Sunday, 17 April 2016

Kepemimpinan (Tafsir)



TENTANG KEPEMIMPINAN

A. PENDAHULUAN
Kepemimpinan sebagai proses mengerakkan orang lain, dan pada dasarnya merupakan rangkaian interaksi antara manusia, interaksi itu bersumber dari seseorang yang berani dan bersedia tampil yang mempelopori dan mengajak orang lain berbuat sesuatu melalui kerja sama satu dengan yang lain. Dengan berada di depan seorang pemimpin akan jadi ikutan yang sikap dan berada di tengah keteladanan, bersamaan dengan itu bahwa pemimpin juga harus mampu berada di tengah orang yang memimpinnya.[1] Kemampuan menjalankan fungsi kepemimpinan, sesuai dengan gaya dan tipe kepemimpinan masing-masing, bagi pemimpin yang beriman sandarannya tidak dapat lain dari pada petunjuk/tuntutan Allah SWT.
Namun jika diminta seseorang untuk memimpin itu lebih baik, maka kondisi seperti ini akan memungkinkan lebih baik dan memungkinkan kepemimpinan yang berlangsung secara efektif. Namun antara pemimpin dak rakyat haruslah saling hormat-menghormati dan meningkatkan rasa hormat yang segan, ketaatan dan kepatuhan, kepercayaan pada pemimpin dan saling mempercayai, bukanlah dalam Al-Qur’an juga Allah menyuruh untuk menaatinya dan menaati Rasul serta para pemimpin. Maka sebagai pemimpin yang punya prinsip untuk mengarahkan kepada jalan Allah dan berbuat pada kebaikan, bahwa kerja sama dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan perseorangan yang saling meunjang yang dilakukan secara bersama-sama guna mencapai untuk keberkahan kita dalam dunia ini yang akhirnya dalam kegiatan yang efektif.[2]
Pemimpin adalah sosok yang sangat penting dalam sebuah kelompok baik lingkup sempit maupun luas, eksistensi dan orientasi kelompok sangat ditentukan oleh pemimpinnya, apakah nanti akan dibawa ke arah kebaikan, kesejahteraan dan kemakmuran ataukah diarahkan menuju kehancuran. Oleh karena itu, sudah merupakan tanggung jawab setiap personal untuk selektif dan berhati-hati dalam memilih pemimpin.
Al-Mawardi dalam bukunya Mawathin La Dzimmah menganalogikan pentingnya keberadaan pemimpin dengan pentingnya agama dalam melanjutkan tugas kenabian. Pemimpin adalah komponen yang paling urgen yang harus melanggengkan keadilan, prinsip persamaan sebagaimana yang diajarkan Al-Qur’an dan merupakan pemegang amanah dari Tuhan. Prinsip kepemimpinan yang paling pokok adalah keadilan, jadi setiap personal memiliki porsi hak dan kewajiban yang linear.

B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Kepemimpinan
Istilah kepemimpinan menurut bahasa adalah leadership yang berasal dari kata leader. Sedangkan arti kepemimpinan menurut istilah ialah proses untuk mempengaruhi orang lain, baik didalam organisasi maupun diluar organisasi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam suatu situasi dan kondisi tertentu.[3]

2. Ayat-Ayat Al-Quran Tentang Kepemimpinan
1)      Bunyi surah Al-Baqarah:30
øŒÎ)urtA$s%š/uÏps3Í´¯»n=yJù=Ï9ÎoTÎ)×@Ïã%y`ÎûÇÚöF{$#ZpxÿÎ=yz((#þqä9$s%ã@yèøgrBr&$pkŽÏù`tBßÅ¡øÿãƒ$pkŽÏùà7Ïÿó¡ouruä!$tBÏe$!$#ß`øtwUurßxÎm7|¡çRx8ÏôJpt¿2â¨Ïds)çRury7s9(tA$s%þÎoTÎ)ãNn=ôãr&$tBŸwtbqßJn=÷ès?ÇÌÉÈ
Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman  kepada para Malaikat: “sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang kholifah di muka bumi”. Mereka berkata: “mengapa Engkau hendak menjadikan (kholifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?“ Tuhan  berfirman : “sesungguhnya  Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”.
1) Mufradat          
Kata  pxÿÎ=yz berasal dari kata xÿ=yzyang dalam Al-Qur’an disebutkan sebanyak 127 kali, maknanya berkisar di antara kata kerja ”menggantikan”, meninggalkan, atau kata benda ”pengganti” atau “pewaris”. Secara terminologis, kata ini mengandung setidaknya dua makna ganda. Disatu pihak, khalifah di artikan sebagai kepala Negara dalam pemerintah dan kerajaan Islam masa lalu, yang dalam konteks kerajaan pengertiannya sama dengan kata Sultan. Di lain pihak, khalifah juga bisa diartikan dua macam, pertama yan di wujudkan dalam jabatan sultan atau kepala Negara. Kedua, fungsi manusia itu sendiri dimuka bumi sebagai ciptaan Allah yang sempurna.[4]
2)      Analisa           
Berdasarkan ayat ini telah jelas dikatakan  bahwa Allah hendak menciptakan manusia di muka bumi, dengan tujuan untuk menjadi pemimpin atau khalifah di muka bumi. Ayat ini ditunjukkan bukan untuk para Nabi saja, melainkan keseluruhan manusia serta dengan tugas-tugasnya untuk memakmurkan bumi,  tugasnya untuk menyeru orang lain berbuat Amar Ma’ruf  dan Nahi Munkar.Dan bahwa tujuan diciptakannnya manusia yaitu sebagai perwakilan Allah untuk menjaga bumi dan mengolah seluruh isinya, kemudian untuk mengetahui seberapa besar kuasa Allah SWT.

