AL-MUNIR
A. PENDAHULUAN
Al-Qur’an dengan isinya yang simpel
dan kandungan makna yang sangat luas memerlukan penafsiran untuk memahami
kandungannya, oleh karenanya pasca Rasul wafat muncul beberapa penafsiran dari
para sahabat dan generasi sesudahnya. Model penafsiran seorang mufassir
lazimnya dilatarbelakangi keilmuan yang dikuasainya, walaupun ada sebagian
mufassir yang menulis tafsir dari latar belakang yang berbeda dari basic
keilmuan yang dimilikinya. Wahbah al-Zuhayli merupakan seorang tokoh ulama fiqh
abad ke-20 yang terkenal dari Syria. Namanya sebaris dengan tokoh-tokoh Tafsir
dan Fuqaha yang telah berjasa dalam dunia keilmuan Islam abad ke-20 seperti
Tahir Ashur yang mengarang tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir, Said Hawwa dalam Asas
fi al-Tafsir, Sayyid Qutb dalam Fi Zilal al-Quran. Sementara dari segi fuqaha,
namanya sebaris dengan Muhammad Abu Zahrah, Mahmud Shaltut, Ali Muhammad al-Khafif, Abdul Ghani, Abdul Khaliq dan
Muhammad Salam Madkur. Sebagian besar tafsir kontemporer di warnai dengan berbagai
latar belakang keilmuan mufassir, Wahbah az-Zuhaili seorang ahli Fiqh yang
berusaha menguraikan ayat-ayat al-Qur’an, dengan sumber, metode, corak, dan
karakteristik yang khas.
B. PEMBAHASAN
I. BIOGRAFI PENGARANG
a.
Pendidikan
Wahbah az-Zuhayli dilahirkan di
desa Dir Athiyah, daerah Qalmun, Damsyiq, Syria pada 6 Maret 1932 M/1351
H. Bapaknya bernama Musthafa az-Zuhyli
yang merupakan seorang yang terkenal dengan keshalihan dan ketakwaannya serta
hafidz al-Qur’an, beliau bekerja sebagai petani dan senantiasa mendorong
putranya untuk menuntut ilmu. Beliau mendapat pendidikan dasar di desanya, Pada
tahun 1946, pada tingkat menengah beliau masuk pada jurusan Syariah di Damsyiq
selama 6 tahun hingga pada tahun 1952 mendapat ijazah menengahnya, yang
dijadikan modal awal dia masuk pada Fakultas Syariah dan Bahasa Arab di Azhar
dan Fakultas Syari’ah di Universitas ‘Ain
Syam dalam waktu yang bersamaan. Ketika itu Wahbah memperoleh tiga
Ijazah antara lain :[1]
1. Ijazah B.A dari fakultas Syariah Universitas
al-Azhar pada tahun 1956
2. Ijazah Takhasus Pendidikan dari
Fakultas Bahasa Arab Universitas al-Azhar pada tahun 1957
3. Ijazah B.A dari Fakultas Syari’ah
Universitas ‘Ain Syam pada tahun 1957
Dalam masa lima tahun beliau
mendapatkan tiga ijazah yang kemudian diteruskan ke tingkat pasca sarjana di
Universitas Kairo yang ditempuh selama dua tahun dan memperoleh gelar M.A
dengan tesis berjudul “al-Zira’i fi as-Siyasah as-Syar’iyyah wa al-Fiqh
al-Islami”, dan merasa belum puas dengan pendidikannya beliau melanjutkan ke
program doktoral yang diselesaikannya pada tahun 1963 dengan judul disertasi
“Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Isalmi” di bawah bimbingan Dr. Muhammad Salam
Madkur. Pada tahun 1963 M, ia diangkat sebagai dosen di fakultas Syari’ah
Universitas Damaskus dan secara berturut – turut menjadi Wakil Dekan, kemudian
Dekan dan Ketua Jurusan Fiqh Islami wa Madzahabih di fakultas yang sama. Ia
mengabdi selama lebih dari tujuh tahun dan dikenal alim dalam bidang Fiqh,
Tafsir dan Dirasah Islamiyyah.
