menolak jika
kesederhanaan dan kejumudan orang-orang tasawuf merupakan sarana untuk
menyendiri dan berhubungan dengan Tuhan. Ia menolak anggapan kaum sufi
mengemukakan bahwa kebahagiaan seseorang dapat dicapai tanpa ilmu
pengetahuan.
Ibnu Rusyd percaya
bahwa konsep kebahagiaan hanya dapat dicapai melalui akal aktual dan ilmu pengetahuan.
Lebih lanjut Ibnu Rusyd berpendapat bahwa sejak bayi dilahirkan, manusia sudah
membawa kesiapan untuk menerima pengetahuan-pengetahuan umum sehingga jika ia
mulai belajar, maka kesiapan ini berubah menjadi akal aktual. Akal ini selalu
berkembang dan meningkat sampai ia bisa berhubungan dengan akal yang tidak ada
pada benda dan daripadanya mengambil pancaran ilham. Akal yang sudah sampai
kepada tahap menerima pancaran ilham merupakan kesempurnaan tertinggi.
Sedangkan jalan yang akan menuntun untuk mencapainya, ialah perkembangan segala
pengetahuan dan peningkatan persepsi manusia. Karena ilmu pengetahuan
semata-mata adalah jalan kebahagiaan dan hubungan dengan alam akal dan alam
ruh.
Akal dan Jiwa Manusia
Manusia menurut Ibnu
Rusyd, mempunyai dua gambaran yang dalam bahasa Arab disebut ma’ani. Kedua
gambaran itu dinamakan percept (perasaan) dan concept (pikiran). Perasaan
adalah gambaran khusus yang dapat diperoleh dengan pengalaman yang berasal dari
materi. Ibnu Rusyd memberi perbedaan antara perasaan dan akal. Pemisahan ini
memperlihatkan kecenderungan Ibnu Rusyd dalam memisahkan antara pengetahuan
akali (aqli) dengan pengetahuan inderawi (naqli). Dengan sendirinya kedua
pengetahuan ini berbeda dalam hal cara manusia memperolehnya. Pengetahuan
inderawi diperoleh dengan percept (perasaan), sedangkan pengetahuan aqli
diperoleh lewat akal, pemahamannya dilakukan dengan penalaran atau pikiran.
Akal sendiri dibagi
menjadi dua jenis, yang pertama disebut akal praktis dan yang kedua adalah akal
teoritis. Akal praktis memiliki fungsi sensasi, di mana akal ini dimiliki oleh
semua manusia. Di samping memiliki fungsi sensasi, akal praktis juga memiliki
pengalaman dan ingatan. Sedangkan akal teoritis mempunyai tugas untuk
memperoleh pemahaman (konsepsi) yang bersifat universal. Penulis yakin
pendapat Rusyd logis dan tepat, fakta membuktikan perkembangan akal manusia
menunjukkan benar adanya, buktinya dari sekian banyak manusia tidak semuanya
berfikir sama dan cara mengambil kesimpulanpun berbeda pula, tergantung pada
tingkat kecerdasan intelektualis manusia tersebut.
D. TANGGAPAN ATAS
PENDAPAT AL-GHAZALI
Seperti diketahui,
al-Ghazali dalam buku Tahafut al-Falasifah telah menyerang para filosof.
Sedikitnya ada dua puluh persoalan yang diuraikan al-Ghazali berkenaan dengan
kerancuan berfikir mereka. Tiga di antaranya, menurut al-Ghazali, menyebabkan
para filosof telah kufur. Sebagai filosof, Ibnu Rusyd merasa berkewajiban
membela para filosof dan pemikiran mereka dan mendudukkan masalah tersebut pada
proporsinya. Dari sini muncullah karyanya berjudul Tahafut al-tahafut sebagai
sanggahan pendapat al-Ghazali, bahkan mengisayaratkan bahwa al-Ghazali lah yang
sebenarnya kacau dalam berfikirnya.
Tiga masalah filsafat
yang menyebabkan kekafiran para filosof menurut al-Ghazali ialah qadimnya alam,
Tuhan tidak mengetahui rincian yang terjadi di alam (juz’iyyat), dan
kebangkitan jasmani. Berikut tanggapan Ibnu Rusyd terhadap kritikan al-Ghazali
mengenai tiga masalah tersebut.
