Friday, 4 March 2016

Bahasa Ilmu Barat (Metodologi Studi Islam)

BAB I
PENDAHULUAN

    Ilmu-ilmu Pendukung ini adalah meliputi ilmu-ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk mendukung Ilmu-ilmu Pokok dan Ilmu-ilmu Cabang Ajaran Islam. Ilmu-ilmu Pendukung pada awalnya berasal dari lingkungan di laur Islam, kemudian di adopsi oleh Islam dan dikembangkan lebih lanjut agar sesuai dengan fungsi dan tujuannya mendukung kajian ilmu pengetahuan Islam.
    Ilmu Pengetahuan Perkembangan awal ilmu pengetahuan masih sangat sederhana, belum tersistematisasi, dan masih lebih merupakan pengetahuan intuitif. Perkembangan berikutnya menjadi pengetahuan analitis dan logika serta mulai ada spesialisasi meskipun masih bersifat generik. Selanjutnya ilmu perkembangan bahasa sudah mulai memasuki wilayah penjurusan dan spesifikasi. Perkembangan selanjutnya bahasa melalui dihubungkan dengan persoalan moral, karena mulai disadari bahwa perkembangan bahasa tanpa dibarengi dengan kendari moral justru akan mengancam eksistensi martabat kemanusiaan

BAB II
PEMBAHASAN
A. Ilmu-ilmu Barat

    Ilmu-ilmu Pendukung ini adalah meliputi ilmu-ilmu pengetahuan yang berfungsi untuk mendukung Ilmu-ilmu Pokok dan Ilmu-ilmu Cabang Ajaran Islam. Ilmu-ilmu Pendukung pada awalnya berasal dari lingkungan di luar Islam, kemudian di adopsi oleh Islam dan dikembangkan lebih lanjut agar sesuai dengan fungsi dan tujuannya mendukung kajian ilmu pengetahuan Islam. Pada prinsipnya semua ilmu pengetahuan dapat dimasukkan kedalam kelompok Ilmu-ilmu Pendukung ini, baik ilmu pengetahuan pasti & alam maupun ilmu pengetahuan sosial & humaniora. Tetapi ilmu pengetahuan yang pertama-tama masuk ke dalam kelompok Ilmu-ilmu Pendukung Ajaran Islam adalah :
1. Ilmu Mantiq (Logika)
    Karena Al Qur’an sendiri menegaskan bahwa untuk mempelajari Al Qur’an/ Ajaran Islam hanyalah mungkin melalui pendekatan nalar (akal), maka Ilmu Mantiq bertujuan mengarahkan akal untuk bekerja (berpikir) secara benar. Subyek ilmu Mantiq adalah berkenaan dengan
 a). perumusan definisi (mu’arif) secara benar dan,
 b). perumusan argumentasi (hujjah) yang benar dan teratur.
2. Falsafah (Filsafat).
    Menurut pandangan Islam, falsafah bukan hanya sekedar Filsafat Ilmu Formal sebagaimana yang dikemukakan oleh Plato & Aristoteles, tetapi menurut Islam falsafah mencakup semua ilmu pengetahuan rasional (aqli) seperti, matematika, fisika, politik, etika, estetika yang kemudian dihubungkan dengan fenomena Ke-Tuhanan.
    Demikianlah secara singkat anatomi ilmu-ilmu  pengetahuan tentang Ajaran Islam, dimana melalui pemanfaatan ilmu-ilmu pengetahuan tersebut berbagai aspek ke-Islaman dapat didekati sejalan dengan subyek (maudhu) masing-masing ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Semakin banyak seseorang menguasai berbagai ilmu pengetahuan tentang Islam, maka tentunya akan semakin luas dan semakin mendalam pula pemahamannya tentang Islam, yang melalui penguasaan berbagai ilmu pengetahuan Islam orang tersebut dapat semakin mengenali Allah SWT secara semakin luas, mendalam dan utuh, atau dapat pula dikatakan bahwa melalui penguasaan berbagai ilmu pengetahuan Islam seseorang dapat mencapai tingkatan (maqam) tertinggi dalam Ma’rifatullah.
    Salah seorang pemikir Islam yang mencapai maqam tertinggi Ma’rifatullah melalui penguasaan berbagai ilmu pengetahuan Islam adalah Abu Ali al-Hausain ibnu Abdullah ibnu Sina, atau lebih dikenal dikalangan masyarakat Islam dengan nama “Ibnu Sina”, dan oleh masyarakat Barat dengan nama “Avicenna”. Kenyataan sejak beberapa dekade belakangan justru menunjukan bahwa sebagian terbesar para ulama Islam tidak menguasai atau sedikitnya memahami ketiga cabang Ajaran Islam secara terpadu, melainkan hanya menguasai salah satu saja dari cabang Ajaran Islam. Sehingga ketika melakukan da’wah kepada umat hanya bertitik-tolak dari salah satu cabang ajaran Islam yang dikuasainya saja. Dan pada umumnya cabang ajaran Islam yang dikuasai oleh banyak Ulama Islam dewasa ini adalah cabang Akhlak, dan sebagian lainnya menguasai cabang ajaran Hukum (Fiqh). Sementara cabang ajaran Aqidah sangat sedikit yang menguasai atau memahaminya, padahal Aqidah merupakan ushul (pokok) agama Islam. Sebagai akibatnya, maka umat Islam pun mengalami pengkotak-kotakan di dalam pengetahuan dan pemahamannya tentang Islam. Sebagian hanya paham tentang Akhlak Islam dan sebagaian lainnya hanya memahami Fiqh Islam. Keadaan ini tentunya mengundang keprihatian yang mendalam, mengingat tanpa penguasaan keseluruhan cabang Ajaran Islam yang memadai dan berimbang serta terpadu, maka pada hakekatnya Umat Islam belumlah dapat dikatakan telah memahami agamanya sendiri.