Adapun guru-gurunya adalah sebagai
berikut :
Antara guru-gurunya ialah Muhammad
Hashim al-Khatib al-Syafie, (w. 1958M) seorang khatib di Masjid Umawi. Beliau
belajar darinya fiqh al-Syafie; mempelajari ilmu Fiqh dari Abdul Razaq
al-Hamasi (w. 1969M); ilmu Hadits dari Mahmud Yassin (w.1948M); ilmu faraid dan wakaf dari Judat al-Mardini
(w. 1957M), Hassan al-Shati (w. 1962M), ilmu Tafsir dari Hassan Habnakah
al-Midani (w. 1978M); ilmu bahasa Arab dari Muhammad Shaleh Farfur (w. 1986M);
ilmu usul fiqh dan Mustalah Hadits dari
Muhammad Lutfi al-Fayumi (w. 1990M); ilmu akidah dan kalam dari Mahmud
al-Rankusi. Sementara selama di Mesir, beliau berguru pada Muhammad Abu Zuhrah,
(w. 1395H), Mahmud Shaltut (w. 1963M) Abdul Rahman Taj, Isa Manun (1376H), Ali
Muhammad Khafif (w. 1978M), Jad al-Rabb Ramadhan (w.1994M), Abdul Ghani Abdul
Khaliq (w.1983M) dan Muhammad Hafiz Ghanim. Di samping itu, beliau amat
terkesan dengan buku-buku tulisan Abdul Rahman Azam seperti al-Risalah
al-Khalidah dan buku karangan Abu Hassan al-Nadwi berjudul Ma dza Khasira
al-‘alam bi Inkhitat al-Muslimin.[2]
b.
Karya-Karya Wahbah az-Zuhaili
Wahbah al-Zuhayli menulis buku,
kertas kerja dan artikel dalam berbagai ilmu Islam. Buku-bukunya melebihi 133
buah buku dan jika dicampur dengan risalah-risalah kecil melebihi lebih 500
makalah. Satu usaha yang jarang dapat dilakukan oleh ulama kini seolah-olah ia
merupakan as-Suyuti kedua (as-Sayuti al-Thani) pada zaman ini, mengambil sampel
seorang Imam Shafi’iyyah yaitu Imam al-Sayuti. diantara buku-bukunya adalah
sebagai berikut :
1.
Atsar al-Harb fi al-Fiqh al-Islami – Dirasat Muqaranah, Dar al-Fikr,
Damsyiq, 1963.
2.
Al-Wasit fi Usul al-Fiqh, Universiti Damsyiq, 1966.
3.
Al-Fiqh al-Islami fi Uslub al-Jadid, Maktabah al-Hadithah, Damsyiq, 1967.
4.
Nazariat al-Darurat al-Syar’iyyah, Maktabah al-Farabi, Damsiq, 1969.
5.
Nazariat al-Daman, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1970.
6.
Al-Usul al-Ammah li Wahdah al-Din al-Haq, Maktabah al-Abassiyah,
Damsyiq, 1972.
7.
Al-Alaqat al-Dawliah fi al-Islam, Muassasah al-Riisalah, Beirut, 1981.
8.
Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh, (8 jilid), Dar al-Fikr, Damsyiq, 1984.
9.
Usul al-Fiqh al-Islami (dua
Jilid), Dar al-Fikr al-Fikr, Damsyiq, 1986.
10.
Juhud Taqnin al-Fiqh al-Islami, (Muassasah al-Risalah, Beirut, 1987.
11.
Fiqh al-Mawaris fi al-Shari’at al-Islamiah, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1987.
12.
Al-Wasaya wa al-Waqf fi al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1987.
13.
Al-Islam Din al-Jihad La al-Udwan, Persatuan Dakwah Islam Antarabangsa,
Tripoli, Libya, 1990.
