TENTANG KEPEMIMPINAN
A. PENDAHULUAN
Kepemimpinan sebagai proses
mengerakkan orang lain, dan pada dasarnya merupakan rangkaian interaksi antara
manusia, interaksi itu bersumber dari seseorang yang berani dan bersedia tampil
yang mempelopori dan mengajak orang lain berbuat sesuatu melalui kerja sama
satu dengan yang lain. Dengan
berada di depan seorang pemimpin akan jadi ikutan yang sikap dan berada di
tengah keteladanan, bersamaan dengan itu bahwa pemimpin juga harus mampu berada
di tengah orang yang memimpinnya.[1] Kemampuan menjalankan fungsi kepemimpinan, sesuai
dengan gaya dan tipe kepemimpinan masing-masing, bagi pemimpin yang beriman
sandarannya tidak dapat lain dari pada petunjuk/tuntutan Allah SWT.
Namun jika
diminta seseorang untuk memimpin itu lebih baik, maka kondisi seperti ini akan
memungkinkan lebih baik dan memungkinkan kepemimpinan yang berlangsung secara
efektif. Namun antara pemimpin dak rakyat haruslah saling hormat-menghormati
dan meningkatkan rasa hormat yang segan, ketaatan dan kepatuhan, kepercayaan
pada pemimpin dan saling mempercayai, bukanlah dalam Al-Qur’an juga Allah
menyuruh untuk menaatinya dan menaati Rasul serta para pemimpin. Maka sebagai
pemimpin yang punya prinsip untuk mengarahkan kepada jalan Allah dan berbuat
pada kebaikan, bahwa kerja sama dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan
perseorangan yang saling meunjang yang dilakukan secara bersama-sama guna
mencapai untuk keberkahan kita dalam dunia ini yang akhirnya dalam kegiatan
yang efektif.[2]
Pemimpin
adalah sosok yang sangat penting dalam sebuah kelompok baik lingkup sempit
maupun luas, eksistensi dan orientasi kelompok sangat ditentukan oleh
pemimpinnya, apakah nanti akan dibawa ke arah kebaikan, kesejahteraan dan
kemakmuran ataukah diarahkan menuju kehancuran. Oleh karena itu, sudah
merupakan tanggung jawab setiap personal untuk selektif dan berhati-hati dalam
memilih pemimpin.
Al-Mawardi dalam
bukunya Mawathin La Dzimmah menganalogikan pentingnya keberadaan
pemimpin dengan pentingnya agama dalam melanjutkan tugas kenabian. Pemimpin
adalah komponen yang paling urgen yang harus melanggengkan keadilan, prinsip
persamaan sebagaimana yang diajarkan Al-Qur’an dan merupakan pemegang amanah
dari Tuhan. Prinsip kepemimpinan yang paling pokok adalah keadilan, jadi setiap
personal memiliki porsi hak dan kewajiban yang linear.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Kepemimpinan
Istilah kepemimpinan menurut bahasa
adalah leadership yang berasal dari kata leader. Sedangkan arti kepemimpinan
menurut istilah ialah proses untuk mempengaruhi orang lain, baik didalam
organisasi maupun diluar organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam
suatu situasi dan kondisi tertentu.[3]
2. Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Kepemimpinan
1)
Bunyi surah Al-Baqarah:30
øÎ)urtA$s%/uÏps3Í´¯»n=yJù=Ï9ÎoTÎ)×@Ïã%y`ÎûÇÚöF{$#ZpxÿÎ=yz((#þqä9$s%ã@yèøgrBr&$pkÏù`tBßÅ¡øÿã$pkÏùà7Ïÿó¡ouruä!$tBÏe$!$#ß`øtwUurßxÎm7|¡çRx8ÏôJpt¿2â¨Ïds)çRury7s9(tA$s%þÎoTÎ)ãNn=ôãr&$tBwtbqßJn=÷ès?ÇÌÉÈ
Artinya:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
kholifah di muka bumi”. Mereka berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan
(kholifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan
Engkau?“ Tuhan berfirman : “sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
1) Mufradat
Kata pxÿÎ=yz berasal dari kata xÿ=yzyang dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 127 kali, maknanya
berkisar di antara kata kerja ”menggantikan”, meninggalkan, atau kata benda
”pengganti” atau “pewaris”. Secara terminologis, kata ini mengandung setidaknya
dua makna ganda. Disatu pihak, khalifah di artikan sebagai kepala Negara dalam
pemerintah dan kerajaan Islam masa lalu, yang dalam konteks kerajaan
pengertiannya sama dengan kata Sultan. Di lain pihak, khalifah juga bisa
diartikan dua macam, pertama yan di wujudkan dalam jabatan sultan atau kepala
Negara. Kedua, fungsi manusia itu sendiri dimuka bumi sebagai ciptaan Allah yang
sempurna.[4]
2) Analisa
Berdasarkan
ayat ini telah jelas dikatakan bahwa
Allah hendak menciptakan manusia di muka bumi, dengan tujuan untuk menjadi
pemimpin atau khalifah di muka bumi. Ayat ini ditunjukkan bukan untuk para Nabi
saja, melainkan keseluruhan manusia serta dengan tugas-tugasnya untuk
memakmurkan bumi, tugasnya untuk menyeru
orang lain berbuat Amar Ma’ruf dan Nahi
Munkar.Dan bahwa tujuan diciptakannnya manusia yaitu sebagai perwakilan Allah
untuk menjaga bumi dan mengolah seluruh isinya, kemudian untuk mengetahui
seberapa besar kuasa Allah SWT.
