Motivasi Masyarakat Mengikuti Kegiatan Dakwah di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru
A. Latar Belakang Masalah
Pengajian merupakan salah satu wadah pembentuk jiwa dan kepribadian yang agamis yang berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh gerak aktivitas kehidupan umat Islam, maka sudah selayaknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islami mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat, sehingga tercipta insan-insan yang memiliki keseimbangan antara potensi intelektual dan mental spiritual dalam upaya menghadapi perubahan zaman yang semakin mengglobal dan maju.
Adanya pengajian di tengah-tengah masyarakat bertujuan untuk menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong pengalaman ajaran agama, sebagai ajang silaturahmi anggota masyarakat, dan untuk meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jamaahnya pengajian juga berguna untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama dalam rangka membentuk masyarakat yang bertakwa kepada Allah SWT, menjadi taman rohani, ajang silaturrahim antara sesama muslim, dan menyampaikan gagasan-gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan umat dan bangsa.
Selain sebagai Institusi Pendidikan Islam non-formal, pengajian juga merupakan lembaga dakwah yang memiliki peran strategis dan penting dalam pengembangan kehidupan beragama bagi masyarakat. Pengajian sebagai Institusi Pendidikan Islam yang berbasis masyarakat memiliki peran yang strategis terutama terletak pada upayanya mewujudkan learning society, suatu masyarakat yang memiliki tradisi belajar tanpa di batasi oleh usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan dapat menjadi wahana belajar, serta menyampaikan pesan-pesan keagamaan, wadah mengembangkan silaturrahmi dan berbagai kegiatan kegamaan lainnya, bagi semua lapisan masyarakat.
Islam sebagai agama yang menjadi pedoman hidup bagi manusia mencakup seluruh kehidupan manusia. Di samping sebagai pedoman hidup, Islam menurut para pemeluknya juga sebagai ajaran yang harus di da’wahkan dan memberikan pemahaman berbagai ajaran yang terkandung di dalamnya. Sarana yang dapat dilakukan dalam mentranspormasikan nilai-nilai agama tersebut antara lain melalui pengajian yang berfungsi memberikan pemahaman tentang nilai-nilai ajaran tersebut. Hal ini dilakukan sebagaimana firman Allah dalam Surat An-Nahl ayat 125.
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah [845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.
Di dalam Al-Quran diterangkan, sekalipun Islam menekankan tanggung jawab perseorangan dan peribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagai asas, ia tidaklah mengabaikan tanggung jawab sosial yang menjadikan masyarakat sebagai masyarakat yang solidaritas, berpadu dan bekerja sama membina dan mempertahankan kebaikan.
Menurut Hasan bin Al-Hiujazi, masyarakat memiliki peranan yang besar dalam membina individu. Setiap individu akan terpola dalam masyarakat dan terpengaruh oleh apa yang ada didalamnya baik berupa pemikiran maupun tingkah laku.
Adanya pengajian yang semakin maraknya saat ini, tentu saja memiliki dampak positif bagi kehidupan masyarakat baik dalam kehidupan jamaahnya maupun masyarakat umum dalam tingkah laku sehari-hari. Ajaran Islam yang terus berjalan secara tradisional seperti pengajian rutin yang dilaksanakan setiap hari minggu di Mesjid At-Taubah merupakan suatu tindakan yang positif, ini merupakan sebuah wadah untuk membentuk akhlak dan meningkatkan ketauhidan seseorang yang selama ini bisa dikatakan sudah mengalami kemerosotan moral. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan mengapa pengajian setiap hari minggu di Mesjid At-Taubah patut dijadikan sebagai landasan dasar untuk dibahas dalam skiripsi ini. Pertama, pengajian setiap hari minggu ini sudah berjalan tujuh tahun namun jamaah tidak pernah berkurang. Menurut hasil wawancara dengan bapak Arwin Siregar (pendiri Mesjid At-Taubah) pada tahun 2014 hingga sekarang jamaah pengajian dimesjid At-Taubah ± 90 orang, yang pada awalnya hanya berkisar 30 sampai 50 orang. Secara tidak langsung pengajian rutin ini memiliki nilai ketertarikan tersendiri. Selain itu jamaah pengajian At-Taubah di nilai semangat dalam mengikuti pengajian dilihat dari ke aktipan mereka dalam bertanyak tentang materi yang disampaikan da’i nya.
Pengajian ini juga menjadi tolak ukur kebutuhan masyarakat di sekitar mesjid At-Taubah Sabungan Jae. Pelaksanaannya masih sederhana seperti di daerah lain, lebih jelasnya pengajian itu di awali dengan pembacaan kitab suci Al-Quran secara tartil, ceramah agama, tanyak jawab, kemudian di tutup dengan do’a bersama yang dipandu oleh pembawa acara.
Kedua, jamaah pengajian ini sebagian besar bukan penduduk asli Sabungan Jae melainkan pendatang dari desa lain seperti Siarangkarang, kampung marancar, parsalakan dll. Padahal kalau ditinjau di lapangan hususnya di kota Padangsidimpuan banyak pengajian-pengajian rutin yang berbasis Islam, seperti pengajian di Mesjid Raya lama kota padangsidimpuan yang diadakan setiap hari minggu pagi, pegajian wirid yasin ibu-ibu kota padangsidimpuian, bahkan di kampung-kampung banyak pengajian rutin tentang keagamaan.
Ketiga, pengajian ini berjalan dengan sukses ditengah keberadaan masyarakat yang diketahui secara umum memiliki kesibukan yang konplek seperti pedagang, buruh, petani dll.