2).Surah An- Nisaa’ ayat 59
$pkšr'¯»tƒ        tûïÏ%©!$#(#þqãYtB#uä(#qãèÏÛr&©!$#(#qãèÏÛr&urtAqß§9$#Í<'ré&ur͐öDF{$#óOä3ZÏB(bÎ*sù÷Läêôãt»uZs?Îû&äóÓx«çnrŠãsùn<Î)«!$#ÉAqß§9$#urbÎ)÷LäêYä.tbqãZÏB÷sè?«!$$Î/ÏQöquø9$#ur̍ÅzFy$#4y7Ï9ºsŒ×Žöyzß`|¡ômr&ur¸xƒÍrù's?ÇÎÒÈ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

1)      Munasabah
Sangkut pautkan dengan alasan turunnya ayat ini, karena dalam kisah itu dituliskan adanya perbatasan antara taat pada perintah (pemimpin) dan menolak perintah untuk terjun ke dalam api. Saat itu mereka perlu akan petunjuk apa yang harus mereka lakukan.
2)      Analisa Ayat
Ayat ini menjelaskan bahwa apabila terjadi perbedaan pendapat maka, harus disesuaikan kepada Al-Qur’an dan Hadsit.Namun, apabila masih terjadi perbedaan pendapat maka dikembalikan kepada Ulil amri atau pemimpin yang adil.Guna untuk mendapatkan keputusan yang adil.

3). Surah Al- Baqarah ayat 124
               ÏŒÎ)ur#n?tFö/$#zO¿Ïdºtö/Î)¼çmš/u;M»uKÎ=s3Î/£`ßg£Js?r'sù(tA$s%ÎoTÎ)y7è=Ïæ%y`Ĩ$¨Y=Ï9$YB$tBÎ)(tA$s%`ÏBurÓÉL­ƒÍhèŒ(tA$s%ŸwãA$uZtƒÏôgtãtûüÏJÎ=»©à9$#ÇÊËÍÈ
Artinya: “Dan  (ingatlah), ketika Ibrahim diuji. Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya. Allah berfirman: "Sesungguhnya aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia". Ibrahim berkata: "(Dan saya mohon juga) dari keturunanku". Allah berfirman: "Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim".
                                                     
1).  Munasabah
Imam sering di artikan sebagai kepemimpinan. Akan tetapi dalam Al-Qur’an sendiri tidak dijumpai kata imam. Dari akar kata yang sama lahir antara lain Umm yang berarti ibu dan imam yang maknanya pemimpin karena keduanya menjadi teladan, tumpuan pandangan dan harapan.[5]
2).  Analisa
Imam merupakan membimbing atau memimpin manusia ke jalan kebenaran.
4). Bunyi Suroh Al-Imran Ayat 28
žwÉÏ­GtƒtbqãZÏB÷sßJø9$#tûï͍Ïÿ»s3ø9$#uä!$uŠÏ9÷rr&`ÏBÈbrߊtûüÏZÏB÷sßJø9$#(`tBurö@yèøÿtƒšÏ9ºsŒ}§øŠn=sùšÆÏB«!$#Îû>äóÓx«HwÎ)br&(#qà)­Gs?óOßg÷ZÏBZp9s)è?3ãNà2âÉjyÛãƒurª!$#¼çm|¡øÿtR3n<Î)ur«!$#玍ÅÁyJø9$#ÇËÑÈ
Artinya: “Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. dan hanya kepada Allah kembali (mu)”.