14.
al-Tafsir al-Munir fi al-Aqidah wa al-Syari’at wa al-Manhaj, (16 jilid),
Dar al-Fikr, Damsyiq, 1991.
15.
al-Qisah al-Qur’aniyyah Hidayah wa Bayan,Dar Khair, Damsyiq, 1992.
16.
Al-Qur’an al-Karim al-bunyatuh al-Tasyri’iyyah aw Khasa’isuh
al-Hadariah, Dar al-Fikr, Damsyiq, 1993.
17.
al-Rukhsah al-Syari’at – Ahkamuha wa Dawabituha, Dar al-Khair, Damsyiq,
1994.
18.
Khasa’is al-Kubra li Huquq al-Insan fi al-Islam, Dar al-Maktabi,
Damsyiq, 1995.
19.
Al-Ulum al-Syari’at Bayn al-Wahdah wa al-Istiqlal, Dar al-Maktab,
Damsyiq, 1996.
20.
Al-Asas wa al-Masadir al-Ijtihad al-Musytarikat bayn al-Sunnah wa
al-Syiah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996.
21.
Al-Islam wa Tahadiyyat al-‘Asr, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1996.
22.
Muwajahat al-Ghazu al-Thaqafi al-Sahyuni wa al-Ajnabi, Dar al-Maktabi,
Damsyiq, 1996.
23.
al-Taqlid fi al-Madhahib al-Islamiah inda al-Sunnah wa al-Syiah, Dar
al-Maktabi, Damsyiq, 1996
24.
Al-Ijtihad al-Fiqhi al-Hadith, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.
25.
Al-Uruf wa al-Adat, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.
26.
Bay al-Asham, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1997.
27.
Al-Sunnah al-Nabawiyyah, Dar al-Maktabi Damsyiq, 1997.
28.
Idarat al-Waqaf al-Khairi, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1998.
29.
al-Mujadid Jamaluddin al-Afghani, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 1998.
30.
Taghyir al-Ijtihad, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
31.
Tatbiq al-Syari’at al-Islamiah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
32.
Al-Zira’i fi al-Siyasah al-Syar’iyyah wa al-Fiqh al-Islami, Dar
al-Maktabi, Damsyiq, 1999.
33.
Tajdid al-Fiqh al-Islami, Dar al-Fikr, Damsyiq, 2000.
34.
Al-Thaqafah wa al-Fikr, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
35.
Manhaj al-Da’wah fi al-Sirah al-Nabawiyah, Dar al-Maktabi, Damsyiq,
2000.
36. Al-Qayyim al-Insaniah fi al-Qur’an
al-Karim, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2000.
37.
Haq al-Hurriah fi al-‘Alam, Dar al-Fikr, Damsyiq, 2000.
38.
Al-Insan fi al-Qur’an, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2001.
39.
Al-Islam wa Usul al-Hadarah al-Insaniah, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2001.
40.
Usul al-Fiqh al-Hanafi, Dar al-Maktabi, Damsyiq, 2001.
II. MENGENAL TAFSIR MUNIR
a.
Penulisan dan Penerbitan
Penulisan tafsir Munir
dilatarbelakangi oleh pengabdian Wahbah az-Zuhaili pada ilmu pengetahuan,
khususnya ilmu keislaman, dengan tujuan menghubungkan orang muslim dengan al-Qur’an berdasarkan
hubungan logis dan erat.
Tafsir ini ditulis setelah beliau selama
rentang waktu 16 tahun setelah selesai menulis dua buku lainnya, yaitu Ushul Fiqh
al-Islamy (2 jilid) dan al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu (8 Jilid). Sebelum
memulai penafsiran terhadap surat pertama (al-Fatihah), Wahbah az-Zuhaili
terlebih dahulu menjelaskan wawasan yang berhubungan dengan ilmu al-Qur’an. Dan
disajikan dengan bahasa yang simple dan mudah dicerna.