Dari penomena di atas menurut hemat penulis, ada sesuatu yang menarik untuk diteliti lebih lanjut. Banyaknya jama’ah yang mengikuti pengajian di Mesjid At-Taubah terbukti mengindikasikan tentang adanya sebuah dorongan atau motiv tertentu dalam diri masyarakat sehingga banyak orang mengikuti kegiatan pengajian dan aktif menjadi jamaah dalam rangka belajar ilmu agama, atas dasar inilah penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dengan judul “Motivasi Masyarakat Mengikuti Kegiatan Dakwah di Mesjid At-Taubah Sabungn Jae Kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru”.
B. Batasan Istilah
Guna menghindari kesalahpahaman dan keraguan terhadap istilah-istilah yang terdapat dalam skripsi ini, maka penulis merasa perlu memberikan penjelasan-penjelasan istilah sebagai berikut:
1. Motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Motivasi yang dimaksud disini adalah dorongan masyarakat Kota Padangsidimpuan mengikuti pengajian rutin yang dilaksanakan di mesjid At-Taubah.
2. Masyarakat Menurut mayo dalam kutipan Aisyah Nur mendefenisikan masyarakat dapat di artikan dalam dua konsep, yaitu masyarakat sebagai tempat bersama dan masyarakat sebagai kepentingan bersama berdasarkan kebudayaan dan identitas. Dengan demikian berdasarkan pengertian diatas bahwa dalam penelitian ini yang dimaksud masyarakat adalah warga yang tinggal/berada di kota padangsidmpuan khususnya dikelurahan Sabungan Jae yang ikut serta dalam mengikuti pengajian rutin yang dilaksanakan di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru.
3. Kegiatan dakwah ialah segala kegiatan yang berbasis Islam baik ia dilaksanakan secara individual atau kelompok. Kegiatan dakwah yang dimaksud disini adalah khusus pengajian, sedangkan pengajian dalam penelitian ini pengajian rutin yang dilakasanakan di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae setiap hari Minggu.
4. Mesjid adalah tempat beribadah umat Islam, namun masjid bukan hanya tempat untuk shalat saja, dapat juga dipergunakan untuk kepentingan sosial, misalnya tempat belajar. Jadi dalam penelitian ini adalah mesjid sebagai tempat ibadah ummat Islam dan melakukan kegiatan dakwah lainnya seperti pengajian yaitu di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru.
5. Sabungan Jae adalah salah satu Kelurahan di Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru. Dalam hal ini yang diteliti adalah jamah yang aktif dalam mengikuti pengajian rutin yang dilaksanakan di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae Kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah apa motivasi masyarakat mengikuti kegiatan dakwah di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru yang dilaksanakan setiap hari minggu.
D. Tujuan Penelitian
Mengetahui apa motivasi masyarakat mengikuti kegiatan dakwah di mesjid At-Taubah sabungan jae kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru yang dilaksanakan setiap hari minggu.
E. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai:
1. Bahan pertimbangan bagi da’i khususnya dan umumnya seluruh para da’i di kota padangsidimpuan dalam meberikan pembinaan sehubungan dengan pemberian motivasi terhadap Mad’u/jamaah pengajian.
2. Bahan masukan bagi da’i di Mesjid At-Taubah, dalam upaya memberikan motivasi terhadap seluruh jamaahnya di pengajian At-Taubah Sabungan Jae.
3. Langkah awal bagi penulis dalam melaksanakan penelitian, dalam rangka melatih dan menganalisa pembahasan penelitian ini.
4. Bahan pertimbangan bagi kalangan yang ingin melakukan penelitian pada permasalah yang berkenaan dengan penelitian ini.
F. Tinjauan Pustaka
1. Kajian Terdahulu
Studi pendahuluan juga dapat membantu peneliti untuk menentukan cara pengolahan dan analisis data yang sesuai digunakan, yaitu berdasarkan perbandingan terhadap apa yang telah dilakukan para peneliti sebelumnya. Adapun penelitian terdahulu yang sudah pernah dilakukan diantaranya adalah:
a. Endang Sih Handayani, “Motivasi Ibu-Ibu Mengikuti Pengajian Muslimat NU di Troso Kecamatan Karanganon Kabupaten Klaten”, penelitian ini berbentuk Skripsi yang dibuat pada tahun 2009. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Motivasi ibu-ibu mengikuti pengajian muslimat NU di desa Troso Kecamatan Karanganon Kabupaten Klaten secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua kategori, yakni mengikuti pengajian dengan motivasi sosiogenesis dan mengikuti pengajian dengan motivasi theogenesis baik dengan motivasi tunggal maupun dengan motivasi ganda.
b. Ahmad Indrajet, “Motivasi Masyarakat Dalam Mengikuti Pengajian Di Majelis Ta’lim Pondok Pesantren Metal Rejoso”, penelitian ini berbentuk Skripsi yang dibuat pada tahun 2009. Hasil penelitian ini menemukan bahwa motivasi masyarakat dalam mengikuti pengajian di majelis ta’lim
Pondok Pesantren Metal Rejoso Pasuruan adalah adanya ketergantungan terhadap kyai atau bisa dikatakan sebagai da’i seperti kiyai Bakar. Kyai Bakar merupakan salah satu faktor pendorong masyarakat termotivasi mengikuti pengajian ini. Sosok kiyai Bakar dengan keluasan dan pengetahuan ilmu agama yang mempunyai, kesahajaan, kesederhanaan, dan kerendahan hati serta kebijaksanaan dalam pilihan kata dalam setiap pelajaran agamanya merupakan hal yang menjadi pertimbangan masyarakat mengikuti pengajian ini.