2).Surah
An- Nisaa’ ayat 59
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä(#qãèÏÛr&©!$#(#qãèÏÛr&urtAqß§9$#Í<'ré&urÍöDF{$#óOä3ZÏB(bÎ*sù÷Läêôãt»uZs?Îû&äóÓx«çnrãsùn<Î)«!$#ÉAqß§9$#urbÎ)÷LäêYä.tbqãZÏB÷sè?«!$$Î/ÏQöquø9$#urÌÅzFy$#4y7Ï9ºs×öyzß`|¡ômr&ur¸xÍrù's?ÇÎÒÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian
jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”
1) Munasabah
Sangkut
pautkan dengan alasan turunnya ayat ini, karena dalam kisah itu dituliskan
adanya perbatasan antara taat pada perintah (pemimpin) dan menolak perintah
untuk terjun ke dalam api. Saat itu mereka perlu akan petunjuk apa yang harus
mereka lakukan.
2) Analisa
Ayat
Ayat ini
menjelaskan bahwa apabila terjadi perbedaan pendapat maka, harus disesuaikan
kepada Al-Qur’an dan Hadsit.Namun, apabila masih terjadi perbedaan pendapat
maka dikembalikan kepada Ulil amri atau pemimpin yang adil.Guna untuk
mendapatkan keputusan yang adil.
3).
Surah Al- Baqarah ayat 124
ÏÎ)ur#n?tFö/$#zO¿Ïdºtö/Î)¼çm/u;M»uKÎ=s3Î/£`ßg£Js?r'sù(tA$s%ÎoTÎ)y7è=Ïæ%y`Ĩ$¨Y=Ï9$YB$tBÎ)(tA$s%`ÏBurÓÉLÍhè(tA$s%wãA$uZtÏôgtãtûüÏJÎ=»©à9$#ÇÊËÍÈ
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji. Tuhannya
dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh
manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku".
Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".
1). Munasabah
Imam
sering di artikan sebagai kepemimpinan. Akan tetapi dalam Al-Qur’an sendiri
tidak dijumpai kata imam. Dari akar kata yang sama lahir antara lain Umm yang
berarti ibu dan imam yang maknanya pemimpin karena keduanya menjadi teladan,
tumpuan pandangan dan harapan.[5]
2). Analisa
Imam
merupakan membimbing atau memimpin manusia ke jalan kebenaran.
4). Bunyi Suroh Al-Imran
Ayat 28
wÉÏGttbqãZÏB÷sßJø9$#tûïÍÏÿ»s3ø9$#uä!$uÏ9÷rr&`ÏBÈbrßtûüÏZÏB÷sßJø9$#(`tBurö@yèøÿtÏ9ºs}§øn=sùÆÏB«!$#Îû>äóÓx«HwÎ)br&(#qà)Gs?óOßg÷ZÏBZp9s)è?3ãNà2âÉjyÛãurª!$#¼çm|¡øÿtR3n<Î)ur«!$#çÅÁyJø9$#ÇËÑÈ
Artinya: “Janganlah orang-orang
mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan
Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari
mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya
kepada Allah kembali (mu)”.
1). Mufradhat
أَوْلِيَاءَ
adalah bentuk plural dari ولي yang bertaut
erat dengan konsep wala’ atau muwalah yang mengandung dua arti: satu, pertemanan
dan aliansi; kedua proteksi atau patronase (dalam kerangka relasi
patron-klien). Dalam kamus lisanul Arab, kata waliy
berarti shiddiq(teman) dan an-nashir(penolong). Kemudian dalam
terjemahan The Holy Qur`an yang
ditulis oleh Abdullah Yusuf Ali, kata auliya diartikan friends(teman).
الْكَافِرِينَ bentuk mufrad nya adalah كَافِر
berasal dari kata awal كَفِر yang berarti
berpaling. Kafir berarti orang-orang yang berpaling dari keimanannya kepada
Allah.Bisa juga digunakan dalam konteks menyebut orang-orang yang tidak
mensyukuri nikmat, dalam konteks ini terminology kafir atau kufur adalah lawan
dari syukur.
2). Sabab Nuzul
Menurut riwayat dari Ibnu jarir Ayat ini diturunkan ketika Al-Hajjaj Bin
Amr, Ka’Ab Bin Al-Asyraf , Ibnu Abil Haqiq dan Qais Bin Zaid(golongan
Yahudi) tinggal berbaur bersama
orang-orang Anshar untuk mengganggu keislaman mereka dan menjadikan mereka
murtad.