Tafsir al_Munir diterbitkan pertama kali
oleh Dar al_Fikri Beirut-Libanon dan Dar al-Fikri Damsyiq Suriya dalam 16 jilid
pada tahun 1991 M/1411 H.[3]
b.
Motivasi dan Tujuan
Dalam Muqaddimah, beliau mengatakan
bahwa tujuan dari penulisan tafsir ini adalah menyarankan kepada umat Islam
agar berpegang teguh kepada al-Qu’ran secara ilmiah. Dalam hal ini, Ali Iyazi
menambahkan bahwa tujuan penulisan Tafsir al-Munir ini adalah memadukan
keorisinilan tafsir klasik dan keindahan tafsir kontemporer, karena menurut
Wahbah az-Zuhaili banyak orang yang menyudutkan bahwa tafsir klasik tidak mampu
memberikan solusi terhadap problematika kontemporer, sedangkan para mufassir
kontemporer banyak melakukan penyimpangan interpretasi terhadap ayat al-Quran
dengan dalih pembaharuan. Seperti penafsiran al-Qur’an yang dilakukan oleh
beberapa mufassir yang basic keilmuannya sains, oleh karena itu, menurutnya,
tafsir klasik harus dikemas dengan gaya bahasa kontemporer dan metode yang
konsisten sesuai dengan ilmu pengetahuan modern tanpa ada penyimpangan
interpretasi.
III. KAJIAN TENTANG TAFSIR
MUNIR
a.
Sumber-Sumber (mashadir) Tafsir
Munir
Muhammad Ali Iyazi dalam bukunya,
Al-Mufassirûn Hayâtuhum wa Manahijuhum, mengatakan bahwa pembahasan kitab
tafsir ini menggunakan gabungan antara tafsîr bi al-Ma’tsûr dengan tafsîr bi
ar-ra’yi, serta menggunakan gaya bahasa dan ungkapan yang jelas, yakni gaya
bahasa kontemporer yang mudah dipahami bagi generasi sekarang ini. Oleh sebab
itu, beliau membagi ayat-ayat berdasarkan topik untuk memelihara bahasan dan
penjelasan di dalamnya.
Sedangkan referensi-referensi yang
digunakan Wahbah az-Zuhaili dalam tafsir al-Munir adalah sebagai berikut :[4]
1. Bidang Tafsir
- Ahkam al-Qur’an karya Ibn al-‘Arabi
- Ahkam al-Qur’an karya al-Jashshas
- Al-Kasyaf karya Imam Zamakhsyari
- Al-Manar karya Muhammad Abduh dan
Rasyid Ridho
- Al-Jami’ fi Ahkam al-Qur’an karya
Al-Qurtubi
- Tafsir Ath-thabary karya Muhammad bin
Jarir Abu Ja’far ath-Thabari
- At-Tafsir al-Kabir karya Imam Fakhruddin ar- Razi
- Majma’ al-Fatawa karya Ibn Taymiyah
- Fath al-Qadir karya Imam Asy-Sy
aukani
- Mahasin at-Ta’wil karya al-Qasimi
- Mashahif karya Sajistani
- Raudlat an-Nadhir karya
- Ta’wil Musykil al-Qur’an karya Ibn
Qutaibah
- Tafsir al-Alusi karya Syihab ad-Din
Mahmud bin Abdillah
- Tafsir Al-Bahr al-Muhith karya Imam
Abu Hayyan Muhammad bin Yusuf
-
Tafsir al-Maraghi karya
Mushthafa al-Maraghi
- Tafsir Ayat al-Ahkam karya Syaikh
Muhammad ‘Ali as-Sayis
- Tafsir Ibn Kastir Ismail bin Umar bin
Katsir
- Talkhis al-Fawaid karya Ibn al-Qash
- Tafsir al-Kkhazin karya Abu Hasan Ali
bin Muhammad
- Tafsir Baidhawi karya Al-Baidhawi
2. Bidang Ulum al-qur’an
- Asbab an-Nuzul karya al-Wahidi
an-Naisabur
- Al-Itqan karya Imam suyuti
- Dalail al-I’jaz fi ‘ilm al-Ma’ani
karya Imam Abd Qadir al-Jurjani
- Mabahist fi ‘Ulum al-qur’an karya
Shubhi Shalih