Dalam penelitian ini, peneiti melihat objek kajian yang beda dengan kajian terdahulu, kajian pertama membahas tentang tingkatan motivasi bagi masyarakat dalam mengikuti pengajian, sedangkan dalam penelitian ini lebih mempokuskan tentang alasan termotivasinya masyarakat kota Padangsidipuan mengikuti pengajian tersebut.
Kedua, penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada permasalahan dan kelebihan seorang dai, sedangkan dalam penelitian ini lebih fokus untuk jamaah pengajian di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae.
2. Landasan Teori
a. Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa Latin, movere yang berarti bergerak atau bahasa Inggrisnya to move. Motiv diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri organisme yang mendorong untuk berbuat (driving force).
Jadi motivasi adalah keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Sedang menurut Plotnik, motivasi mengacu pada berbagai faktor fisiologi dan psikologi yang menyebabkan seseorang melakukan aktivitas dengan cara yang spesifik pada waktu tertentu.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) penggerak seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
b. Kebutuhan dan Teori Tentang Motivasi
Apa dorongan seseorang melakukan suatu aktivitas? Pertanyaan ini cukup mendasar untuk mengkaji soal teori tentang motivasi. Dari pertanyaan itu kemudian memunculkan pertanyaan adanya “Biogenic Theories” dan “Sociogenic Theories”. “Biogenic Theories” yang menyangkut proses biologis, seperti insting dan kebutuhan-kebutuha biologis. Sedangkan yang “Biogenic Theories” lebih menekankan adanya pengaruh kebudayaan/kehidupan masyarakat. Arti kedua pandangan itu dalam perkembangannya akan menyangkut persoalan-persoalan insting, fisikologis, dan pola-pola kebudayaan.
Menurut Morgan manusia hidup dengan berbagai kebutuhan, yaitu:
1) Kebutuhan untuk berbuat sesuatu untuk sesuatu aktivitas
Hal ini sangat penting bagi seseorang, karena perbuatan sendiri itu mengandung suatu kegembiraan baginya. Hal ini dapat dihubungkan denga suatu kegiatan belajar bahwa pekerjaan atau belajar itu akan berhasil kalau disertai dengan rasa gembira.
2) Kebutuhan untuk menyenangkan orang lain
Banyak orang yang dalam kehidupannya memiliki motivasi untuk banyak berbuat sesuatu demi untuk orang lain. Harga diri seseorang dapat di nilai dari berhasil tidaknya usaha memberikan kesenangan pada orang lain. Hal ini sudah barang tentu merupakan kepuasan dan kebahagiaan tersendiri bagi orang yang melakukan kegiatan tersebut.
3) Kebutuhan untuk mencapai hasil
Sesuatu pekerjaan atau kegiatan belajar itu akan berhasil baik kalau disertai dengan pujian. Aspek pujian ini merupakan dorongan bagi seseorang untuk bekerja dan belajar dengan giat. Apabila hasil pekrjaan atau belajar itu tidak di hiraukan orang lain, guru, atau orang tua misalnya, boleh jadi kegiatan seseorang akan berkurang, dalam kegiatan belajar mengajar perlu di kembangkan unsur reinforcement.
4) Kebutuhan untuk mengatasi kesulitan
Suatu kesulitan atau hambatan mungkin cacat, mungkin menimbulkan rasa rendah diri, tapi hal ini menjadi dorongan untuk mencari konpensasi dengan usaha yang tekun dan luar biasa, sehinga tercapai keunggulan/kelebihan dalam bidang tertentu. Sikap seseorang dalam kesulitan atau hambatan ini sebenarnya banyak tergantung pada keadaan dan sikap lingkungan. Sehubunga dengan ini maka peranan motivasi sangat penting dalam upaya menciftakan kondisi-kondisi tertentu yang lebih kondusif bagi mereka untuk berusaha agar memperoleh keunggulan.
Relevan dengan soal kebutuhan itu maka timbullah teori tentang motivasi. Teori tentang motivasi ini lahir dan awal pekembangannya ada di kalangan para pisikolog. Ada beberapa macam teori tentang motivasi, yaitu:
1) Teori Insentif, yaitu teori yang mengatakan bahwa seseorang akan bergerak atau mengambil tindakan karena ada insentif yang akan dia dapatkan, misalnya, Anda mau bekerja dari pada sampai sore karena anda tahu bahwa Anda akan mendapatkan intensif berupa gaji. Jika anda tahu akan mendapatkan penghargaan, maka Anda pun akan bekerja lebih giat lagi.
2) Dorongan Bilogis, dalam hal ini yang dimaksud bukan hanya masalah seksual saja. Termasuk di dalamnya dorongan makan dan minum. Saat ada sebuah pemicu atau rangsangan, tubuh kita akan bereaksi, sebagai contoh: saat kita sedang haus, kita akan lebih haus lagi saat melihat segelas sirup dingin kesukaan Anda. Bisa dikatakan ini adalah dorongan fitrah atau bawaan kita sejak lahir untuk mempertahankan hidup dan keberlangsungan hidup.
3) Teori Hirarki Kebutuhan, Teori ini dikenalkan oleh Maslow sehingga kita mengenal Hirarki Kebutuhan Maslow. Teori ini menyajikan alasan lebih lengkap dan bertingkat. Mulai dari kebutuhan fiskiologis, kebutuhan akan kemanan, kebutuhan akan pengakuan sosial, kebutuhan penghargaan, sampai kebutuhan akan aktualisasi diri.