B. Bahasa Barat

Ilmu bahasa sesungguhnya berawal ketika lahirnya Islam.Ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan ialah
“ (Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.Yang mengajar (manusia) manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya)”. Ayat pertama tadi memberikan bukti bahwa dalam Islam, perintah membaca sebagai simbol dari urgensi bahasa harus diintegrasikan dengan wawasan ketuhanan .

            1.  faktor-faktor kemajuan bahasa islam
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tradisi bahasa Islam ini berkembang pesat  yaitu salah satunya adalah keinginan pihak khalifah mendirikan institusi pendidikan, toko-toko buku dan perpustakaan berkembang pesat, guru-guru yang mengajar dengan penuh keikhlasan serta kegiatan pembukuan dan penjilidan yang demikian pesat. Artinya bahwa tradisi bahasa tidak hanya dimiliki oleh kalangan elit tapi hampir seluruh lapisan masyarakat berlomba membekali diri dengan keilmuan yang memadai. Sungguh satu hal yang mengagumkan apabila kita membaca sejarah umat Islam dahulu yang begitu berminat membaca, mengajar serta megembangkan ilmu bahasa.  Masing-masing berlomba-lomba memberikan kontribusinya dalam memajukan institusi pendidikan dengan mewakafkan sebagian harta mereka untuk kebutuhan kemajuan pendidikan.
Dalam tradisi bahasa Islam, kita temukan tiga jenis perpustakaan yaitu perpustakaan umum, perpustakaan khas (khusus) dan perpustakaan khas-umum. Perpustakaan umum yaitu perpustakaan yang dibuka untuk orang awam seperti perpustakaan di masjid-masjid. Perpustakaan ini dapat dipergunakan oleh siapapun juga dari beragam kalangan. Diantaranya adalah perpustakaan Basrah dan Perpustakaan al-Azhar.  Perpustakaan khas (khusus) ialah perpustakaan pribadi yang dimiliki oleh para pembesar dan ulama, seperti perpustakaan Fatah bin Haqân 247 H dan perpustakaan Ibn Khasyab (567 M). Perpustakaan umum-khas yaitu perpustakaan yang khusus untuk para ulama, sarjana dan pelajar. Perpustakaan ini tidak dibuka kepada umum tetapi diperuntukan bagi para akademisi dan ilmuwan saja. Diantaranya Perpustakaan Baitul Hikmah yang didirikan oleh Harun al-Rasyid di Baghdad, Perpustakaan Dar al-Hikmah yang didirikan oleh Hakam Amrillah pada tahun 395 H di Kaherah dan Perpustakaan Cordova.
Nuh ibnu Mansur adalah salah seorang yang bangga dengan dirinya karena menjadi salah seorang yang memiliki perpustakaan terbaik. Ia meminta ibnu Abbad untuk menjadi ketua penanggung jawabnya, kemudian ia menolak pegawai kerajaan karena harus membutuhkan 400 ekor unta untuk mengangkut buku-bukunya tersebut ke ibukota, katalog perpustakaan pribadinya terdiri dari sepuluh volume.  Perpustakaan Adun Dawlah (wafat 982 M) memiliki dua cabang, disamping satu perpustakaan miliknya di Basrah, ia membangun sebuah perpustakaan yang luas di pekarangan istananya di Shiraz, dipimpin oleh seorang pustakawan, seorang pengawas dan seorang direktur (Hazin, Matsrif dan Wakil). Perpustakaan tersebut berisi banyak buku-buku literature ilmiah. 