- Lubab an-Nuqul fi Asbab an-Nuzul
karya Imam Suyuthi
- Asbab an-Nuzul karya al-Wahidi
- I’jaz al-Qur’an karya Imam
al-Baqilani
- I’jaz al-qur’an karya Imam Rafi’i
- Gharaib al-Qur’an wa Raghaib
al-Furqon karya Hasan al-Qammi an-Naisburi
- Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an karya
Imam Zarkasyi
- Tanasuq ad-durar fi Tanasub as-Suwar
karya Imam Suyuthi
3. Bidang Hadist
- Al-Mustadrak karya Imam Hakim
- Ad-dalail an-Nubuwwah karya Imam
Baihaqi
- Al-kabir karya ath-Thabrani
- Shahih al-Bukhari karya Muahammad bin
Isma’il bin Ibrahim al-Bukhari
- Sunan Tirmidzi karyaMuhammad bin ‘Isa
Abu ‘Isa at-Tirmidzi
- Musnad Ahmad bin Hambal
- Nail al-Authar
- Subul as-Salam
- ‘Umdat al_Qari Sarh Al-Bukhari karya
al-‘Aini
- Musnad Al-Fidaus karya Ad-Dailami
- Sunan Ibn Majah karya Abu Abdillah
bin Muhammad bin Yazid al-Qazwaini
- Shahih Muslim karya Muslim bin Hajjaj
Abu al-Husain
- Sunan Abi Dawud karya Sulaiman bin
Asy’ast bin Syadad
- Sunan Nasai karya Ahmad bin Syu’aib
Abu Abd ar-Rahman an-Nasai[5]
4.
Bidang Ushul Fiqh dan Fiqh
- Bidayat al-Mujtahid karya Ibn Rusyd
al-Hafidz
- Al-Fiqh al-Islami wa Adilatuh karya
Wahbah az-Zuhaili
- Usul al-Fiqh al-Islami karya Wahbah az-Zuhaili
- Ar-Risalah karya Imam Syafi’i
- Al-Mushtafa karya Imam al-Ghazali
- Mughn al-Muhtaj karya
5. Bidang Teologi
- Al-Kafi karya Muhammad bin Ya’qub
- Asy-Syafi Syarh Ushul al-Kafi karya
‘Abdullah Mudhhaffar
- Ihya ‘Ulum ad-Din karya Imam
al-Ghazali
6. Bidang Tarikh
- Sirah Ibn Hisyam Abu Muhammad bin
Malik bin Hisyam
- Muqaddimah karya Ibn Khaldun
- Qashash al-Anbiya karya Abd al-Wahhab
an-Najjar
- Tarikh al-Fiqh al-Islami karya Sayis
7. Bidang Luhgat
- Mufradat ar-Raghib karya al-Ashfihani
- Al-Furuq karya al-Qirafi
- Lisan al-‘Arab karya Ibn al-Mandhur
8. Bidang Umum
- Majallah ar-Risalah
- Majallah al-Muqtatif.
b.
Metode (manhaj)
Dengan mengamati beberapa metode
yang terdapat dalam beberapa kitab ‘Ulum al-Qur’an Secara metodis sebelum memasuki bahasan ayat,
Wahbah az-Zuhaili pada setiap awal surat selalu mendahulukan penjelasan tentang
keutamaan dan kandungan surat tersebut, dan sejumlah tema yang terkait
dengannya secara garis besar. Setiap tema yang diangkat dan dibahas mencakup
aspek bahasa, dengan menjelaskan
beberapa istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan menerangkan segi-segi
balaghah dan gramatika bahasanya. Sehingga dengan demikian maka metode
penafsiran yang dipakai adalah metode
tahlili dan semi tematik, karena beliau menafsirkan al-Qur’an dari surat
al-Fatihah sampai dengan surat an-Nas dan memberi tema pada setiap kajian ayat
yang sesuai dengan kandungannya, seperti dalam menafsirkan surat al-Baqarah
ayat satu sampai lima, beliau memberi
tema sifat-sifat orang mukmin dan balasan bagi orang-orang yang bertaqwa. Dan
seterusnya sampai surat an-Nas selalu memberi tema bahasan di setiap kelompok
ayat yang saling berhubungan.[6]
c.