4) Takut kehilangan kepuasan, Teori ini mengatakan bahwa pada dasarnya ada dua faktor yang memotivasi manusia, yaitu takut kehilangan dan demi kepuasan (terpenuhinya kebutuhan). Takut kehilangan adalah adalah ketakutan akan kehilangan yang sudah dimiliki. Misalnya seseorang yang termotivasi berangkat kerja karena takut kehilangan gaji, ada juga orang yang giat bekerja demi menjawab sebuah tantangan, dan ini termasuk faktor kepuasan.
5) Kejelasan tujuan, teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut dengan Goal Setting (penetapan tujuan).
c. Motivasi Dalam Al-Qur’an
Ketika manusia melakukan perbuatan sadar atau tidak, sebenarnya ia di gerakkan oleh suatu sistem dalam dirinya yang disebut dengan nafs. Sistem nafs disamping mampu memahami dan merasa, juga mendorong manusia untuk melakukan sesuatu yang dibutuhkan. Jika penggerak tingkah laku atau motiv telah mulai bekerja scara kuat pada seseorang maka ia mendominasi seseorang dan mendorognya untuk melakukan suatu perbuatan.
Dalam sistem nafs, motiv bersifat fitri, dalam arti bahwa manusia memiliki kecendurungan dan potensi yang berlaku secara universal. Isyarat tentang adanya penggerak tingkah laku manusia (motiv) dipaparkan al-quran dalam surat Yusuf ayat 54:
Artinya: Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang. (QS, Yusuf, 12:53).
Ayat diatas secara jelas mengisyaratkan adanya sesuatu didalam sistem nafs yang menggerakkan tingkah laku manusia yang mengajak pada kejahatan.
d. Pengertian Masyarakat
Dalam bahasa Inggiris masyarakat adalah society yang berasal dari bahasa socius artinya kawan, sedangkan kata masyarakat berasal dari bahasa Arab yaitu Syirk artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentunya ada bentuk-bentuk aturan hidup yang bukan disebabkan oleh manusia seseorang melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
Dengan demikian berarti dapat di kemukakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berintraksi menurut suatu sistem, adat-istiadad tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh rasa identitas bersama.
Ralph Linton menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri merka dengan menganggap diri mereka sebagai kesatuan sosial dengan batas yang dirumuskan dengan jelas (dalam Soerjono 1977).
e. Tipologi Masyarakat
Masyarakat sebagai penerima dakwah sasaran dakwah atau kepada siapa dakwah akan di tujukan, merupakan kumpulan individu dimana benih materi dakwah akan di atur. Oleh sebab itu maka masalah masyarakat ini hendaknya dipelajari dengan sebaik-baiknya, untuk ini seorang da’i hendaknya melengkapi dirinya dengan ilmu jiwa, lmu masyarakat, ilmu politik, sejarah, antropologi, dan hal lainya yang berkaitan dengan masyarakat dalam mengetahui keadaan masyarakat perlu dilakukan klasifikasi.
Tinjauan masyarakat dari sudut pandang tipologi ini dapat ditarik dari aspek adanya krakteristik suatu masyarakat. Berangkat pemahaman di atas, terdapat beberapa tipe masyarakat yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Tipe innovator
masyarakat yang memiliki ciri innovator adalah masyarakat yang memiliki kemauan keras pada setiap fenomena sosial yang sifatya membangun . anggota masyarakat yang bersifat inovator pada hakekatnya sangat agresif dan tergolong memiliki kemampuan antisifasif dalam setiap langkah.
2) Tipe pelopor
Masyarakat tipe pelopor dalam menerima pembaharuan bersikap selektif, karena pertimbangan bahwa tidak semua pembaharuan dapat membawa perubahan yang positif, mungkin saja negatif. Atas dasar pandangan di atas masyarakat sangat hati-hati dan melangkah dengan jalan terlebih dahulu mempelajari ide/gagasan pembaharuan itu setiap langkahnya senantiasa berorentasi kedalam masyarakatnya.
3) Tipe pengikut dini
Tipe masyarakat pengikut dini umumnya merupkan masyarakat yang masih sederhana. Kelompok ini umumnya kurang siap dalam mengambil resiko dan umumnya lemah mental.
4) Tipe pengikut akhir
Masyarakat pengikut akhir memiliki sifat sangat berhati-hati, yang membawa dampak anggota masyarakatnya terlebih dahulu bersikap skeptis terhadap sikap pembaharuan yang masuk pada masyarakat itu. Karena faktor ke hati-hatian mereka maka setiap gerakan pembaharuan memerlukan waktu dan pendekatan yang sesuai dengannya untuk mempengaruhi masyarakat tersebut.
5) Tipe kolot
Ciri utama dari masyarakat kolot adalah tidak mau menerima pembaharuan sebelum mereka benar-benar mendesak oleh lingkungannya, masayarakat ini masih tertumpu pada tradisionalisme yang statis. Kebanyakan mereka menolak informasi-infornasi yang telah berkembang.
f. Masalah Dakwah di Masyarakat Kota dan Masyarakat Desa.
Ada beberapa masalah yang perlu kita jawab sehubungan dengan dakwah Islam di desa dan dikota, masalah tersebut diantaranya adalah:
1) Seiramakah dakwah di masyarakat perkotaan dan pedesaan?
2) Adakah perbedaan pokok dakwah di kota dan pedesaan?