1. Qadimnya Alam
Ibnu Rusyd
menjelaskan, perselisihan yang terjadi antara kaum teolog dengan kaum filosof
klasik mengenai persoalan apakah alam semesta ini qadim (ada tanpa permulaan)
atau hadits (ada setelah tiada) sebagaimana pendapat al-Ghazali. Menurut Rusyd
dari yang tidak ada tidak mungkin menjadi ada, tetapi mungkin terjadi adalah
“ada” yang berubah menjadi “ada” dalam bentuk lain. Lebih lanjut Rusyd
mengatakan tidak ada ayat yang menunjukkan bahwa Tuhan pada mulanya berwujud
sendiri, yaitu tidak ada wujud selain Allah dan kemudian barulah dijadikan
alam, seperti tersebut dalam surat Hud ayat 7 berikut ini:
”Dan Dia-lah yang
menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah singgasana-Nya (sebelum
itu) di atas air, agar dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik
amalnya ". (lihat juga Q.S. Fusilat ayat 11 dan al-Ambiya ayat 30
serta Ibrahim ayat 47-48).
Inti dari ayat di
atas menurut pemahamn Ibnu Rusyd adalah sebelum adanya wujud langit dan bumi
telah ada wujud lain yaitu air atau uap, kemudian Allah menciptakan bumi dengan
air atau uap tersebut. Memang alam ini betul diwujudkan atau diciptakan kata
Rusyd, tetapi diwujudkan secara terus menerus, artinya penciptaan itu terus
menerus setiap saat dalam bentuk perubahan alam yang berkelanjutan, semua
bagian alam akan berubah dalam bentuk baru menggantikan bentuk lama. Pencipta
alam hanya dilakukan sekali saja.
Adapun keabadian alam
ini menurut Rusyd ada dua macam keabadian yaitu keabadian dengan sebab dan
keabadian tanpa sebab. Hanya Tuhan yang abadi tanpa sebab, sedangkan alam
menjadi abadi tetapi dengan adanya sebab atau perantara.
Penulis melihat
perbedaan pendapat al-Ghazali dan teolog lainnya dengan pemikiran Ibnu Rusyd
hanya pada penamaan saja, tetapi subtansinya tidak ada beda satu sama lain.
Penulis yakin tidak ada yang salah dengan Ibnu Rusyd, barangkali berbeda sudut
pandang saja. Andaikata mereka hidup dalam satu zaman mungkin perdebatan itu
tidak akan terjadi, sebab mereka sendiri pada dasarnya sepakat tentang adanya
tiga macam wujud yaitu: Sisi wujud yang pertama adalah: Wujud yang tercipta
dari sesuatu di luar dirinya sendiri dan berasal dari sesuatu yang berbeda,
yang tercipta dari bahan (materi) tertentu dan didahului oleh zaman. Inilah
kondisi benda-benda wujud yang tertangkap indera seperti air, udara, bumi,
hewan tumbuhan dan sebagainya. Wujud ini disepakati untuk menamakannya sebagai
sesuatu yang muhdatsah (tercipta setelah tidak ada).
Sisi wujud yang kedua
berseberangan dengan sisi tersebut di atas adalah wujud yang keberadaannya
tidak berasal dari sesuatu apapun, tidak disebabkan oleh sesuatu apapun juga
dan tidak didahului oleh zaman. Sisi wujud ini juga disepakati, untuk
menamakannya sebagai yang qadim (ada tanpa permulaan). Wujud ini adalah Allah
Ta’ala, penggerak sesuatu yang ada.
Ketiga sisi wujud
yang di antara keduanya yaitu: wujud yang keberadaannya tidak berasal dari
sesuatu apapun, tidak didahului oleh zaman, akan tetapi keberadaannya
disebabkan oleh suatu penggerak. Sisi wujud ini adalah alam semesta dengan
segala perangkatnya. Mereka semua setuju adanya tiga sifat tersebut pada alam
semesta. Para teolog mengakui bahwa zaman tidak mendahului alam semesta, karena
zaman adalah sesuatu yang menyertai gerak dan benda. Jadi letak permasalahannya
adalah sisi wujud yang pertengahan ini menempati dan memiliki persamaan dengan
wujud yang muhdats maupun wujud yang qadim.
2. Pengetahuan Tuhan
Dalam masalah
pengetahuan Tuhan, al-Ghazali menuduh para filosof berpendirian bahwa Tuhan
tidak mengetahui hal-hal yang kecil, kecuali dengan cara yang kulliyat (umum,
universal). Ibnu Rusyd menjawab tuduhan al-Ghazali ini telah salah paham
terhadap pendapat filosof. Ibnu Rusyd meluruskan, pendapat filosof adalah bahwa
pengetahuan Tuhan tentang rincian (juz’iyyat) berbeda dengan pengetahuan
manusia.
Pengetahuan manusia
adalah mengambil bentuk efek, yaitu melalui yang ditangkapnya oleh panca
indera, sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan sebab bagi terwujudnya rincian
tersebut. Karena itu, pengetahuan manusia bersifat baharu dan pengetahuan Tuhan
bersifat qadim, yaitu semenjak azalinya. Tuhan mengetahui segala hal yang
terjadi di alam ini. Namun begitu, pengetahuan Tuhan tidak dapat diberi
sifat-sifat kulliyat atau juz’iyyat, karena sifat-sifat yang demikian hanya
dapat dikaitkan kepada makhluk saja. Secara pasti, pengetahuan Tuhan tidak
dapat diketahui kecuali oleh Tuhan sendiri.