Corak (laun)
Ada tujuh corak penafsiran seperti
pendapat yang dikemukakan oleh Abd al-Hayy al-Farmawi dalam bukunya muqaddimah
fi al-tafsir al-maudhu’i di antaranya adalah: al-tafsir bi al-ma’tsur, al-tafsir
bi al-ra’yi, altafsir al-shufi, al-tafsir fiqh, al-tafsir falsafi, tafsir
al-‘ilm, dan tafsir adabi ‘ijtima’i, maka
corak tafsir al-Munir, dengan melihat kriteria-kriteria yang ada penulis
dapat simpulkan bahwa tafsir tersebut bercorak ‘addabi ‘ijtima’i dan fiqhi,
karena memang Wahbah az-Zuhaili
mempunyai basik keilmuan Fiqh namun dalam tafsirnya beliau menyajikan dengan
gaya bahasa dan redaksi yang sangat teliti, penafsirannya juga disesuaikan
dengan situasi yang berkembang dan dibutuhkan dalam di tengah-tengah masyarakat.
Sedikit sekali dia menggunakan tafsir bi al-‘ilmi, karena memang sudah
disebutkan dalam tujuan penulisan tafsirnya bahwa dia akan meng-counter
beberapa penyimpangan tafsir kontemporer.
d.
Karakteristik
Karakteristik Wahbah dalam penulisan
tafsirnya adalah sebagai berikut:
·
Pengelompokan
tema.
·
Menyajikan
al-I’rab, al-balaghah, al-mufradat al-lughawiyah, asbab an-nuzul, at-tafsir wa
al-bayan, dan fiqh al-hayat aw al-ahkam pada tiap-tiap tema atau ayat-ayat yang
dikelompokan.
·
Mencantumkan
materi-materi yang dimuat dalam ushul al-Fiqh
·
Mengakomodir
perdebatan yang terjadi antar ulam madzhab pada tafsir ayat-ayat ahkam
e.
Madzhab
Wahbah dibesarkan di kalangan
ulama-ulama madzhab Hanafi, yang membentuk pemikirannya dalam madzhab fiqh,
walaupun bermadzhab Hanafi, namun dia tidak fanatik dan menghargai
pendapat-pendapat madzhab lain, hal ini dapat dilihat dari bentuk penafsirannya
ketika mengupas ayat-ayat yang berhubungan dengan Fiqh. [7]Terlihat
dalam membangun argumennya selain menggunakan analisis yang lazim dipakai dalam
fiqh juga terkadang menggunakan alasan medis, dan juga dengan memberikan
informasi yang seimbang dari masing-masing madzhab, kenetralannya juga terlihat
dalam penggunaan referensi, seperti mengutip dari Ahkam al-Qur’an karya
al-Jashshas untuk pendapat mazhab
Hanafi, dan Ahkam al-Qur’an karya al-Qurtubi untuk pendapat mazhab Maliki.
Sedangkan dalam masalah teologis, beliau cenderung mengikuti faham ahl
al-Sunnah, tetapi tidak terjebak pada sikap fanatis dan menghujat madzhab lain.
Ini terlihat dalam pembahasannya tentang masalah “Melihat Tuhan” di dunia dan
akhirat, yang terdapat pada surat al-An’am ayat 103.
f.