Kecendurngan masyarakat kota, terutama pada lafisan atasnya adalah seperti penuh dengan kesibukan, hidup nafsi-nafsi, terlalu sabar akan martabat harga diri, mempunyai gaya hidup yang terus makin tingggi dalam memenuhi kesenangan, tetapi juga terhadap kehidupan rohani yang dapat memberikan perasaan tenteram dan damai setelah keperluan serba ada dan kesenangan duniawi dipenuhi. Sedangkan di masyarakat pedesaan yang menjadi masalah penting dalam dakwah ialah adanya lapisan-lapisan atas dan bawah dalam arti sosial, ukuran kaya dan miskin, maju dan terbelakang dalam ukuran pendidikan formal dll. Maka metode pendidikan yang dapat dilakukan adalah melalui tablig, atau ceramah agama, dilakukan pula pendekatan yang bersifat sosial, ekonomi, dalam arti meningkatkan tarap hidup mereka jadi ada usaha yang bersifat mengurangi beban hidup mereka, untuk kemudian dibina kearah kehidupan sejahtera menjadi jembatan untuk kehidupan beragama yang sesungguhnya.
g. Pengertian Pengajian
Pengajian berasal dari kata kaji yang artinya pelajaran agama penyelidikan (tentang sesuatu). Pengajian Mendapat awalan peng- dan akhiran-an menjadi pengajian yang berarti kegiatan untuk melakukan pengajaran (agama Islam), menanamkan norma agama melalui dakwah pembacaan Al-Quran. Pengertian secara terminologis adalah penyelenggaraan atau kegiatan belajar agama Islam yang berlangsung dalam kehidupan masyarakat yang dibimbing atau diberikan oleh seorang guru ngaji (da’i) terhadap beberapa orang.
h. Bimbingan Dalam Pelaksanaan Dakwah/Pengajian
Peraturan perundang -undangan yang mengatur tentang bimbingan dakwah penyiaran agama ada tiga peraturan berdasarkan instruksi mentri agama nomor 3 tahun 1962, yang meliputi:
1) Dakwah/khutbah/ceramah agama agar benar-benar dilaksanakan sesuai dengan hakeket dakwah agama.
2) Agama dilaksanakan dalam rangka membantu usaha mewujudkan pembinaan ummat yang taat pada ajaran agama dan pancasila.
3) Agama dalam hubungannya dengan masalah politik berpedoman kepada prinsipnya bahwa pengkajian pemikiran politik secara ilmiah bersifat perbandingan dengan ajaran agama masing-masing, tidak melontarkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan pihak lain.
Sedangkan menurut kajian Islam bimbingan dalam pelaksanaan dakwah atau pengajian telah di atur dalam Al-Quran yaitu, sebagai berikut:
1) Dakwah harus dengan bijaksana, memberi nasehat dan berdiskusi yang baik (An-Nahl: 125).
2) Tidak mencaci sembahan orang lain (Al-An a’m: 08).
3) Tabah atas perkataan-perkataan orang lain dan hijrah kalau diperlukan (Al-Muzzamal: 10).
4) Tidak boleh kasar, berikan maaf, mintakan ampun pada Allah musyawarahkan dengan mereka, tawakkal kepada Allah (Al-Imran: 159).
5) Berikan nasehat dengan Al-Quran (Qof: 45).
6) Merendahkan diri pada pengikut kebenaran/yang beriman (Asy-Syuara: 215).
7) Tidak memaksakan dengan kekerasan (Qaf: 45).
i. Unsur-Unsur Pengajian
Pada pelaksanaan dakwah perlu diperhatikan unsur-unsur yang terkandung didalamnya, sama halnya dengan kegiatan pengajian unsur-unsur pengajian juga penting untuk pelaksanaan pengajian. Unsur-unsur tersebut meliputi:
1) Da’i (juru dakwah) da’i adalah subyek atau orang yang melaksanakan dakwah baik secara lisan maupun tulisan ataupun perbuatan, baik secara individu maupun kelompok, yang berbentuk organisasi atau lembaga. Semua pribadi muslim secara otomatis berperan sebagai juru dakwah artinya orang yang harus menyampaikan atau dikenal sebagai komunikator dakwah atau pengajian.
Menurut Toto Tasmara dalam bukunya Komunikasi Dakwah menjelaskan semua pribadi muslim secara otomatis berperan sebagai juru dakwah namun orang yang seharusnya berperan lebih intensip sebagai komunikator adalah mereka yang memang mempunyai profesi atau memang sengaja mengkonsentrasikan dirinya mengaji mutiara-mutiara ilmu serta ajaran agama Islam untuk disampaikan kepada orang lain sehingga ilmu dan ajaran agamanya tersebut dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku orang lain.
2) Mad’u (jamaah pengajian) yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah baik sebagai individu maupun kelompok, beragama Islam atau tidak, dengan kata lain manusia secara keseluruhan.
3) Materi dakwah (maddah) adalah masalah isi pesan atau materi yang disampaikan dakwah kepada mad’u dalam hal ini jelas bahwa yang menjadi maddah adalah ajaran Islam. Yang dijadikan maddah dakwah itu pada garis besarnya hal-hal yang berkenaan dengan akidah, syariah, ibadah, muamalah, dan akhlak.
4) Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sumber yang lain dapat menyebutkan bahwa metode berarti cara yang telah diatur dan melalui proses pemikiran untuk mencapai suatu maksud. Metode dakwah terdiri dari tiga cakupan yaitu:
a) Al-Hikmah, Hikmah bentuk masdarnya hukman yang artinya mencegah. Jika dikaitkan dengan hukum berarti mencegah dari kezhaliman.
b) AL-Mau’idza Al-Hasanah. Menurut Hasanuddin Al-Mau’idza Hasanah adalah perkataan-perkataan yang tidak tersembunyi bagi mereka, bahwa engkau memberikan nasehat dn menghendaki nasehat dan manfaat kepada mereka dengan al-quran.
c) Almujadalah Billati Hiya Ahsan. Dari segi istilah Mujadalah adalah upaya tukar pendapat yang dilakukan oleh dua pihak secara sinergis, tanpa adanya suasana yang mengharuskan lahirnya permusuhan diantara keduanya.
j. Pengembangan Majelis Taklim/Pengajian Islam
Ada beberapa upaya dalam rangka pengembangan majelis taklim atau pengajian diperkotaan atau di pedesaan, diantaranya adalah:
1) Membina da’i yang berkualitas dengan pendidikan yang memadai dan pengetahuan luas. Upaya ini dilakukan untuk mendorong peningkatan pengetahuan para da’i.
2) Jadwal tersusun dengan baik dan tertib.
3) Materi yang disajikan tersusun dengan baik dan lengkap agar Islam diketahui secara utuh dan benar (kaffah).
4) Mempergunakan tegnologi komunikasi sebagai upaya melestrikan kegiatan dakwah di pengajian.
5) Perlu adanya pembinaan da’i dan pengajian oleh departemen agama agar pertumbuhan dan perkembangan pengajian dapat saling berkesinambungan dalam kualitas dan kuantitas.
6) Menggalakkan perpustakaan pada majelis taklim baik diperkotaan maupun dipedesaan agar pengetahuan para da’i dan jamaah selalu meningkat.
7) Penataran baigi pengelola pengajian perlu di adakan agar kualitas pengajian tersebut dapat terjaga.
k. Motivasi Terhadap Tingkah Laku Dalam Proses Dakwah
Dalam berdakwah pengetahuan adalah penting, metode dakwah juga sangat penting. Tetapi sesungguhnya yang paling penting dan menjadi pokok persoalan segala sesuatu adalah motivasi. Sering kita melihat seorang yang miskin dalam ilmu pengetahuan, tidak hanya pengetahuan keagamaan tetapi juga ilmu dunia, bahkan hampir-hampir buta huruf. Tetapi mereka memiliki satu keunggulan diatas yang lainnya, diatas rekan-rekannya, yakni memiliki semangat motivasi yang lebih tinggi. Hasilnya adalah bahwa mereka selalu jauh lebih berhasil di dalam dakwahnya dibandingkan dengan rekan-rekan mereka yang kurang memiliki motivasi.
Di dalam proses kegiatan dakwah, faktor motivasi menjadi penentu bagi keberhasilannya. Adapun tujuan motivasi bagi seorang da’i adalah menggerakkan atau memacu objek dakwah (mad’u) agar timbul kesadaran membawa perubahan tingkah laku sehingga tujuan dakwah dapat tercapai. Dan seorang da’i dituntut untuk mengarahkan tingkah laku mad’u sesuai dengan tujuan dakwah kemudian menopang tingkah laku mad’u dengan menciptakan lingkungan yang dapat menguatkan dorongan-dorongan tersebut. Namun, tidak semua motivasi yang telah direncanakan tersebut berjalan mulus tanpa sandungan sedikitpun. Permasalahan seringkali muncul yang berkaitan dengan pemberian motivasi dalam dakwah, yaitu ketika da’i dalam mengarahkan tingkah laku mad’u tidak sesuai dengan tujuan dakwah tersebut, seperti pribadi da’i yang mungkin kurang dapat diterima, seperti watak yang keras, kaku, angkuh, sombong, materialistis, sifat yang tidak terpuji dan tingkah laku yang tidak mencerminkan seorang da’i, juga dari materi yang disampaikan kurang tepat sasaran, tidak sesuai dengan kebutuhan dan tidak sesuai dengan kadar kemampuan, juga dari teknis penyampaian dakwah tidak sesuai dengan keadaan yang menerima, dan dari alat yang dipergunakan tidak banyak menunjang keberhasilan dakwah, serta dari tujuan tidak jelas dan mungkin belum dihayati sehingga proses dakwah berjalan tanpa arah.
Dalam teori motivasi terdapat yang disebut dengan virus mental, itu tak lain adalah motive psikologis dalam diri manusia yang mampu mendorong untuk berusaha dengan giat memperoleh sukses yang lebih besar, dan motive demikian inilah yang sangat diperlukan dalam proses modernisasi masyarakat yang sedang membangun.
Bila hal tersebut dimanfaatkan dalam proses da’wah/ penerangan agama maka jelaslah bahwa yang harus diperbuat oleh juru da’wah/ penerang Agama adalah menjiwai motive tersebut dengan ajaran agama sehingga bagi dirinya menjadi sesuatu religious reference (pola dasar hidup keagamaan) yang dinamis, bukan statis.
Dalam usaha penjiwaan tersebut instink religious (naluri agama) yang ada dalam setiap diri manusia perlu dibangkitkan melalui berbagai metode, dengan mengingat corak lingkungan hidup dan sosio-kulturilnya, tingkat pendidikan, tingkat usia, peradaban, serta sosio-ekonomisnya.