1). Mufradhat
أَوْلِيَاءَ adalah bentuk plural dari ولي yang bertaut erat dengan konsep wala’ atau muwalah yang mengandung dua arti: satu, pertemanan dan aliansi; kedua proteksi atau patronase (dalam kerangka relasi patron-klien). Dalam kamus lisanul Arab, kata waliy berarti shiddiq(teman) dan an-nashir(penolong). Kemudian dalam terjemahan The Holy Qur`an  yang ditulis oleh Abdullah Yusuf Ali, kata auliya diartikan friends(teman).
الْكَافِرِينَ  bentuk mufrad nya adalah كَافِر berasal dari kata awal كَفِر yang berarti berpaling. Kafir berarti orang-orang yang berpaling dari keimanannya kepada Allah.Bisa juga digunakan dalam konteks menyebut orang-orang yang tidak mensyukuri nikmat, dalam konteks ini terminology kafir atau kufur adalah lawan dari syukur.
2). Sabab Nuzul
Menurut riwayat dari Ibnu jarir Ayat ini diturunkan ketika Al-Hajjaj Bin Amr, Ka’Ab Bin Al-Asyraf , Ibnu Abil Haqiq dan Qais Bin Zaid(golongan Yahudi)  tinggal berbaur bersama orang-orang Anshar untuk mengganggu keislaman mereka dan menjadikan mereka murtad.
Maka Rifa’ah Ibnul Mundzir, Abdullah Bin Zubair, dan Sa’id Bin Hatsamah berkata kepada mereka : Jauhilah orang Yahudi itu dan janganlah tinggal bersama mereka agar mereka tidak membuat kalian keluar dari agama kalian. Kemudian turunlah ayat ini.
Ayat ini diturunkan kepada sekelompok orang islam pada waktu itu untuk waspada ketika berelasi dengan orang Yahudi atau Kafir, ini dikarenakan orang Kafir pada waktu itu sangat memusuhi islam. Sehingga dikhawatirkan bergaul dengan mereka akan menjadikan orang-orang muslim murtad.
 3). Munasabah
Dalam ayat yang lalu Allah SWT mengingatkan Nabi dan kaum Mu’minin untuk berlindung kepada Allah dengan pengakuan bahwa ditangan-Nya lah kerajaan, kemuliaan dan pengaruh mutlak dalam mengatur alam semesta ini.oleh karena itu Allah memberikan kepada yang dikehendaki dan mencegahnya dari orang-orang yang dikehendaki pula. Kemudian Allah SWT membimbing melalui ayat-ayat ini bahwa termasuk orang yang lupa apabila ia merasa bangga kepada selain Allah atau berlindung kepada selain-Nya.
Para perawi juga meriwayatkan bahwa sebagian orang yang telah memeluk Islam merasa silau dengan kemuliaan dan kekuatan Kuffar. Karenanya mereka memihak dan tunduk padanya. Kecenderungan manusia untuk berafiliasi dengan pihak yang lebih kuat sebenarnya bukan hal yang aneh, hal semacam ini sudah menjadi watak manusia pada umumnya.[6]
Dalam surat An-Nisa ayat 139 dan ayat 144 secara saling berkaitan Allah juga  menegaskan larangan menjadikan orang non muslim sebagai Wali.
tûïÏ%©!$#tbräÏ­Ftƒtûï͍Ïÿ»s3ø9$#uä!$uŠÏ9÷rr&`ÏBÈbrߊtûüÏZÏB÷sßJø9$#4šcqäótGö;tƒr&ãNèdyYÏãno¨Ïèø9$#¨bÎ*sùno¨Ïèø9$#¬!$YèŠÏHsdÇÊÌÒÈ
Artinya; (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS. An-Nisa; 139)

$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäŸw(#räÏ­Gs?tûï͍Ïÿ»s3ø9$#uä!$uŠÏ9÷rr&`ÏBÈbrߊtûüÏZÏB÷sßJø9$#4tbr߃̍è?r&br&(#qè=yèøgrB¬!öNà6øn=tæ$YZ»sÜù=ß$·YÎ6BÇÊÍÍÈ
Artinya; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?(QS. An-Nisa; 144)

            1).  Penafsiran dan Kontekstualisasi Ayat
Allah melarang orang-orang Mu’nin menjadikan orang Kafir sebagai Wali dan teman akrabnya lalu meninggalkan sesama saudaranya yang mu’min. Allah mengancam bahwa barang siapa melanggar larangan ini putus hubungannya dengan Allah karena telah menyimpang dari jalan yang benar sebagaimana Allah berfirman dalam ayat-ayat yang lain :
ûïÏ%©!$#tbräÏ­Ftƒtûï͍Ïÿ»s3ø9$#uä!$uŠÏ9÷rr&`ÏBÈbrߊtûüÏZÏB÷sßJø9$#4šcqäótGö;tƒr&ãNèdyYÏãno¨Ïèø9$#¨bÎ*sùno¨Ïèø9$#¬!$YèŠÏHsdÇÊÌÒÈ
Artinya; (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka Sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah. (QS. An-Nisa; 139).




Selanjutnya dalam ayat 144 juga dijelaskan;
$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãZtB#uäŸw(#räÏ­Gs?tûï͍Ïÿ»s3ø9$#uä!$uŠÏ9÷rr&`ÏBÈbrߊtûüÏZÏB÷sßJø9$#4tbr߃̍è?r&br&(#qè=yèøgrB¬!öNà6øn=tæ$YZ»sÜù=ß$·YÎ6BÇÊÍÍÈ
Artinya; Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Inginkah kamu Mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?(QS. An-Nisa; 144)

Dalam surat al-Maidah ayat 51 juga ditegaskan  :
*$pkšr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãYtB#uäŸw(#räÏ­Gs?yŠqåkuŽø9$##t»|Á¨Z9$#uruä!$uÏ9÷rr&¢öNåkÝÕ÷èt/âä!$uŠÏ9÷rr&<Ù÷èt/4`tBurNçl°;uqtGtƒöNä3ZÏiB¼çm¯RÎ*sùöNåk÷]ÏB3¨bÎ)©!$#ŸwÏôgtƒtPöqs)ø9$#tûüÏJÎ=»©à9$#ÇÎÊÈ
Artinya:  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim. (Q.S. Al-Maidah: 51).