Maka Rifa’ah Ibnul Mundzir, Abdullah Bin Zubair, dan Sa’id Bin Hatsamah
berkata kepada mereka : Jauhilah orang Yahudi itu dan janganlah tinggal bersama
mereka agar mereka tidak membuat kalian keluar dari agama kalian. Kemudian
turunlah ayat ini.
Ayat ini diturunkan kepada sekelompok orang islam pada waktu itu untuk
waspada ketika berelasi dengan orang Yahudi atau Kafir, ini dikarenakan orang
Kafir pada waktu itu sangat memusuhi islam. Sehingga dikhawatirkan bergaul
dengan mereka akan menjadikan orang-orang muslim murtad.
3). Munasabah
Dalam
ayat yang lalu Allah SWT mengingatkan Nabi dan kaum Mu’minin untuk berlindung
kepada Allah dengan pengakuan bahwa ditangan-Nya lah kerajaan, kemuliaan dan
pengaruh mutlak dalam mengatur alam semesta ini.oleh karena itu Allah
memberikan kepada yang dikehendaki dan mencegahnya dari orang-orang yang dikehendaki
pula. Kemudian Allah SWT membimbing melalui ayat-ayat ini bahwa termasuk orang
yang lupa apabila ia merasa bangga kepada selain Allah atau berlindung kepada
selain-Nya.
Para perawi juga meriwayatkan bahwa sebagian orang yang telah memeluk Islam
merasa silau dengan kemuliaan dan kekuatan Kuffar. Karenanya mereka memihak dan
tunduk padanya. Kecenderungan manusia untuk berafiliasi dengan pihak yang lebih
kuat sebenarnya bukan hal yang aneh, hal semacam ini sudah menjadi watak
manusia pada umumnya.[6]
Dalam surat An-Nisa ayat 139 dan ayat 144 secara saling berkaitan Allah
juga menegaskan larangan menjadikan
orang non muslim sebagai Wali.
tûïÏ%©!$#tbräÏFttûïÍÏÿ»s3ø9$#uä!$uÏ9÷rr&`ÏBÈbrßtûüÏZÏB÷sßJø9$#4cqäótGö;tr&ãNèdyYÏãno¨Ïèø9$#¨bÎ*sùno¨Ïèø9$#¬!$YèÏHsdÇÊÌÒÈ
Artinya; (yaitu) orang-orang yang mengambil
orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka
Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS. An-Nisa; 139)
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäw(#räÏGs?tûïÍÏÿ»s3ø9$#uä!$uÏ9÷rr&`ÏBÈbrßtûüÏZÏB÷sßJø9$#4tbrßÌè?r&br&(#qè=yèøgrB¬!öNà6øn=tæ$YZ»sÜù=ß$·YÎ6BÇÊÍÍÈ
Artinya; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang
mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk
menyiksamu) ?(QS. An-Nisa; 144)
1). Penafsiran dan
Kontekstualisasi Ayat
Allah melarang orang-orang Mu’nin menjadikan orang Kafir sebagai Wali
dan teman akrabnya lalu meninggalkan sesama saudaranya yang mu’min. Allah
mengancam bahwa barang siapa melanggar larangan ini putus hubungannya dengan
Allah karena telah menyimpang dari jalan yang benar sebagaimana Allah berfirman
dalam ayat-ayat yang lain :
ûïÏ%©!$#tbräÏFttûïÍÏÿ»s3ø9$#uä!$uÏ9÷rr&`ÏBÈbrßtûüÏZÏB÷sßJø9$#4cqäótGö;tr&ãNèdyYÏãno¨Ïèø9$#¨bÎ*sùno¨Ïèø9$#¬!$YèÏHsdÇÊÌÒÈ
Artinya; (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang
kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin.
Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua
kekuatan kepunyaan Allah. (QS. An-Nisa; 139).
Selanjutnya
dalam ayat 144 juga dijelaskan;
$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäw(#räÏGs?tûïÍÏÿ»s3ø9$#uä!$uÏ9÷rr&`ÏBÈbrßtûüÏZÏB÷sßJø9$#4tbrßÌè?r&br&(#qè=yèøgrB¬!öNà6øn=tæ$YZ»sÜù=ß$·YÎ6BÇÊÍÍÈ
Artinya; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah
kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?(QS. An-Nisa;
144)
Dalam surat al-Maidah ayat 51 juga ditegaskan :
*$pkr'¯»ttûïÏ%©!$#(#qãYtB#uäw(#räÏGs?yqåkuø9$##t»|Á¨Z9$#uruä!$uÏ9÷rr&¢öNåkÝÕ÷èt/âä!$uÏ9÷rr&<Ù÷èt/4`tBurNçl°;uqtGtöNä3ZÏiB¼çm¯RÎ*sùöNåk÷]ÏB3¨bÎ)©!$#wÏôgttPöqs)ø9$#tûüÏJÎ=»©à9$#ÇÎÊÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa
diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah: 51).
1). Munasabah
Ayat-ayat ini dijadikan legitimasi oleh sebagian golongan yang
menyatakan bahwa memilih pemimpin dari kalangan kafir hukumnya haram. Perbedaan penafsiran dalam
ayat ini berpangkal dari ketidaksamaan mereka dalam mendefinisikan makna Wali atau
Auliya’.