Berbagai teori tenang pengaruh motivasi terhadap perilaku manusia dapat di kemukakan antara lain dapat dilihat pendapat Floyd L. Ruch, motivasi itu sangat konpleks dan dapat mempengaruhi tingkah laku manusia dalam 3 cara, yaitu:
1) Motiv dapat memungkinkan pola rangsangan dari luar diri manusia mengalahkan rangsangan lain dan menyainginya, misalnya seorang anak yang mencium bau gorengan yang sedap pada waktu dalam keadaan lapar tidak dapat lagi berpengaruh oleh rangsangan lain yang bersifat visual.
2) Motiv dapat membawa seseorang terikat dalam satu kegiatan tertentu sehingga ia dapat menemukan objek atau stuasi khusus diluar dirinya seperti bila waktu makan telah datang maka orang lalu menghentikan pekerjaan yang sedang ia kerjakan dan beralih pada kegiatan mencari makanan.
3) Motiv dapat menimbulkan kekuatan untuk melaksanakan pekerjaan yang lebih berat tidak hanya mendorong kearah tujuan tertentu untuk memenuhi kebutuhan khusus saja, akan tetapi kekuatan dorongan tersebut menjadi lebih umum sifatnya. Jadi suatu rangsangan yang datang dari luar mampu menimbulkan suatu tenaga yang dapat di arahkan pada tujuan yang terkendalikan oleh faktor yang memberikan rangsangan tersebut. Hubungan ini dalam proses dakwah dimana juru dakwah sebagai faktor pemberi rangsangan dakwah dapat mengarahkan respon (jawaban) sipenerima dakwah kepada tujuan dakwah yakni timbulnya proses belajar pada sipenerima materi dakwah yang di motivasikan kepadanya.
G. Metodologi Penelitian
1. Waktu Dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini bertempat di Mesjid At-Taubah yang terletak di Sabungan Jae kec. Padangsisimpuan hutaimbaru. Adapun alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini karena sepengetahuan peneliti belum ada yang meneliti tentang motivasi masyarakat mengikuti pengajian di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru. Disamping itu juga Mesjid ini merupakan media dakwah yang mengutamakan kegiatan keagamaan seperti pengajian rutin yang diminati berbagai masyarakat di kota Padangsidimpuan sehingga peneliti ingin mengetahui apa motivasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan dakwah khususnya pengajian rutin yang dilaksanakan setiap hari minggu. Pelaksanaan penelitian ini diupayakan terlaksana mulai bulan Oktober 2015 sampai selesai.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif, yaitu memaparkan tentang motivasi masyarakat mengikuti pengajian di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae kec. Padangsidimpuan Hutaimbaru. Untuk itu penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Mohammad Nazir menjelaskan:
Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas pemikiran pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriptif ini membuat gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.
Berdasarkan pendapat di atas, penelitian yang dilaksanakan tidak hanya terbatas kepada pengumpulan data dan informasi, tetapi dilanjutkan dengan pengolahan dan analisis data untuk mengetahui apa motivasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan dakwah di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae secara sistematis dan akurat.
3. Sumber Data
Sumber data penelitian ini terdiri dari dua macam sumber, yaitu sumber data primer dan sekunder. Untuk lebih jelasnya sumber data penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sumber data primer atau data pokok yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah Da’i yang terdiri dari dua orang, jamaah pengajian yang aktif dalam mengikuti pengajian rutin di Mesjid At-Taubah Sabungan Jae setiap hari Mingggu berjuah 10 orang, 6 orang dari jamaah perempuan dan 4 orang dari jamaah laki-laki.
b. Sumber data sekunder adalah sumber data pelengkap yang dibutuhkan dalam penelitian ini, yaitu pendiri Mesjid At-Taubah 1 orang, najir Mesjid At-Taubah yang aktif sampai sekarang 1 orang, dan data pendukung lainnya yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Interview bebas
Metode interview adalah suatu percakapan, tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih yang sudah berhadapan secara fisik dan diarahkan pada masalah tertentu. Ada tiga pertanyaan dalam metode ini:
1) Pertanyaan berstruktur. Pertanyaan berstruktur adalah pertanyaan yang memberi struktur pada responden dalam menjawabnya. Pertanyaan ini dibuat sedemikian rupa sehingga responden dituntut untuk menjawabnya sesuai dengan apa yang terkandung dalam pertanyaan.
2) Pertanyaan tidak berstruktur. Berbeda dengan pertanyaan berstruktur, pertanyaan tak berstruktur memberikan kebebasan kepada responden untuk menjawab semua pertanyaan, oleh karena itu jenis pertanyaan ini disebut pula dengan pertanyaan terbuka (open question).
3) Campuran. Jenis pertanyaan ini adalah campuran antara pertanyaan berstruktur dan tidak berstruktur. Dari ketiga model interview di atas, penulis menggunakan jenis ketiga yaitu pertanyaan dengan teknik campuran. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mempermudahkan responden dalam memberikan keterangan, dalam metode ini untuk mendapatkan data yang berkenaan dengan tema atau masalah penelitian, digunakan wawancara mendalam.
b. Observasi atau pengamatan, yaitu “kemampuan seseorang untuk menggunakan pengamatannya melalui hasil kerja panca indera mata serta dibantu dengan panca indera lainnya”. Observasi yang dilaksanakan adalah observasi langsung, yaitu “pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang diobservasikan”. Dalam hal ini melakukan pengamatan langsung terhadap interaksi Da’i dan jamaahnya dalam proses pelaksanaan pengajian rutin yang di adakan di Mesjid At-Taubah.
5. Teknik Pengolahan Dan Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dalam bentuk analisis induktif, yaitu “pengambilan kesimpulan dimulai dari pernyataan fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat umum”.