1). Munasabah
Ayat-ayat ini dijadikan legitimasi oleh sebagian golongan yang menyatakan bahwa memilih pemimpin dari kalangan kafir  hukumnya haram. Perbedaan penafsiran dalam ayat ini berpangkal dari ketidaksamaan mereka dalam mendefinisikan makna Wali atau Auliya’. Hamka Dalam Tafsir al-Azhar menjelaskan, wajib bagi kita mengambil pemimpin dari orang muslim. Allah memberi peringatan dengan tegas bahwa memilih orang kafir menjadi pemimpin adalah perangai kelakuan orang munafik. Pada ayat ini ditegaskan kepada orang-orang beriman agar tidak  mengambil orang kafir sebagai pemimpin.  Ini dikarenakan mereka tidak percaya kepada tuhan, dan keingkaran mereka kepada tuhan dan peraturan-peraturan tuhan akan menyebabkan rencana kepemimpinan mereka tidak tentu arah.[7]
Dalam terjemah Al-Qur’an bahasa Indonesia kata Auliya’ juga diartikan sebagai pemimpin, hal ini kemudian memunculkan kesalah pahaman bagi orang awam yang memahami ayat ini secara tekstual atau sebagaimana yang tertulis dalam terjemah Al-Qur’an tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah tepatkah kata Auliya’ diterjemahkan sebagai ‘pemimpin’ yang konotasinya mengarah pada pemimpin politik.
Dalam surat Al-Maidah ayat 51 tertulis “ba’dluhum auliyau ba’dlu”, jika kata Auliya’ pada redaksi ayat tersebut diartikan pemimpin atau yang memiliki kuasa atas yang lain maka seharusnya-sesuai kaidah nahwiyah- ada huruf jer ‘ala setelah kata ba’dlun yang menunjukkan makna isti’la’ atau superioritas yang sebagian atas sebagian yang lain. Tapi dalam redaksi ayat tersebut Allah menyebutkan secara langsung “ba’dluhum auliyau ba’dlu”, yang berarti ada hubungan linear antara dua golongan yang berelasi dalam konsep wali pada ayat tersebut.
Thabataba’I dalam tafsirnya Al-Mizan, memaknai kata Auliya’ sebagai bentuk kedekatan kepada sesuatu yang menjadikan terangkat dan hilangnya batas antara yang mendekat dan yang didekati dalam tujuan kedekatan itu. Kalau tujuan dalam konteks ketakwaan dan pertolongan, maka Auliya’ adalah penolong-penolong. Apabila dalam konteks pergaulan dan kasih sayang, maka ia adalah ketertarikan jiwa sehingga Auliya’ adalah yang dicintai yang menjadikan seseorang tidak dapat tidak tertarik kepadanya, memenuhi kehendaknya dan mengikuti perintahnya. Dan kalau dalam hal ketaatan maka auliya’ adalah siapa yang memerintah dan harus ditaati ketetapannya. [8]
Jadi pemaknaan kata Auliya’ dengan arti pemimpin adalah usaha terjemah  yang tergesa-gesa dan tak mempertimbangkan tekstualitas dan kontekstualitas ayat. Di sisi lain kita tidak bisa semata-mata memahami ayat ini sebagai larangan memilih pemimpin Kafir  dan atau kecaman untuk tidak bergaul, berteman, bersahabat dengan orang kafir. Perbedaan pada penafsiran auliya’ dalam ayat ini, keduanya sama-sama akan menyuburkan isu sensitifitas antar Islam dan non islam jika masing-masing tak dipahami sesuai konteks masa turunnya ayat dan konteks relasi Islam dan Kafir pada masa sekarang.
Sengaja kami tidak secara langsung menggunakan kata ‘non-muslim’ dalam keterangan diatas. Hal ini dikarenakan,terma kafir dalam ayat tersebut seharusnya tidak kita pahami sebatas pada mereka yang ingkar pada Allah saja. Menurut Quraisy Syihab dalam tafsirnya Al-Mishbah, kata ‘Kafir’ biasa dipahami dalam arti siapa yang tidak memeluk agama islam. Makna ini tidak keliru, tetapi perlu diingat bahwa al-qur’an menggunakan kata ‘Kafir’ dalam berbagai bentuknya untuk banyak arti yang puncaknya adalah pengingkaran terhadap wujud atau keesaan Allah, disusul dengan keengganan melaksanakan perintah dan menjauhi larangannya walau tidak mengingkari wujud dan keesaanNya, sampai kepada tidak mensyukuri nikmatnya yaitu kikir.  Seperti yang ada pada surat Ibrahim ayat 7 :
øŒÎ)uršc©Œr's?öNä3š/uûÈõs9óOè?öx6x©öNä3¯RyƒÎV{(ûÈõs9ur÷LänöxÿŸ2¨bÎ)Î1#xtãÓƒÏt±s9ÇÐÈ
Artinya : Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Q.S. Ibrahim :7)

