BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah
makhluk Allah SWT yang diciptakan dalam rupa yang paling sempurna. [1]Tetapi
dalam melaksanakan hidupnya, manusia membutuhkan peran hidupnya antar sesama
manusia yang biasa disebut dengan interaksi sosial.
Dalam kehidupannya,
manusia bukan saja sebagai makhluk individu, tetapi manusia juga makhluk
social. Da;am perannya sebagai makhluk individual, manusia membutuhkan makan,
miniu, istirahat, tempat tinggal dan kebutuhan lainnya. Sedangkan perannya
sebagai makhluk social, manusia membutuhkan orang lain guna melangsungkan
kebutuhan hidupnya, sekumpulan manusia yang hidup dan saling berinteraksi satu
dengan yang lain sertamembentuk suatu system tatanan hidup dalam suatu tempat
tinggal atau wilayah inilah yang nantinya disebut dengan masyarakat.
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian masyarakat menurut Al-Qur’an
Istilah masyarakat
dapat dilihat dari adanya berbagai istilah lain yang dapat dihubungkan dengan
konsep pembinaan masyarakat, seperti istilah ummat, qaum, syu’ub, qabail. Istilah
umat dapat dijumpai pada ayat yang berbunyi :
Artinya: “ Kamu
sekalian adalah ummat yang terbaik (khairah ummah) yang dilahirkan untuk
manusia, menuyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman
kepada Allah swt “ (QS Ali imran :110)
Kata ummah pada ayat
tersebut, berasal dari kata amma, yaummah yang berarti jalan dan maksud. Dari
asal kata tersebut, dapat diketahui bahwa masyarakat ialah kumpulan perorangan
yang memiliki keyakinan dan tujuan yang sama, menghimpun diri secara harmonis
dengan maksud dan tujuan yang sama.[2]
Selanjutnya dalam al-mifradat fi gharib al-qur’an, masyarakat diartikan
sebagai semua kelompok yang dihimpun oleh persamaan agama, waktu, tempat baik
secara terpaksa maupun kehendak sendiri. Inti dari pendapat-pendapat tersebut,
adalah bahwa masyarakat tempat berkumpulnya manusia yang didalamnya terdapat sistem
hubungan, aturan serta pola-pola hubungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
B.
Tafsir ayat al-Qur’an tentang masyarakat
“
sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah kedua
saudaramu dalam agama dan bertakwalah kepada Allah swt supaya kamu mendapat
rahmad”.
Sesungguhnya
orang-orang mu’min bernasab pada satu pokok yaitu imam yang menyebabkan
diperolehnya kebahagiaan abadi. Oleh karena persaudaraan itu mentebabkan
terjadinya hubungan yang baik dan mau tidak mau harus dilakukan. Mka
perbaikilah hubungan diantar dua orang saudaramu dalam agama, sebagaimana kamu
memperbaiki hubungan diantara dua orang saudaramu dalam nasab. Dan bertakwalah
kamu kepada Allah swt dalam segala hal yang kamu lakukan maupun yang kamu
tinggalkan. Yang diantaranya ialah memperbaiki hubungan diantara kamu yang kamu
disuruh melksanakannya. Mudah-mudahan tuhanmu memberi rahmad kepadamu dan
memaafkan dosa-dosamu yang telah lalu apabila kamu mematuhi dia dan mengikuti
perintah dan larangannya.[3]
1.
QS Al-hujurat 11
“ hai orang-orang
yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain,(karena) boleh
jadi mereka(yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan)
dan jangan pula wanita (mengolok-olokkan) wanita-wanita yang lain (yang
diperolok-olkkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah
kamu mencela dirimu sendiri dan jangan kamu panngil memanggil dengan gelar-gelar
yang buruk, Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk setelah iman
dan barang siapa yang tidak taubat, maka itulah orang-orang yang dzalim”.
Allah swt
menyebutkan kata jama pada dua tempat dalam ayat tersebut, karena kebanyakan
mengolok-olokkan itu dilakukan ditengah orang banyak, sehingga sekian banyak
orang enak saja mengolok-olokkan, sementara dipyhak lain banyak pula yang sakit
hati. Dan janganlah sebagian kamu mencela sebagian yang lain dengan ucapan atau
isyarat sacara tersembunyi.[4]
Kata anfusakum merupakan
peringatan bahwa orang yang berakal tentu tidak akan mencela dirinya sendiri.
Seperti halnya sabda Nabi, “ orang-orang mu’min itu seperti halnya satu tubuh,
apabila satu anggota tubuh menderita sakit, maka seluruh tubuh itu menderita sakit,
maka seluruh tubuh akan merasakan tak bias tidur dan demam”.
Dan janganlah
sebagian kamu memanggil sebagian yang lain degan gelar yang menyakiti dan tidak
disukai. Seperti halnya berkata kepada sesama muslim, “hai fasik, mnafik” .
Adapun gela-gelar yang memuat pujian dan penghormatan, dan merupakan gelar yang
benar tidak dusta, maka hal itu dilarang, sebagaimana orang memanggil Abu bakar
dengan ‘atiq dan umar dengan nama al-faraq.
.
QS al-hujurat 10
“Hai orang-orang
beriman,jauhhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka
itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah kamu menggunjing sebagian yang lain”.
Pada ayat ini
menjelaskan tentang perkara-perkara besar yang menambah semakin kuatnya
hubungan dalam masyarakat islam yaitu :
1.
Menghindari prasangka buruk
terhadap manusia
2.
Jangan mencari keburukan dan
aib orang lain
3.
Jangan sebagian mereka
menyebut sebagian yang lain dengan hal-hal yang tidak mereka sukai tanpa
sepengetahuan mereka
4.