Dengan demikian proses berpikir induktif dimulai dari teori-teori yang bersifat khusus menuju fakta-fakta atau data yang bersifat umum berdasarkan pengamatan dari lapangan atau pengalaman empiris. Data yang berbentuk keterangan atau pendapat akan di analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data primer dan data sekunder dengan topik pembahasan.
b. Kelengkapan data yang telah diperoleh untuk mencari data yang masih kurang dan mengesampingkan data yang tidak dibutuhkan.
c. Deskripsi data, yaitu menguraikan data yang telah terkumpul dalam rangkaian kalimat yang sistematis sesuai dengan sistematika pembahasan.
d. Menarik kesimpulan dengan merangkum pembahasan sebelumnya dalam beberapa poin yang ringkas dan padat.
6. Teknik Uji Keabsahan Data
Pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan teknik yang dikemukakan oleh Lexy Moleong, yaitu:
a. Perpanjang keikutsertaan. Perpanjang keikutsertaan peneliti akan memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan.
b. Ketekunan pengamatan. bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, jika perpanjangan keikutsertaan menyediakan lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan ke dalam.
c. Triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang sering dipakai adalah pemeriksaan melalui sumber lainnya, artinya membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Hal ini dapat dicapai dengan jalan: (1) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara; (2) Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara rahasia; (3) Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu; (4) Membandingkan keadaan dan persfektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa; orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintah; (5) Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan dan pemahaman, maka pokok-pokok pembahasan dalam proposal ini disusun dan disistimatikakan sebagaimana berikut:
Bab I, merupakan bab pendahuluan yang menerangkan latar belakang masalah, fokus masalah, batasan istilah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan kegunaan penelitian.
Bab II, landasan teori yang menerangkan Pangertian moivasi, Pengertian masyarakat, Pengertian pengajian dan teori-teori dari pustaka yang berkaitan dengan hal diatas.
Bab III, metodologi yang di antaranya adalah: waktu dan lokasi penelitian, jenis penelitian, jenis data, sumber data, instrumen pengumpulan data, analisa data.
Bab IV, Pembahasan dan Analisa Data yaitu menerangkan tentang motivasi masyarakat dalam mengikuti pengajian di mesjid at-taubah dan faktor apa saja yang sering menjadi penghalang bagi jamaah pengajian tersebut dalam mengikuti pengajian yang dimaksud.
Bab V, merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran. Kemudian diakhir penelitian ini disertakan daftar bacaan.
Daftar Bacaan
Aisyah Nur Handryant, Mesjid Sebagai Pengembangan Pusat Masuyarakat, Malang: Uin Maliki Press, 2010.
Alawiyah, Strategi Dakwah Dilingkungan Majelis Taklmi, Bandung: Mizan, 1997.
Anggota Ikapi, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiah, Surabaya: Bina Ilmu, 1993.
Anggota Ikapi, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiah, Surabaya: Bina Ilmu Offset, 1993.
Arifin, Pisikologi Dakwah, Jakarta: Bumi Aksara, 1994.
Arwin Siregar, Pendiri Sekaligus Pengurus Mesjid At-Taubah Sabungan Jae, Wawancara Tanggal: 21 Oktober 2015.
Bhari Ghazali, Da’wah Komunikatif Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komunikasi Da’wah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1997.
Chalid Narbuko, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Depag Ri, Al Qur’an Dan Terjemahnya, Semarang: Toha Putra,1989.
Faizah. Muchsin Effendi, Pisikologi Dakwah, Jakarta: Prenada Media, 2006.
Hasanuddin, Hukum Dakwah, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996.
Hiroko Horikasi, Kiyai Dan Perobahan Sosial, Jakarta: L3m, 1987.
Jaali, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Khozin, Jejak-Jejak Pendidikan Islam Di Indonesia, Yogyakata: Titian Ilahi Press, 1996.
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitati, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004.
M. Natsir, Meningkatkan Mutu Da’wah, Jakarta: Media Dakwa, 2005.
Malayu S P, Manajemen Dasar Pengertian, Dan Masalah, Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
Moh, Ali Aziz. Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana, 2004.
Moh. Toha, Publistik Islam, Bandung: Diponegoro, 1992.
Mohammad Nazir, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005.
Muhammad Zein, Metodologi Pendidikan Agama Islam Pada Lembaga Non Formal, Yogyakarta: Sumbangsih, 1997.
Muzaidi Hasbullah, Hasan Bin Ali Hasan Al-Hijazi Fikrut Qoyyim, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001.
Muziar Suparta, Metode Dakwah, Jakarta: Pernada Media Grup, 2006.
Nana Rukmana, Tuntunan Praktis Sistematika Dakwah, Jakarta: Puspa Swara, 1996.
Nana Sudjana, Tuntunan Penulisan Karya Ilmiah, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2001.
Poerwadarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1995.
Sardiman, Interaksi Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Siswanto, Panduan Praktis Organisasi Remaja Mesjid, Jakarta Timur: Al-Kautsar, 2005.
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997.
W.J.S. Poewadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998.
Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, Surabaya: Usaha Nasional, 1999.
Zabidi, Peningkatan Peran Serta Masyarakat Dalam Pendalaman Ajaran Agama
Melalui Majelis Taklim, Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, 2007.
http://neysya-jatidiri.blogspot.co.id/2012/06/motivasi-dalam-dakwah.html.
di akses pada tanggal 27 oktober 2015.
Http://Www.Squidoo.Com/Definisi-Motivasi, di akses, Rabu: 07. 10. 2015. 05:50.
izin copas untuk contoh ...syukron
ReplyDelete