Atas dasar itu dapat dikatakan bahwa kufur atau kafir adalah segala aktifitas yang bertentangan dengan tujuan agama dan dengan demikian walaupun ayat inj turun dalam konteks melarang orang-orang beriman menjadikan orang yahudi dan nasrani sebagai pemimpin yang diberi wewenang menangani urusan orang-orang beriman, tetapi larangan itu juga mencakup orang yang dinamai muslim yang melakukan aktifitas yang bertentangan dengan tujuan ajaran islam. Larangan ini adalah karena kegiatan mereka secara lahiriah bersahabat, menolong dan membela ummat islam, tetapi dengan halus mereka menggunting dalam lipatan.[9]
Jadi, jika ayat ini dijadikan legitimasi pelarangan memilih pemimpin kafir(yang dalam pemahaman umum adalah orang non Muslim), maka tidak tepat. Ini dikarenakan kepemimpinan di Negara kita adalah kepemimpinan yang bersifat politis bukan keagamaan. selain itu, tidak dibenarkan bagi pemimpin di Negara ini atau siapapun untuk memaksakan orang lain dalam beragama. Ketentuan ini dilindungi oleh undang-undang Negara republic Indonesia pasal 29 ayat 2 yang berbunyi : Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.[10]
Jadi tidak ada kekhawatiran sebagaimana konteks ketika ayat ini diturunkan. Tetapi tidak lantas ayat ini tidak sesuai untuk konteks masa sekarang, pesan moral dalam ayat ini perlu kita perhatikan adalah peringatan bagi kita untuk lebih berhati-hati dan selektif dalam memilih pemimpin. Kebebasan beragama sudah dilindungi konstitusi hokum Negara, tugas kita adalah memilih pemimpin yang ideal. Menurut ibnu taimiyah, adil adalah syarat bagi seorang pemimpin yang ideal. Ibnu taimiyah mengatakan bahwa  Kezaliman mengakibatkan kesengsaraan, keadilan melahirkan kemuliaan. Allah membantu Negara yang adil meskipun kafir, dan tidak membantu Negara yang dzalim meskipun beriman.[11]
Sebagaimana yang telah kami paparkan di atas, kafir berarti pengingkaran. Orang mukmin yang melanggar hal-hal yang dilarang agama atau tindakannya tidak sesuai dengan tujuan agama maka bisa dikatakan ia adalah kafir atau orang yang ingkar.  Misalnya, seorang pemimpin mukmin atau islam yang melakukan korupsi, pada hakikatnya adalah kafir karena melakukan perbuatan yang bersebrangan dengan ajaran islam. Maka kita harus berhati-hati, jangan sampai berteman, bekerjasama ataupun menjadikan orang seperti ini sebagai pemimpin karena dikhawatirkan mereka akan mengajak kita melanggar larangan agama.