Hamka
Dalam Tafsir al-Azhar menjelaskan, wajib bagi kita mengambil pemimpin dari
orang muslim. Allah memberi peringatan dengan tegas bahwa memilih orang kafir
menjadi pemimpin adalah perangai kelakuan orang munafik. Pada ayat ini
ditegaskan kepada orang-orang beriman agar tidak mengambil orang kafir sebagai pemimpin. Ini dikarenakan mereka tidak percaya kepada
tuhan, dan keingkaran mereka kepada tuhan dan peraturan-peraturan tuhan akan
menyebabkan rencana kepemimpinan mereka tidak tentu arah.[7]
Dalam terjemah Al-Qur’an bahasa Indonesia kata Auliya’ juga diartikan
sebagai pemimpin, hal ini kemudian memunculkan kesalah pahaman bagi orang awam
yang memahami ayat ini secara tekstual atau sebagaimana yang tertulis dalam
terjemah Al-Qur’an tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah tepatkah kata Auliya’
diterjemahkan sebagai ‘pemimpin’ yang konotasinya mengarah pada pemimpin
politik.
Dalam surat Al-Maidah ayat 51 tertulis “ba’dluhum auliyau ba’dlu”,
jika kata Auliya’ pada redaksi ayat tersebut diartikan pemimpin atau yang
memiliki kuasa atas yang lain maka seharusnya-sesuai kaidah nahwiyah- ada huruf
jer ‘ala setelah kata ba’dlun yang menunjukkan makna isti’la’
atau superioritas yang sebagian atas sebagian yang lain. Tapi dalam redaksi
ayat tersebut Allah menyebutkan secara langsung “ba’dluhum auliyau ba’dlu”, yang
berarti ada hubungan linear antara dua golongan yang berelasi dalam konsep wali
pada ayat tersebut.
Thabataba’I dalam tafsirnya Al-Mizan, memaknai kata Auliya’ sebagai
bentuk kedekatan kepada sesuatu yang menjadikan terangkat dan hilangnya batas
antara yang mendekat dan yang didekati dalam tujuan kedekatan itu. Kalau tujuan
dalam konteks ketakwaan dan pertolongan, maka Auliya’ adalah penolong-penolong.
Apabila dalam konteks pergaulan dan kasih sayang, maka ia adalah ketertarikan
jiwa sehingga Auliya’ adalah yang dicintai yang menjadikan seseorang tidak
dapat tidak tertarik kepadanya, memenuhi kehendaknya dan mengikuti perintahnya.
Dan kalau dalam hal ketaatan maka auliya’ adalah siapa yang memerintah dan
harus ditaati ketetapannya. [8]
Jadi pemaknaan kata Auliya’ dengan arti pemimpin adalah usaha
terjemah yang tergesa-gesa dan tak
mempertimbangkan tekstualitas dan kontekstualitas ayat. Di sisi lain kita tidak
bisa semata-mata memahami ayat ini sebagai larangan memilih pemimpin Kafir dan atau kecaman untuk tidak bergaul,
berteman, bersahabat dengan orang kafir. Perbedaan pada penafsiran auliya’
dalam ayat ini, keduanya sama-sama akan menyuburkan isu sensitifitas antar Islam
dan non islam jika masing-masing tak dipahami sesuai konteks masa turunnya ayat
dan konteks relasi Islam dan Kafir pada masa sekarang.
Sengaja kami tidak secara langsung menggunakan kata ‘non-muslim’ dalam
keterangan diatas. Hal ini dikarenakan,terma kafir dalam ayat tersebut
seharusnya tidak kita pahami sebatas pada mereka yang ingkar pada Allah saja.
Menurut Quraisy Syihab dalam tafsirnya Al-Mishbah, kata ‘Kafir’ biasa dipahami
dalam arti siapa yang tidak memeluk agama islam. Makna ini tidak keliru, tetapi
perlu diingat bahwa al-qur’an menggunakan kata ‘Kafir’ dalam berbagai bentuknya
untuk banyak arti yang puncaknya adalah pengingkaran terhadap wujud atau
keesaan Allah, disusul dengan keengganan melaksanakan perintah dan menjauhi
larangannya walau tidak mengingkari wujud dan keesaanNya, sampai kepada tidak
mensyukuri nikmatnya yaitu kikir. Seperti
yang ada pada surat Ibrahim ayat 7 :
øÎ)urc©r's?öNä3/uûÈõs9óOè?öx6x©öNä3¯RyÎV{(ûÈõs9ur÷Länöxÿ2¨bÎ)Î1#xtãÓÏt±s9ÇÐÈ
Artinya : Dan
(ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami akan menambah(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari
(nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Q.S. Ibrahim :7)
Atas dasar
itu dapat dikatakan bahwa kufur atau kafir adalah segala aktifitas yang
bertentangan dengan tujuan agama dan dengan demikian walaupun ayat inj turun
dalam konteks melarang orang-orang beriman menjadikan orang yahudi dan nasrani
sebagai pemimpin yang diberi wewenang menangani urusan orang-orang beriman,
tetapi larangan itu juga mencakup orang yang dinamai muslim yang melakukan
aktifitas yang bertentangan dengan tujuan ajaran islam. Larangan ini adalah
karena kegiatan mereka secara lahiriah bersahabat, menolong dan membela ummat
islam, tetapi dengan halus mereka menggunting dalam lipatan.[9]
Jadi, jika
ayat ini dijadikan legitimasi pelarangan memilih pemimpin kafir(yang dalam pemahaman
umum adalah orang non Muslim), maka tidak tepat. Ini dikarenakan kepemimpinan
di Negara kita adalah kepemimpinan yang bersifat politis bukan keagamaan.