Kita banyak mendengar kisah para ilmuwan Barat yang rela menghabiskan uang bagitu banyak hanya untuk mencari sebuah manuskrip atau buku. Mereka tidak terlalu berhitung seberapa besar uang yang ia keluarkan demi memenuhi kebutuhan kelimuannya. Kegigihan dan kesungguhan dalam memenuhi kebutuhan keilmuan seperti ini mesti kita tumbuhkan di kalangan sarjana-sarjana muslim. Dengan demikian, harapan untuk membangkitkan kembali tradisi keilmuan bahasa dalam dunia Islam tidak lagi menjadi impian tetapi dapat kita nikmati hasilnya.
Persoalannya apakah umat Islam bersedia dan berani membebaskan diri dari ideologisasi ilmu-ilmu Islam yang selama ini ditempatkan sebagai satu-satunya ilmu yang benar secara teologis. Jika seluruh realitas diyakini sebagai ciptaan Tuhan, maka semua ilmu adalah Islam karena bahasa adalah konsep tentang realitas alam, sosial dan humaniora. Al-Qur’an berisi berbagai hal yang berkaitan dengan semua yang ada di alam ini, agama, sosial, ekonomi, politik, budaya, ilmu pengetahuan alam, kedokteran dan sebagainya.Hanya saja al-Qur’an tidak memuat hal-hal yang berkaitan dengan bidang-bidang tersebut. Ini artinya bahwa pada dasarnya  ada bahasa islam dan bahasa umum, karena semua tercakup dalam al-Qur’an.

BAB III
PENUTUP
    Kesimpulan
    Ilmu-ilmu pendukung bahasa islam adalah:
1. Ilmu mantiq (logika)
  a). perumusan definisi (mu’arif) secara benar dan,
  b). penyurunan argumentasi (hujjah) yang benar dan teratur.
2. Ilmu falsafah
 factor-faktor kemajuan bahasa islam
Ada beberapa faktor yang menyebabkan tradisi bahasa Islam ini berkembang pesat kala itu salah satunya adalah keinginan pihak khalifah mendirikan institusi pendidikan, toko-toko buku dan perpustakaan berkembang pesat, guru-guru yang mengajar dengan penuh keikhlasan serta kegiatan pembukuan dan penjilidan yang demikian pesat. Artinya bahwa tradisi bahsa tidak hanya dimiliki oleh kalangan elit tapi hampir seluruh lapisan masyarakat berlomba membekali diri dengan keilmuan yang memadai

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Salabi, Sejarah Kebudayaan Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Hasjim, 1993, Sejarah Kebudayaan Islam, Cetakan ke-4, Bullion Bintang, Jakarta.
Harun Nasution, 1989, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Rajawali. Jakarta.

No comments:

Post a Comment