3. Pendekatan dalam Mempelajari Pemimpin
Pendekatan yang mengenali tidak adanya konsistensi perilaku pemimpin kepada seluruh bawahannya.Pemimpin membina ikatan dan hubungan pribadi terhadap masing-masing bawahannya.LMX tidak hanya mengenali, tetapi menekankan perbedaan hubungan yang dikembangkan pemimpin dengan bawahan yang berbeda dalam kelompok. Sebagai contoh, seorang pemimpin mungkin dapat sangat bertoleransi pada seorang bawahan tetapi sangat kaku dan tegas pada bawahan yang lain. Mungkin saja pemimpin denga 10 orang bawahan akan memiliki 10 hubungan pemimpin-bawahan yang berbeda untuk setiap bawahannya. Hubungan satu lawan satu inilah yang menentukan perilaku bawahan.[12]
Tiga keterampilan / skills yang harus dikuasai oleh seorang pemimpin (Kazt) :[13]
1.      Human Relatian Skill(Kemampuan berhubungan dengan bawahan)
2.      Technical Skill (Kemampuan menerapkan ilmunya ke dalam pelaksanaan (operasional))
3.      Conceptional Skill (Kemampuan dalam melihat sesuatu sacara keseluruhan yang kemudian dapat merumuskannya. Seperti dalam mengamibil keputusan, membentuk kebijakan, dll. Kemampuan ini juga disebut Managerial Skill)
Ada juga beberapa pendekatan dalam mempelajari pemimpin yaitu:
1.      Pendekatan Sifat (Traits Aproach), Pendekatan yang didasari asumsi bahwa kondisi fisik dan karakteristik pribadi adalah penting bagi kesuksesan pemimpin.
2.      Pendekatan keperilakuan (Behavioral Aproach), Pendekatan yang memandang kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan sifat-sifatnya. Studi ini melihat dan mengidentifikasi perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya dalam mempengaruhi anggota-anggota kelompoknya.
3.      Pendekatan ini menitikberatkan, Pandangannya pada dua aspek perilaku kepemimpinan :
a.       Fungsi-fungsi kepemimpinan
b.      Gaya-gaya kepemimpinan
Teori-teori yang termasuk dalam pendekatan keperilakuan antara lain :[14]
1.      Studi Kepemimpinan Ohio State University
Studi ini melihat kepemimpinan itu atas dua dimensi perilaku pemimpin :
a.       Initiating Structure (Struktur Tugas), Merupakan cara pemimpin melukiskan hubungannya dengan bawahan dalam usaha menetapkan pola organisasi, saluran komunikasi, dan metode atau prosedur yang dipakai dalam organisasi
b.      Consideration (tenggang rasa), Merupakan perilaku saling menghargai dan persahabatan antara pemimpin dengan bawahanyya.
2    Teori Kepemimpinan Managerial Grid
Teori ini dikemukakan oleh Robert K. Blake dan Jene S. Mouton yang membedakan dua dimensi dalam kepemimpinan:
a.       Concern For People, Menekankan pada hubungan antar individu
b.      Concern For Production, Menekankan pada produksi
Terdapat lima gaya kepemimpinan yang merupaka kombinasi dari kedua gaya kepemimpinan dia atas antara lain:
1)      Gaya Kepemimpinan Improverished,Pemimpin menggunakan usaha yang paling sedikit untuk menyelesaikan tugas tertentu 
2)      Gaya Kepemimpinan Country Club, Kepemimpinan yang didasarkan pada hubungan informal antara individu, keramahan dan kegembiraan
3)      Gaya Kepemimpinan Team, Keberhasilan suatu organisasi tergantung kepada hasil kerja sejumlah individu yang penuh pengabdian Dasar kepemimpinan ini adalah saling percaya dan penghargaan antar sesama anggota kelompok
4)      Gaya Kepemimpinan Task,Pemimpin memandang efisien kerja sebagai factor utama untuk keberhasilan organisasi. Penekanan pada penampilan individu dalam organisasi
5)      Gaya Kepemimpinan Midle Road, Artinyat tengah-tengah. Penekanan pada keseimbangan yang optimal antara tugas dan hubungan manusia
3.   Model Getzels dan Guba
a.       Perilaku Kepemimpinan yang bergaya Normative, dengan dimensi nomotetis yang meliputi usahanya untuk memenuhi tuntutan organisasi. Mengacu pada Lembaganya yang ditandai dengan peranan dan harapan tertentu sesuai tujuan organisasinya.
b.      Perilaku Kepemimpinan yang bergaya personal, disebut dengan dimensi Idiografis, yaitu pemimpin yang mengutamakan kebutuhan dan ekspektasi anggota organisasinya. Mengacu pada individu dalam organisasi dengan kepribadian dan disposisi tertentu.
4.      Pendekatan Kontingensi/Situasi, Model ini banyak melahirkan beberapa model kepemimpinan, diantaranya :[15]
a.       Model Kepemimpinan Kontingensi (dikembangkan oleh Fred.E. Fiedlr), Seorang pemimpin akan sukses bila menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda
b.      Model Kepemimpinan Tiga Dimensi (dikemukakan oleh Williaw J. Reddin), Model ini dinamakan “Three DImentional Model” karena dalam pendekatannya menggunakan tiga kelompok gaya (Gaya dasar, Gaya Efektif, Gaya tidak Efektif)
c.       Teori Kepemimpinan Situasional, (dikembangkan oleh Paul Hersey dan Keneth H.Blanchard. M), Pemimpin yang efektif tergantung pada taraf kematangan pengikut dan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan orientasinya, baik orientasi tugas ataupun hubungan antar manusia.
Ada empat gaya kepemimpinan
1.      Telling, perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan hubungan rendah
2.      Selling, perilaku pemimpin dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi
3.      Participating, perilaku pemimpin dengan tugas rendah dan hubungan tinggi
4.      Delegating, perilaku pemimpin dengan rendah tinggi dan hubungan rendah.
4. Prinsif-Prinsif Kepemimpinan
1. Amanah
Ada ungkapan menarik bahwa”kekuasaan itu amanah, karena itu harus dilaksanakan dengan penuh amanah”.Dengan demikian, kekuasaan yang dimiliki hanyalah sekedar amanah dari Allah yang bersifat relatife, yang kelak harus di pertanggung jawabkan di hadapan-Nya.
2.Adil
Pengertian adil dalam budaya Indonesia sebenarnya bersumber dari ajaran Islam, yaitu dari kata Arab “adl”.Namun, dalam Al-Qur’an pengertian adil paling tidak di wakili oleh dua kata, yaitu “adl dan qisth”. Dari akar kata adl disebut sebanyak 14 kali dalam Al-Qur’an, sedangkan qisth  di ulang sebanyak 15 kali.
Pemerintahan atau pemimpin  selalu berhadapan dengan masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok. Proses politik juga berhadapan dengan berbagai kelompok golongan. Seorang yang terpilih menadi pemimpin harus mampu berdiri di atas semua golongan.Untuk itu diperlukan sifat adil.[16]