selain itu, tidak dibenarkan bagi pemimpin di Negara ini atau siapapun untuk
memaksakan orang lain dalam beragama. Ketentuan ini dilindungi oleh
undang-undang Negara republic Indonesia pasal 29 ayat 2 yang berbunyi : Negara
menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing
dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.[10]
Jadi tidak
ada kekhawatiran sebagaimana konteks ketika ayat ini diturunkan. Tetapi tidak
lantas ayat ini tidak sesuai untuk konteks masa sekarang, pesan moral dalam
ayat ini perlu kita perhatikan adalah peringatan bagi kita untuk lebih
berhati-hati dan selektif dalam memilih pemimpin. Kebebasan beragama sudah
dilindungi konstitusi hokum Negara, tugas kita adalah memilih pemimpin yang
ideal. Menurut ibnu taimiyah, adil adalah syarat bagi seorang pemimpin yang
ideal. Ibnu taimiyah mengatakan bahwa
Kezaliman mengakibatkan kesengsaraan, keadilan melahirkan kemuliaan.
Allah membantu Negara yang adil meskipun kafir, dan tidak membantu Negara yang
dzalim meskipun beriman.[11]
Sebagaimana
yang telah kami paparkan di atas, kafir berarti pengingkaran. Orang mukmin yang
melanggar hal-hal yang dilarang agama atau tindakannya tidak sesuai dengan
tujuan agama maka bisa dikatakan ia adalah kafir atau orang yang ingkar. Misalnya, seorang pemimpin mukmin atau islam
yang melakukan korupsi, pada hakikatnya adalah kafir karena melakukan perbuatan
yang bersebrangan dengan ajaran islam. Maka kita harus berhati-hati, jangan
sampai berteman, bekerjasama ataupun menjadikan orang seperti ini sebagai
pemimpin karena dikhawatirkan mereka akan mengajak kita melanggar larangan
agama.
3. Pendekatan dalam Mempelajari Pemimpin
Pendekatan yang mengenali tidak adanya konsistensi perilaku pemimpin
kepada seluruh bawahannya.Pemimpin membina ikatan dan hubungan pribadi terhadap
masing-masing bawahannya.LMX tidak hanya mengenali, tetapi menekankan perbedaan
hubungan yang dikembangkan pemimpin dengan bawahan yang berbeda dalam kelompok.
Sebagai contoh, seorang pemimpin mungkin dapat sangat bertoleransi pada seorang
bawahan tetapi sangat kaku dan tegas pada bawahan yang lain. Mungkin saja
pemimpin denga 10 orang bawahan akan memiliki 10 hubungan pemimpin-bawahan yang
berbeda untuk setiap bawahannya. Hubungan satu lawan satu inilah yang
menentukan perilaku bawahan.[12]
Tiga keterampilan / skills yang
harus dikuasai oleh seorang pemimpin (Kazt) :[13]
1.
Human Relatian
Skill(Kemampuan berhubungan dengan bawahan)
2.
Technical Skill (Kemampuan menerapkan ilmunya ke dalam pelaksanaan (operasional))
3.
Conceptional
Skill (Kemampuan dalam melihat sesuatu sacara keseluruhan
yang kemudian dapat merumuskannya. Seperti dalam mengamibil keputusan,
membentuk kebijakan, dll. Kemampuan ini juga disebut Managerial Skill)
Ada juga beberapa pendekatan dalam mempelajari pemimpin yaitu:
1.
Pendekatan
Sifat (Traits Aproach), Pendekatan yang didasari asumsi bahwa kondisi
fisik dan karakteristik pribadi adalah penting bagi kesuksesan pemimpin.
2.
Pendekatan
keperilakuan (Behavioral Aproach), Pendekatan yang memandang
kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan sifat-sifatnya.
Studi ini melihat dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam
kegiatannya dalam mempengaruhi anggota-anggota kelompoknya.
3.
Pendekatan ini
menitikberatkan, Pandangannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan :
a.
Fungsi-fungsi
kepemimpinan
b.
Gaya-gaya
kepemimpinan
Teori-teori yang termasuk dalam
pendekatan keperilakuan antara lain :[14]
1.
Studi
Kepemimpinan Ohio State University
Studi ini melihat kepemimpinan itu
atas dua dimensi perilaku pemimpin :
a.
Initiating
Structure (Struktur Tugas), Merupakan cara
pemimpin melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam usaha menetapkan pola
organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang dipakai dalam
organisasi
b.
Consideration (tenggang rasa), Merupakan perilaku saling menghargai dan persahabatan
antara pemimpin dengan bawahanyya.