Sistematika
Secara sistematika sebelum memasuki
bahasan ayat, Wahbah az-Zuhaili pada setiap awal surat selalu mendahulukan
penjelasan tentang keutamaan dan kandungan surat tersebut, dan sejumlah tema
yang terkait dengannya secara garis besar. Setiap tema yang diangkat dan
dibahas mencakup tiga aspek, yaitu: Pertama, aspek bahasa, yaitu menjelaskan
beberapa istilah yang termaktub dalam sebuah ayat, dengan menerangkan segi-segi
balaghah dan gramatika bahasanya. Kedua, tafsir dan bayan, yaitu deskripsi yang
komprehensif terhadap ayat-ayat, sehingga mendapatkan kejelasan tentang
makna-makna yang terkandung di dalamnya dan keshahihan hadis-hadis yang terkait
dengannya. Dalam kolom ini, beliau mempersingkat penjelasannya jika dalam ayat
tersebut tidak terdapat masalah, seperti terlihat dalam penafsirannya terhadap
surat al-Baqarah ayat 97-98. Namun, jika ada permasalahan diulasnya secara
rinci, seperti permasalahan nasakh dalam ayat 106 dari surat al-Baqarah.
Ketiga, fiqh al-hayat wa al-ahkam, yaitu perincian tentang beberapa kesimpulan
yang bisa diambil dari beberapa ayat yang berhubungan dengan realitas kehidupan
manusia. Dan ketika terdapat masalah-masalah baru dia berusaha untuk
menguraikannya sesuai dengan hasil
ijtihadnya.
Az-Zuhaili sendiri menilai bahwa
tafsirnya adalah model tafsir al-Qur’an yang didasarkan pada al-Qur’an sendiri
dan hadis-hadis shahih, mengungkapkan asbab an-nuzul dan takhrij al-hadis,
menghindari cerita-cerita Isra’iliyat, riwayat yang buruk, dan polemik, serta
bersikap moderat. Dengan melihat fakta data-data di atas, maka Wahbah Zuhaili
memenuhi sebagian besar kriteria yang diajukan oleh Khalid Abd ar-Rahman
bagi seorang mufassir, diantara
kriterianya adalah sebagai berikut:
Ø Muthabaqat tafsir dan mufassir, dengan
tidak mengurangi penjelasan makna yang diperlukan , tidak ada tambahan yang
tidak sesuai dengan tujuan dan makam serta menjaga dari penimpangan makna dan
yang dikehendaki al-Qur’an;
Ø Menjaga makna haqiqi dan makna majazi,
yang dimaksud makna haqiqi tapi di bawa kedalam makna majazi atau sebaliknya;
Ø Muraat ta’lif antara makna dan tujuan yang sesuai dengan
pembicaraan dan kedekatan antar kata;
Ø Menjaga tanasub antar ayat;
Ø Memperhatikan asbab an-nuzul;
Ø Memulai dengan bahasa, sharf dan isytiqaq (derivasi) yang berhubungan
dengan lafadz disertai dengan pembahasan dengan tarakib;
Ø Menghindari idd’a pengulangan al-Qur’an.
g.
Contoh penafsiran Wahbah az-Zuahaili dalam Ayat Ahkam tentang Ibadah dan
Muamalat
Dalam menafsirkan ayat-ayat Ahkam
Wahbah mengambil langkah-langkah, diantaranya:
Ø
Menentukan dilalah nash yang terdapat dalam ayat tersebut.
Ø
Menentukan jenis ayat tersebut, apa mutasyabihat atau muhkamat.
Ø
Memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku dalam isthinbat ayat ahkam.
Ø
Memperhatikan kaidah umum yang berhubungan dengan al-Qur’an.