5. Tipe-tipe Kepemimpinan
Berdasarkan sifat da konsep kepemimpinan maka ada tiga tipe pokok kepemimpinan yaitu: tipe otoriter, tipe laissez faire dan tipe demokrasi:[17]
1.      Tipe Otoriter (the autocratic style of leadership)
Pada kepemimpinan yang otoriter, semua kebijakan atau “Policy” dasar ditetapkan oleh pemimpin sendiri dan pelaksanaan selanjutnya ditugaskan kepada bawahannya.Semua perintah, pemberian tugas dilakukan tanpa mengadakan konsultasi sebelumnya dengan orang-orang yang dipimpinnya.Pemimpin otoriter berasumsi bahwa maju mundurnya organisasi hanya tergantung pada dirinya.Dia bekerja sungguh-sungguh, belajar keras, tertib dan tidak boleh dibantah.[18]
2.      Tipe Laissez Faire (laissez-faire style of leadership)
Pada tipe “Laissez Faire” ini, pemimpin memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada setiap anggota staf di dalam tata prosedure dan apa yang akan dikerjakan untuk pelaksanaan tugas-tugas jabatan mereka. Mereka mengambil keputusan dengan siapa ia hendak bekerjasama. Dalam penetapannya menjadi hak sepenuhnya dari anggota kelompok atau staf lembaga pendidikan itu.
Apabila hal ini kita jumpai di sekolah, maka dalam hal ini bila akan menyelenggarakan rapat guru biasanya dilaksanakan tanpa kontak pimpinan (Kepala Sekolah), tetapi bisa dilakukan tanpa acara. Rapat bisa dilakukan selagi anggota/guru-guru dalam sekolah tersebut menghendakinya.[19]
3.      Tipe Demokratis (Demokratic style of leadership)
Dalam tipe kepemimpinan ini seorang pemimpin selalu mengikut sertakan seluruh anggota kelompoknya dalam mengambil keputusan, kepala sekolah yang bersifat demikian akan akan selalu menghargai pendapat anggota/guru-guru yang ada dibawahnya dalam rangka membina sekolahnya.
Dalam hasil Research itu menunjukkan bahwa untuk mencapai kepemimpinan yang demokratis, aktivitas pemimpin harus:
a.       Meningkatkan interaksi kelompok dan perencanaan kooperatif.
b.      Menciptakan iklim yang sehat untuk perkembangan individual dan memecahkan pemimpin-pemimpin yang potensial.[20]
Dan ada juga keterampilan yang harus dimiliki pemimpin antara lain:[21]
1.      Menyatakan visi yang jelas dan menarik
Sebuah visi yang jelas mengenai apa yang dapat dicapai organisasi atau akan jadi apakah sebuah organisasi itu akan membantu orang untuk memahami tujuan, sasaran dan prioritas dari organisasai. Hal ini memberikan makna pada pekerjaan, berfungsi sebagai sebuah sumber keyakinan diri dan memupuk rasa tujuan bersama.Akhirnya, visi membantu memandu sebuah tindakan dan keputusan dari setiap aggota organisasi, yang amatlah berguna saat orang-orang atau kelompok diberikan otonomi dan keleluasaan yang cukup besar dalam keputusan ke pekejaan mereka (Hackman, 1986; Raelin, 1989).
2.      Menjelaskan bagaimana visi tersebut dapat dicapai
Tidaklah cukup hanya menyampaikan sebuah visi yang menarik; pemimpin juga harus meyakinkan para pengikut bahwa visi itu memungkinkan.Amatlah penting untuk membuat hubungan yang jelas antara visi itu dengan sebuah strategi yang dapat dipercaya untuk mencapainya.Hubungan ini lebih mudah dibangun jika strateginya memiliki beberapa tema jelas yang relevan dengan nilai bersama dari para anggota organisasi (Nadler, 1988).
3.      Bertindak secara rahasia dan optimistis
Para pengikut tidak akan meyakini sebuah visi kecuali pemimpinnya memperlihatkan keyakinan diri dan pendirian. Adalah penting untuk tetap optimistis tentang kemungkinan keberhasilan kelompok itu dalam mencapai visinya, khisusnya dihadapan halangan dan kemunduran sementara.Keyakinan dan optimisme seorang manajer dapat amat menular. Amatlah baik untuk menekankan aspek positif dari visi itu daripada pada halangan dan bahaya yang akan dihadapi.
4.      Memperlihatkan keyakinan terhadap pengikut
Pengaruh yang memberikan motivasi dari sebuah visi bergantung pada batasan dimana bawahan yakin akan kemampuan mereka untuk mencapainya. Penelitian mengenai “pengaruh Pygmalion” menemukan bahwa orang memilki kinerja yang lebih baik saat seorang pemimpin memiliki harapan yang tinggibagi mereka dan memperlihatkan keyakinan terhadap mereka (Eden, 1984, 1990; Eden & Shani, 1982; Field, 1989; Sulton & Woodman, 1989)
5.      Menggunakan tindakan dramatis dan simbolis untuk menekankan nilai-nilai penting
Perhatian akan nilai atau sasaran diperlihatkan dengan cara bagaimana seorang manajer menghabiskan waktunya, dengan keputusan alokasi sumber daya yang dibuat saat terdapat pertukaran antar sasaran, dengan pertanyaan yang ditanyakan manajer, dan dengan tindakan apa yang dihargai oleh manajer tersebut.
Tindakan simbolis untuk mencapai sebuah sasaran penting atau mempertahankan sebuah nilai akan lebih mungkin memberikan pengaruh saat manajer itu membuat risiko kerugian pribadi yang cukup besar, membuat pengorbanan diri, atau melakukan hal-hal yang tidak konvensional[22]
6.      Memimpin dengan memberikan contoh
Menurut peribahasa, tindakan berbicara lebih keras daripada perkataan. Satu cara seorang pemimpin dapat mempengaruhi komitmen bawahan adalah dengan menetapkan sebuah contoh dari perilaku yang dapat dijadikan contoh dalam interaksi keseharian dengan bawahan. Memimpin dengan memberikan contoh terkadang disebut “pembuatan model peran”.
7.      Memberikan kewenangan kepada orang-orang untuk mencapai visi itu
Pemberian kewenangan berarti mendelegasikan kewenangan untuk keputusan tentang bagaimana melakukan pekerjaan kepada orang-orang dan tim. Ini berarti meminta orang untuk menentukan sendiri cara terbaik untuk menerapkan strategi atau mencapai sasaran, bukannya memberitahu mereka secara rinci tentang apa yang harus dilakukan.