2 Teori
Kepemimpinan Managerial Grid
Teori ini dikemukakan oleh Robert K.
Blake dan Jene S. Mouton yang membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan:
a.
Concern For
People, Menekankan pada hubungan antar individu
b.
Concern For
Production, Menekankan pada produksi
Terdapat lima gaya kepemimpinan yang
merupaka kombinasi dari kedua gaya kepemimpinan dia atas antara lain:
1)
Gaya
Kepemimpinan Improverished,Pemimpin menggunakan usaha yang paling
sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu
2)
Gaya
Kepemimpinan Country Club, Kepemimpinan yang didasarkan pada hubungan
informal antara individu, keramahan dan kegembiraan
3)
Gaya
Kepemimpinan Team, Keberhasilan suatu organisasi tergantung kepada hasil
kerja sejumlah individu yang penuh pengabdian Dasar kepemimpinan ini adalah
saling percaya dan penghargaan antar sesama anggota kelompok
4)
Gaya
Kepemimpinan Task,Pemimpin memandang efisien kerja sebagai factor utama
untuk keberhasilan organisasi. Penekanan pada penampilan individu dalam
organisasi
5)
Gaya
Kepemimpinan Midle Road, Artinyat tengah-tengah. Penekanan pada
keseimbangan yang optimal antara tugas dan hubungan manusia
3. Model
Getzels dan Guba
a.
Perilaku
Kepemimpinan yang bergaya Normative, dengan dimensi nomotetis yang
meliputi usahanya untuk memenuhi tuntutan organisasi. Mengacu pada Lembaganya
yang ditandai dengan peranan dan harapan tertentu sesuai tujuan organisasinya.
b.
Perilaku
Kepemimpinan yang bergaya personal, disebut dengan dimensi Idiografis,
yaitu pemimpin yang mengutamakan kebutuhan dan ekspektasi anggota
organisasinya. Mengacu pada individu dalam organisasi dengan kepribadian dan
disposisi tertentu.
4.
Pendekatan Kontingensi/Situasi,
Model ini banyak melahirkan beberapa model kepemimpinan, diantaranya :[15]
a.
Model
Kepemimpinan Kontingensi (dikembangkan oleh Fred.E. Fiedlr), Seorang pemimpin
akan sukses bila menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda
b.
Model
Kepemimpinan Tiga Dimensi (dikemukakan oleh Williaw J. Reddin), Model ini
dinamakan “Three DImentional Model” karena dalam pendekatannya
menggunakan tiga kelompok gaya (Gaya dasar, Gaya Efektif, Gaya tidak Efektif)
c.
Teori
Kepemimpinan Situasional, (dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth
H.Blanchard. M), Pemimpin yang efektif tergantung pada taraf kematangan
pengikut dan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan orientasinya, baik orientasi
tugas ataupun hubungan antar manusia.
Ada empat gaya kepemimpinan
1.
Telling,
perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan hubungan rendah
2.
Selling,
perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi
3.
Participating,
perilaku pemimpin dengan tugas rendah dan hubungan tinggi
4.
Delegating,
perilaku pemimpin dengan rendah tinggi dan hubungan rendah.
4. Prinsif-Prinsif Kepemimpinan
1. Amanah
Ada ungkapan menarik bahwa”kekuasaan
itu amanah, karena itu harus dilaksanakan dengan penuh amanah”.Dengan demikian,
kekuasaan yang dimiliki hanyalah sekedar amanah dari Allah yang bersifat
relatife, yang kelak harus di pertanggung jawabkan di hadapan-Nya.
2.Adil
Pengertian adil dalam budaya
Indonesia sebenarnya bersumber dari ajaran Islam, yaitu dari kata Arab “adl”.Namun,
dalam Al-Qur’an pengertian adil paling tidak di wakili oleh dua kata, yaitu “adl
dan qisth”. Dari akar kata adl disebut sebanyak 14 kali dalam
Al-Qur’an, sedangkan qisth di
ulang sebanyak 15 kali.
Pemerintahan atau pemimpin selalu berhadapan dengan masyarakat yang
terdiri dari kelompok-kelompok. Proses politik juga berhadapan dengan berbagai
kelompok golongan. Seorang yang terpilih menadi pemimpin harus mampu berdiri di
atas semua golongan.Untuk itu diperlukan sifat adil.[16]
5. Tipe-tipe Kepemimpinan
Berdasarkan sifat da konsep
kepemimpinan maka ada tiga tipe pokok kepemimpinan yaitu: tipe otoriter, tipe laissez
faire dan tipe demokrasi:[17]
1. Tipe Otoriter (the autocratic style of leadership)
Pada kepemimpinan yang otoriter,
semua kebijakan atau “Policy” dasar ditetapkan oleh pemimpin sendiri dan
pelaksanaan selanjutnya ditugaskan kepada bawahannya.Semua perintah, pemberian
tugas dilakukan tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan orang-orang yang
dipimpinnya.Pemimpin otoriter berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya
tergantung pada dirinya.Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar keras, tertib dan
tidak boleh dibantah.[18]
2. Tipe Laissez Faire (laissez-faire style of leadership)
Pada tipe “Laissez Faire”
ini, pemimpin memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap anggota
staf di dalam tata prosedure dan apa yang akan dikerjakan untuk pelaksanaan
tugas-tugas jabatan mereka. Mereka mengambil keputusan dengan siapa ia hendak
bekerjasama. Dalam penetapannya menjadi hak sepenuhnya dari anggota kelompok
atau staf lembaga pendidikan itu.