3. Kebangkitan
Jasmani
Al-Ghazali
menjelaskan dalam Tahafut al-Falasifah para filosof mengatakan bahwa
kebangkitan di akhirat nanti adalah bersifat rohani. Maksudnya manusia akan
menerima balasan baik atau buruk adalah rohaninya bukan jasmani, sementara
pandangan al-Ghazali adalah jasmani dan juga rohani.
Menanggapi masalah di
atas, Ibnu Rusyd menyatakan bahwa kebangkitan rohani berdasarkan pendapat para
filosof merupakan ta’wil (interpretasi) yang tidak perlu dipermasalahkan karena
yang terpenting bahwa para filosof juga meyakini adanya hari kebangkitan dan
tidak mengingkarinya. Pengingkaran terhadap hari kebangkitan yang dapat
dikategorikan kafir, bukan pada eksistensi kebangkitannya. Rusyd dalam hal
ini cendrung berpendapat bahwa kemungkinan rohani saja, namun ada kemungkinan
juga beserta jasmani, tetapi bukan lagi jasmani duniawi yang telah fana, tetapi
jasmani lain.
Sementara baik para
filosof maupun sufi sepakat bahwa puncak kebahagiaan adalah pada rohaninya dan
bukan pada materinya. Meskipun demikian, Ibnu Rusyd sendiri tidak menolak
kemungkinan adanya kebangkitan jasmani juga, karena tidak ada yang tidak
mungkin dilakukan oleh Allah SWT. Bagi orang awam (khatabi, jadali) yang masih
berfikir sederhana dan belum mampu menangkap pesan-pesan al-Qur’an secara
abstrak, penggambaran jasmani adalah untuk memotivasi mereka agar melakukan
perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jahat.
E. GERAKAN AVERROISME
DI EROPA
Averroisme merupakan
istilah yang digunakan untuk menunjukkan penafsiran filsafat Aristoteles yang
dikembangkan Ibnu Rusyd oleh pemikir-pemikir Barat-Latin, atau juga disebut
gerakan intelektual yang berkembang di Barat pada abad ke 13-17.
Kontak Eropa dengan
pemikiran Ibnu Rusyd bermula dari sikap pemerintah al-Muwahhidun setelah
kematian Abu Ya’cub tahun 1184 M, seterusnya digantikan oleh putranya Abu Yusuf
al-Mansur. Ia terpengaruh oleh fitnah orang yang tidak suka kepada Ibnu Rusyd,
sehingga beliau ditangkap dan disingkirkan ke Lucena di selatan Cardova.
Pemerintah juga memerintahkan untuk membakar semua karyanya dan sekaligus
melarang membaca karya-karyanya. Beberapa pengikut setia dari muridnya
seperti Maimunides, Joseph Benjehovah, bangsa Yahudi ini menyambut Rusyd dengan
rasa kecintaan di Lucena. Di sini Ibnu Rusyd melanjutkan pekerjaannya mengajar
dan mengarang, umumnya murid beliau adalah bangsa Yahudi.
Pemikirannya terus
berkembang di Eropa dengan diterjemahnya buku-buku Rusyd dari bahasa Arab ke
bahasa latin dan Ibrani, selanjutnya menggoncangkan sosio-religius yang selama
ini telah merantai akal mereka dengan kebijakan gereja.
Pengaruh Ibnu Rusyd
ini semakin menunjukkan bentuknya dengan munculnya gerakan Averroisme di Barat
yang mencoba mengembangkan gagasan-gagasan Ibnu Rusyd yang rasional dan
ilmiyah. Pada mulanya istilah ini dimaksudkan sebagai bentuk penghinaan
terhadap pendukungnya. Tidak seorang pun yang berani dengan tegas menyatakan
dirinya sebagai pendukung Averroisme. Barulah setelah masa Johannes Jandun
(1328) yang pertama kali menegaskan dirinya secara terbuka sebagai pengikut
Averroisme dan diikuti oleh Urban dari Bologna (1334) serta Paul dari Venesia (1429),
para pendukung pemikiran Ibnu Rusyd lainnya mulai berani secara terang-terangan
menyatakan pendirian mereka.