Kesimpulan
1.      Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok.   
2.        Kata pemimpin, kepemimpinan serta kekuasaan memiliki keterikatan yang tak dapat dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama lainnya, tetapi banyak faktor. Pemimpin yang berhasil hendaknya memiliki beberapa kriteria yang tergantung pada sudut pandang atau pendekatan yang digunakan, apakah itu kepribadiannya, keterampilan, bakat, sifat – sifatnya, atau kewenangannya yang dimiliki yang mana nantinya sangat berpengaruh terhadap teori maupun gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.
3.      Pemahaman terhadap ayat ini harus disesuaiakn dengan konteks diturunkannya ayat, larangan dan peringatan memilih pemimpin kafir pada waktu itu adalah bentuk kewaspadaan terhadap kelompok yahudi dan nasrani yang mengajak orang mu’min murtad. Sedangkan yang terjadi sekarang, kebebasan beragama sudah dilindungi hokum Negara. Pemaksaan seperti itu tidak perlu lagi menjadi kekhawatiran.
4.      Sekarang yang perlu diperhatikan adalah bagaimana kita selektif dalam memilih pemimpin yang baik dan ideal yang membawa ide-ide keadilan dan persamaan. Bukan pemimpin yang dzolim dan melanggar perintah tuhan. Sebagaimana pendapat ibnu taimiyah, Tuhan melindungi Negara yang sekali pun kafir tapi adil, dan Tuhan tidak menjadi pelindung bagi Negara yang tidak adil, meskipun muslim.


DAFTAR PUSTAKA

Angelo,Kreitner, Robert; Kinicki.Perilaku Organisasi (Organizational Behavior). ed.5.  Jakarta: Salemba Empat, 2005.

Bakar,Bahrun Abu. Terjemah Tafsir Maraghi, Semarang; Toha Putra, 1985.

Fattah,Nanang. Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung : Rosdakarya,1996.

Hamka. Tafsir Al-Azhar.Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd,  1999 juz 2.

Hendyat,Soetopo dkk. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan.Malang: Bina Aksara, 1984.

Nawawi,Hadari. Kepemimpinan Menurut Islam, Yogyakarta: Gajah Mada, 1993.

Soekarto,Indrafachru dkk.Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. Surabaya: Usana offset printing , 1983.

Syihab,M. Quraisy. Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera Hati, 2005 cet.IV. Vol 3.

Taimiyyah,Ibn. Tugas Negara Menurut Ibn Taimiyah, Yokyakarta: Pustaka pelajar, 2004.

Undang-Undang Dasar 1945. 78 Books. 2010

Wahjosumidjo.Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002.

Yukl,Gary. Kepemimpinan Dalam Organisasi, ed.5, Jakarta: Indeks 2005.

Lia Amalia Safitri. Blogspot.com/2012/11/Tafsir- ayat-kepemimpinan-dalam-Al-Qur’an.Html.

Al Munawir, Said Agil Husin. Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta: Ciputat Press, 2002.


[1]Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, (Yogyakarta: Gajah Mada, 1993), hlm. 42.
[2]Wahjosumidjo,Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 20.
[3] Lia Amalia Safitri. Blogspot.com/2012/11/Tafsir- ayat-kepemimpinan-dalam-Al-Qur’an.html
[4] Ibid
[5]Said Agil Husin Al- Munawwar.Al- Qur’an Membangun Tradisi Kesalehan Haqiqi. (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 197-198
[6]Bahrun Abu Bakar, Terjemah Tafsir Maraghi,(Semarang; Toha Putra, 1985), hlm. 243
[7]Hamka, Tafsir Al-Azhar.(Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd,  1999) juz 2 hlm. 412
[8]Ibid,
[9]M. Quraisy Syihab. Tafsir Al-Misbah. (Jakarta: Lentera Hati, 2005) cet.IV. Vol 3 hlm. 59
[10]Undang-Undang Dasar 1945. 78 Books. 2010
[11]Ibn Taimiyyah, Tugas Negara Menurut Ibn Taimiyah, (Yokyakarta: Pustaka pelajar, 2004), hlm. 13
[12]Kreitner, Robert; Kinicki, Angelo.Perilaku Organisasi (Organizational Behavior). ed.5.  (Jakarta: Salemba Empat, 2005), hlm. 299.
[13]Gary Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, ed.5, (Jakarta: Indeks 2005), hlm. 312-319.
[14]Soetopo hendyat, dkk.Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan. (Malang: Bina Aksara, 1984),  hlm. 1.
[15]Indrafachru,Soekarto,dkk. Pengantar Kepemimpinan Pendidikan. (Surabaya: Usana offset printing , 1983), hlm .  23.
[16] Ibid

[17]Nanang Fattah,  Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya,1996),  hlm. 88.
[18]Indrafachru,soekarto,dkk. Op,cit, hlm. hlm .  23.
[19]Soetopo hendyat, dkk.Op,cit,   hlm. 1.
[20]Ibid, hlm. 49.
[21]Gary Yukl, Op,cit,  hlm. 312-319.
[22]Ibid, 

Jika ingin bisa tulisan al-Qur'an di komputer saudara/i atau mau file aslinya e-mail saya ke torasparuliansiregar@gmail.com atau call to 082277013810 
nb: jika tidak sedang sibuk

No comments:

Post a Comment