Apabila hal ini kita jumpai di
sekolah, maka dalam hal ini bila akan menyelenggarakan rapat guru biasanya
dilaksanakan tanpa kontak pimpinan (Kepala Sekolah), tetapi bisa dilakukan
tanpa acara. Rapat bisa dilakukan selagi anggota/guru-guru dalam sekolah
tersebut menghendakinya.[19]
3.
Tipe Demokratis
(Demokratic style of leadership)
Dalam tipe kepemimpinan ini seorang
pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh anggota kelompoknya dalam mengambil
keputusan, kepala sekolah yang bersifat demikian akan akan selalu menghargai
pendapat anggota/guru-guru yang ada dibawahnya dalam rangka membina sekolahnya.
Dalam hasil Research itu
menunjukkan bahwa untuk mencapai kepemimpinan yang demokratis, aktivitas
pemimpin harus:
a.
Meningkatkan
interaksi kelompok dan perencanaan kooperatif.
b.
Menciptakan
iklim yang sehat untuk perkembangan individual dan memecahkan pemimpin-pemimpin
yang potensial.[20]
Dan ada juga keterampilan yang harus dimiliki pemimpin antara lain:[21]
1. Menyatakan visi yang jelas dan menarik
Sebuah visi yang jelas mengenai apa yang dapat dicapai organisasi atau
akan jadi apakah sebuah organisasi itu akan membantu orang untuk memahami
tujuan, sasaran dan prioritas dari organisasai. Hal ini memberikan makna pada
pekerjaan, berfungsi sebagai sebuah sumber keyakinan diri dan memupuk rasa
tujuan bersama.Akhirnya, visi membantu memandu sebuah tindakan dan keputusan
dari setiap aggota organisasi, yang amatlah berguna saat orang-orang atau
kelompok diberikan otonomi dan keleluasaan yang cukup besar dalam keputusan ke
pekejaan mereka (Hackman, 1986; Raelin, 1989).
2. Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai
Tidaklah cukup hanya menyampaikan sebuah visi yang menarik; pemimpin juga
harus meyakinkan para pengikut bahwa visi itu memungkinkan.Amatlah penting
untuk membuat hubungan yang jelas antara visi itu dengan sebuah strategi yang
dapat dipercaya untuk mencapainya.Hubungan ini lebih mudah dibangun jika
strateginya memiliki beberapa tema jelas yang relevan dengan nilai bersama dari
para anggota organisasi (Nadler, 1988).
3. Bertindak secara rahasia dan optimistis
Para pengikut tidak akan meyakini sebuah visi kecuali pemimpinnya
memperlihatkan keyakinan diri dan pendirian. Adalah penting untuk tetap
optimistis tentang kemungkinan keberhasilan kelompok itu dalam mencapai
visinya, khisusnya dihadapan halangan dan kemunduran sementara.Keyakinan dan
optimisme seorang manajer dapat amat menular. Amatlah baik untuk menekankan
aspek positif dari visi itu daripada pada halangan dan bahaya yang akan
dihadapi.
4. Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut
Pengaruh yang memberikan motivasi dari sebuah visi bergantung pada
batasan dimana bawahan yakin akan kemampuan mereka untuk mencapainya.
Penelitian mengenai “pengaruh Pygmalion” menemukan bahwa orang memilki kinerja
yang lebih baik saat seorang pemimpin memiliki harapan yang tinggibagi mereka
dan memperlihatkan keyakinan terhadap mereka (Eden, 1984, 1990; Eden &
Shani, 1982; Field, 1989; Sulton & Woodman, 1989)
5. Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai
penting
Perhatian akan nilai atau
sasaran diperlihatkan dengan cara bagaimana seorang manajer menghabiskan
waktunya, dengan keputusan alokasi sumber daya yang dibuat saat terdapat
pertukaran antar sasaran, dengan pertanyaan yang ditanyakan manajer, dan dengan
tindakan apa yang dihargai oleh manajer tersebut.
Tindakan simbolis untuk
mencapai sebuah sasaran penting atau mempertahankan sebuah nilai akan lebih
mungkin memberikan pengaruh saat manajer itu membuat risiko kerugian pribadi
yang cukup besar, membuat pengorbanan diri, atau melakukan hal-hal yang tidak
konvensional[22]
6. Memimpin dengan memberikan contoh
Menurut peribahasa, tindakan berbicara lebih keras daripada perkataan.
Satu cara seorang pemimpin dapat mempengaruhi komitmen bawahan adalah dengan
menetapkan sebuah contoh dari perilaku yang dapat dijadikan contoh dalam
interaksi keseharian dengan bawahan. Memimpin dengan memberikan contoh
terkadang disebut “pembuatan model peran”.
7. Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu
Pemberian kewenangan berarti
mendelegasikan kewenangan untuk keputusan tentang bagaimana melakukan pekerjaan
kepada orang-orang dan tim. Ini berarti meminta orang untuk menentukan sendiri
cara terbaik untuk menerapkan strategi atau mencapai sasaran, bukannya
memberitahu mereka secara rinci tentang apa yang harus dilakukan.
Kesimpulan
1. Kepemimpinan merupakan
kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan
tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus
dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi
atau kelompok.
2. Kata
pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat
dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu
sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki
beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang
digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya,
atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap
teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
3. Pemahaman terhadap ayat ini harus disesuaiakn dengan konteks
diturunkannya ayat, larangan dan peringatan memilih pemimpin kafir pada waktu
itu adalah bentuk kewaspadaan terhadap kelompok yahudi dan nasrani yang
mengajak orang mu’min murtad. Sedangkan yang terjadi sekarang, kebebasan beragama sudah dilindungi
hokum Negara. Pemaksaan seperti itu tidak perlu lagi menjadi kekhawatiran.
4. Sekarang yang
perlu diperhatikan adalah bagaimana kita selektif dalam memilih pemimpin yang
baik dan ideal yang membawa ide-ide keadilan dan persamaan. Bukan pemimpin yang
dzolim dan melanggar perintah tuhan. Sebagaimana pendapat ibnu taimiyah, Tuhan
melindungi Negara yang sekali pun kafir tapi adil, dan Tuhan tidak menjadi
pelindung bagi Negara yang tidak adil, meskipun muslim.
DAFTAR PUSTAKA
Angelo,Kreitner, Robert; Kinicki.Perilaku
Organisasi (Organizational Behavior). ed.5. Jakarta: Salemba Empat,
2005.
Bakar,Bahrun Abu. Terjemah Tafsir Maraghi, Semarang; Toha Putra,
1985.
Fattah,Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung :
Rosdakarya,1996.
Hamka. Tafsir Al-Azhar.Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd,
1999 juz 2.
Hendyat,Soetopo dkk. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan.Malang:
Bina Aksara, 1984.
Nawawi,Hadari. Kepemimpinan Menurut Islam, Yogyakarta: Gajah Mada,
1993.
Soekarto,Indrafachru dkk.Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya:
Usana offset printing , 1983.
Syihab,M.
Quraisy. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2005 cet.IV. Vol 3.
Taimiyyah,Ibn.
Tugas Negara Menurut Ibn Taimiyah, Yokyakarta: Pustaka pelajar, 2004.
Undang-Undang Dasar 1945. 78 Books. 2010
Wahjosumidjo.Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: RajaGrafindo
Persada, 2002.
Yukl,Gary. Kepemimpinan
Dalam Organisasi, ed.5, Jakarta: Indeks 2005.
Lia Amalia Safitri. Blogspot.com/2012/11/Tafsir-
ayat-kepemimpinan-dalam-Al-Qur’an.Html.
Al Munawir, Said Agil Husin. Al-Quran
Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta: Ciputat Press, 2002.
[1]Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut
Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1993), hlm. 42.
[2]Wahjosumidjo,Kepemimpinan Kepala
Sekolah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 20.
[3] Lia Amalia Safitri. Blogspot.com/2012/11/Tafsir-
ayat-kepemimpinan-dalam-Al-Qur’an.html
[4] Ibid
[5]Said Agil Husin Al- Munawwar.Al- Qur’an Membangun Tradisi
Kesalehan Haqiqi. (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 197-198
[6]Bahrun Abu Bakar, Terjemah Tafsir
Maraghi,(Semarang; Toha Putra, 1985), hlm. 243
[8]Ibid,
[10]Undang-Undang Dasar 1945. 78 Books. 2010
[11]Ibn
Taimiyyah, Tugas Negara Menurut Ibn Taimiyah, (Yokyakarta: Pustaka
pelajar, 2004), hlm. 13
[12]Kreitner, Robert;
Kinicki, Angelo.Perilaku Organisasi (Organizational Behavior).
ed.5. (Jakarta: Salemba Empat, 2005), hlm. 299.
[14]Soetopo hendyat, dkk.Kepemimpinan
dan Supervisi Pendidikan. (Malang: Bina Aksara, 1984), hlm. 1.
[15]Indrafachru,Soekarto,dkk. Pengantar
Kepemimpinan Pendidikan. (Surabaya: Usana offset printing , 1983), hlm
. 23.
[16] Ibid
[17]Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan,
(Bandung : Rosdakarya,1996), hlm. 88.
[18]Indrafachru,soekarto,dkk. Op,cit,
hlm. hlm . 23.
[19]Soetopo hendyat, dkk.Op,cit, hlm. 1.
[21]Gary Yukl, Op,cit, hlm. 312-319.
[22]Ibid,
Jika ingin bisa tulisan al-Qur'an di komputer saudara/i atau mau file aslinya e-mail saya ke torasparuliansiregar@gmail.com atau call to 082277013810
nb: jika tidak sedang sibuk
No comments:
Post a Comment