Tokoh yang terkenal
sebagai pelopor Averroisme adalah Siger de Brabant (1235-1282) dan diikuti oleh
murid-muridnya seperti Boethius de Decie, Berner van Nijvel dan Antonius van
Parma. Para mahasiswa tersebut mempelajari, meneliti dan menela’ah
karya-karya ulasan Ibnu Rusyd terhadap filsafat Aristoteles. Landasan
rasionalitas yang dikembangkan Ibnu Rusyd ternyata sangat menarik perhatian
mereka. Timbul kesadaran di kalangan sarjana-sarjana Barat untuk mengoptimalkan
penggunaan akal dan meninggalkan paham-paham yang bertentangan dengan semangat
rasional. Pada gilirannya Barat bangkit dari keterpurukan menuju puncak
pengetahuan, sehingga Nouruzzaman mengatakan Spanyol sebagai jembatan
penyebrangan muslim ke Barat.
Ajaran-ajaran mereka
yang terilhami oleh pemikiran Ibnu Rusyd antara lain adalah pandangan mereka
tentang pembuktian keberadaan Tuhan dengan teori gerak. Sama dengan Ibnu Rusyd,
mereka memandang bahwa segala sesuatu di dunia ini mesti ada yang
menggerakkannya. Karena tidak mungkin ada rentetan gerak yang tiada hentinya
itu tanpa ada penggeraknya, maka sampailah mereka pada kesimpulan adanya
penggerak utama. Itulah yang dalam bahasa Ibnu Rusyd disebut al-Muharrik
al-Awwal (Tuhan) atau Prima Causa menurut Aristoteles.
Berdasarkan pandangan
ini, mereka juga mengikuti Ibnu Rusyd dalam pandangan mereka tentang teori
kausalitas. Meskipun Tuhan adalah penyebab segala sesuatu, Tuhan hanyalah
menciptakan akal pertama saja, sedangkan secara seterusnya diciptakan oleh
akal-akal berikutnya. Inilah yang dimaksud Ibnu Rusyd dengan hukum-hukum alam
terhadap penciptaan Tuhan. Jadi, sebagaimana Ibnu Rusyd, mereka memahami bahwa
penciptaan Tuhan terhadap segala sesuatu bukanlah secara langsung, tetapi
melalui hukum-hukum alam yang tetap yang telah diciptakan-Nya terhadap segala
ciptaan-Nya tersebut
Pada tahun 1270,
paham Averroisme yang diajarkan Siger van Brabant dan murid-muridnya diharamkan
oleh gereja. Para penguasa Kristen ketika itu menganggap ajaran Ibnu Rusyd
berbahaya bagi akidah orang Kristen. Lalu pada tahun 1277 M pandangan-pandangan
Averroisme secara resmi dilarang di Paris melalui sebuah undang-undang yang
dikeluarkan gereja. Siger van Brabant sendiri akhirnya dihukum mati oleh gereja
tujuh tahun kemudian. Pada tahun-tahun berikutnya, Paus semakin meningkatkan
aksinya menentang universitas yang mengajarkan pemikiran Aristoteles dan Ibnu
Rusyd. Banyak tokoh-tokoh Averroisme dihukum dan buku-buku karangan Ibnu Rusyd
dibakar. Selama tahun 1481-1801, tidak kurang dari 340.000 pengikut Rusyd
dihukum, dan hamper 32.000 diantaranya dibakar hidup-hidup. Pendapat lain
mengatakan sejak tahun 1481-1499 pengikut Rusyd telah dibakar sebanyak 10.022
orang dan 66.860 orang dihukum gantung serta 97.023 orang duhukum dengan
berbagai sisksaan.
Namun demikian,
larangan dan kutukan gereja terhadap Averroisme tidak membuat surut
perkembangan gerakan intelektual ini, malah sebaliknya semakin menyebar ke
berbagai wilayah lainnya di Eropa. Apalagi setelah Johannes mengeluarkan
statemen bahwa Averroisme itu benar, kitab Suci juga benar, baginya kebenaran
ada dua yaitu kebenaran filosofis dan kebenaran teologi.
Gerakan Averroisme yang
ditandai oleh semangat rasional inilah yang yang melahirkan renaisans di Eropa,
artinya kebangkitan Eropa dalam bidang ilmu pengetahuan warisan Yunani dan
Romawi yang pernah padam. Sekaligus melepaskan keterikatan dengan gereja
sebagai agama mayoritas Eropa. Era renaisans Eropa muncul pada abad ke-14
hingga sekitar pertengahan abad ke-17.
Inti renaisans adalah
mengangkat kembali kedaulatan manusia yang telah dirampas oleh Dewa dan
motologi dalam waktu yang berabad-abad lamanya. Kehidupan berpusat pada manusia
bukan pada Tuhan. Tokoh-tokoh Averroisme meyakini kebenaran pandangan Ibnu
Rusyd tentang keharmonisan antara akal dan wahyu, filsafat dan agama,
menimbulkan kesadaran bagi mereka untuk mempelajari filsafat dan ilmu
pengetahuan sebagai warisan dari peradaban Yunani dan Islam.
No comments:
Post a Comment