Ada dua aspek ayat ahkam yang
ditafsirkan oleh Wahbah, yaitu, yang pertama, aspek ibadah, diantara yang
dikaji dalam aspek ini adalah permasalahan haid, menghadap kiblat, dan shalat
qashr. Wahbah hanya mengemukakan beberapa pendapat yang berhubungan dengan
shalat qashr, seperti pendapat ulama Hanafi ulama Syafi`i mengenai hukum shalat
qashr. Jika kalangan Hanafi berpendapat bahwa shalat qashr bagi musafir adalah
suatu keharusan `azimah berdasarkan hadits Umar, maka kalangan Syafi`i
menganggapnya rukhsah atau takhyir berdasarkan Hadits ‘Aisyah, dalam masalah
ini Wahbah tidak menentukan pendapat pribadinya dan tidak melakukan tarjih
terhadap perbedaan tersebut. Kedua, aspek muamalat, diantara aspek yang dikaji
dalam masalah muamalat adalah kawin lintas agama, adil dalam menetapkan hukum,
etika memasuki rumah, dan ayat-ayat tentang gender. Penulis mengambil sampel
penafsiran Wahbah tentang ayat ahkam dengan pertimbangan bahwa beliau adalah
seorang fuqaha, adapun sampel yang akan diambil adalah tema “al-Haidh wa
Ahkâmuhu” yang terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 222-223, adapun lengkapnya
terdapat dalam lampiran makalah ini.
C. PENUTUP
Kesimpulan
Tafsir Al-Munir merupakan Tafsir
kontemporer, yang disusun oleh seorang ahli Fiqh, dengan gaya bahasa yang mudah
dicerna dan difahami serta analisis-analisis yang relevan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang muncul pada masa sekarang dan menjawab kegelisahan
pengarang tentang keadaan jaman di mana kecenderungan pada gaya hidup
hedonisme masyarakat, semakin
menjauhkannya dari al-Qur’an. Tafsir al-Munir hadir di tengah-tengah
kegelisahan dan kehausan umat dalam memahami al-Qur’an dan kandungan-kandungan
yang ada di dalamnya. Wahbah cukup
mengakomodir perbedaan pendapat di kalangan fuqaha, beliau nyaris tidak melihat
pendapat pribadi terhadap perbedaan pendapat ini tapi dengan menyajikan
pendapat dan kemungkinan mengambil semuanya dengan argumentasi masing-masing.
DAFTAR
PUSTAKA
Adz-Dzahabi, Muhammad Husain. 2000 M. At-Tafsir wa al-Mufassirun,
(Kairo: Maktabah Wahbah,) cet, 7
Al-Ak, Khalid Abd Rahman. 1986 usul at-tafsir wa qawa’iduh. Dimasyq dar
an-nafais. Cet II.
al-Farmawi, Abd al-Hayy, 1988 M. Muqaddimah fi al-Tafsir al-Maudhu’i. cet.III
Ash-Shabuni, Muhammad ‘Ali. 1981 M. at-Tibyan
fi ‘Ulum al-Qur’an, Dimasyq
Maktbah al-Ghazali,
Ayazi, Sayyid Muhammad Ali. 1993 Al-Mufassirun
Hayatun wa Manhajuhum, Teheran
Wizanah al-Tsiqafah wa al-Insyaq al-Islam.
cet. I
Az-Zuhaili, Wahbah. 1993. Al-Qur’an Al-Karim Bunyatul At-tasri’iyyah
wa Khasha’ishuh al
Hadlariyyah,
Dimasyq : Dar al-Fikr. Cet. I
[1] Adz-Dzahabi,
Muhammad Husain, At-Tafsir wa al-Mufassirun, (Kairo: Maktabah Wahbah, 2000M)
cet, 7
[2] Az-Zuhaili,
Wahbah, Al-Qur’an Al-Karim Bunyatul At-tasri’iyyah wa Khasha’ishuh al
Hadlariyyah, (Dimasyq : Dar al-Fikr, 1993) Cet. I
[5] Ash-Shabuni,
Muhammad ‘Ali, at-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Dimasyq : Maktbah al-Ghazali,
1401 H/1981M)
[7] Ayazi,
Sayyid Muhammad Ali, Al-Mufassirun Hayatun wa Manhajuhum, (Teheran: Wizanah
al-Tsiqafah wa al-Insyaq al-Islam, th. 1993), cet. I., h. 684-685
No comments:
Post a Comment