QS al-hujurat :13 “ Hai
manusia, sesungguhnya kami ciptakan kamu dari seorng laki-laki dan seorag
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah swt ialah
orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui
lagi maha mengenal.
Pada QS al-hujurat
:11 kata Qaum dihubungkan dengan kelompok orang-orang yang beriman, baik
laki-laki maupun perempuan. Ini menunjukkan bahwa kata qaum berhubungan dengan
manusia. Al-Qur’an menghendaki agar hubungan kemasyarakatan memanggil dengan
sebutan yang buruk. Selanjutnya dalam surat al-hujurat ayat 12, etika hubungan
tersebut dilanjutkan dengan hubungan larangan saling berburuk sangka (negative
thingking), membicarakan keburukan orang lain (menggunjing). Agar terhindar
dari perbuatan tersebut seseorang hendaknya meningkatkan ketaqwaan pada Allah swt.
Sedangkan pada ayat 10 al-hujurat telah diletakkan dasar untuk membangun
masyarakat dengan rasa persaudaraan (ukhuwa). Dengan dasar ini, jika diantara
mereka terjadi perselisihan, hendaknya didamaikan dengan cara yang
sebaik-baiknya.
Salah satu hokum
kemasyarakatan yang paling populer adalah hokum terjadinya perubahan social,
sebagaimana dinyatakan
1.
QS ar-rad :11
“Ada baginya
pengikut-pengikut yang bergiliran, dihadapkan dan dibelakangnya, mereka
menjaganya atas perintah Allah swt, sesungguhnya Allah tidak akan mengubah
keadaan suatu qaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada diri mereka, dan
apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu qaum, maka tak ada yang
dapat menolaknya, dan sekali-kali tak ada yang pelindung bagi mereka selain
dia”.
Perbuatan yang
dilakukan Tuhan terjadi secara pasti melalui hukum-hukum kemasyarakatan yang
ditetapkan Tuhan. Kata maa bianfusihim yang diterjemahkan dengan apa yang
terdapat dalam diri mereka, mengandung dua unsur pokok, yaitu nilai-nilai yang
dihayati dan iradah (kehendak) manusia. Perpaduan keduanya menciptakan kekuatan
pendorong manusia dalam melakukan suatu perbuatan.[5]
2.
QS Al-anfal :53
“Yang demikian
itu adalah karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu
nikmat yang telah dianugrahkannya kepada suatu qaum hingga qaum itu mau
mengubah apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah maha
mendengar lagi maha mengetahui”.[6]
Bahwa Allah tidak
akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugrahkannay pada seorang malainkan
karena dosa yang dilakukan. Beberapa hal yang menyangkut dengan itu yaitu ;
a.
Ayat-ayat tersebut,
berbicara tentang perbuatan sosial, bukan perbahan individu. Ini dapat dipahamu
dari kata qaum (masyarakat).
b.
Kata qaum juga menujjkan
bahwa hukum kemasyarakata ini tidak hanya berlaku bagi kaum muslimin atau satu
suku, ras da agama tertentu, tetapi ini berlaku umum, kapan dan dimana mereka
berada.
c.
Berbicara tentang dua pelaku
perubahan. Pelaku yang pertama adaah Allah swt, Dan pelaku yang kedua adalah
manusia.
d.
Menekankan bahwa perubahn
yang dilakukan oleh Allah swt, harus didahului oleh perbuatan yang dilakukan
oleh masyarakat.
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Pengertian masyarakat adalah tempat
berkumpulnya manusia yang didalamnya terdapat system hubungan, dan aturan serta
pola-pola hubungan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.
Istilah masyarakat dapat dilihat
dari adanya berbagai istilah lain yang dapat dihubungkan dengan konsep
pembinaan masyarakat, seperti istilah ummat, syu’ub, qabail.
3.
Dalam Al-Qur’an terdapat ayat-ayat
menjelaskan tentang masyarakat diantaranya, QS. Al-hujurat ayat 10-13, ar-rad
ayat 13, dan al-anfal ayat 53.
4.
Anjuran untuk membangun masyarakat
yang dilandasi dengan rasa persaudaraan (uhkhuwa), disertai dengan etika
sehingga dapat meninggkatkan ketakwaan, serta larangan berburuk sangka
(negative thingking), menggunjing, memanggil saudaranya dengan gelar yang
buruk.
DAFTAR PUSTAKA
AL- Maragi, ahmad musthafa, Tafsir
al maragi juz XXVI. Semarang toha putra, 1993
Nata, abudin, tafsir ayat-ayat
pendidikan. Jakarta :Rajawali pers, 2009
Shihab, M Quraisih, Wawasan
Al-Qur’an :mizan, 1996
Shihab, M quraisih, Tafsir al-misbah
juz 6. Jakarta :Lentera hati, 2008
[1] Qs at-tin :4, sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam
bentuk yang sebaik-baiknya.
[2] Abudin nata, tafsir ayat-ayat pendidukan, (Jakarta :Rajawali
pers 2009) cet 3, hal. 233
[3] Ahmad Mustafa Al-maragi, Tafsir al-maragi juz xxvI, (Semarang
:toha putra, 1993), cet 2, hal. 214-219
[4] Ahmad Mustafa Al maragi,op, cit,. hal 222
[5] M. Qiraisih Shihab, wawasan Al-Quran, (Bandung : mizan,
1996), hal. 322
[6] M. Quraisih shihab, tafsir al-misbah juz 6, (Jakarta :lentera
hati, 2008), cet IX, hal.568-569
No comments:
Post a Comment