Monday, 21 March 2016

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA ORDE BARU




A Pendahuluan
Kebijakan-kebijakan pemerintah, mulai  dari  pemerintah Kolonial, awal dan pasca kemerdekaan hingga masuknya orde baru terkesan menganak tirikan, mengisolasi bahkan hamper saja menghapuskan sistem pendidikan Islam hanya karena alasan”Indonesia bukanlah Negara Islam”. Namun berkat semangat juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan Islam, akhirnay bernagai kebijakan tersebut mampu diredam untuk sebuah tujuan ideal, yaitu menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mnaha Esa.[1]
Secara operasional, kata kebijakan berasala dari kata bijak yang berarti rangkaian konsepdan asa yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak pemerintah, organisasi dan sebagainya. Sedankan orde baru merupakan suatu pemerintahan dan sebagainya, peraturan pemerintah, susunan angkata sejak tanggal 11 maret 1996.[2]
B. Menjembatani dualisme pendidikan
Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan Islam dalam  konteks Madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an. Pada awal –awal masa pemerintahan orde baru, kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom dibawah pengawasan menteri agama. Hal ini disebabkan pendidikan agama belum didominasi oleh muatan-muatan agama , menggunakan kurikulum yang belum standart, memiliki struktur yang tidak seragam.
Dalam menghadapi kurikulum diatas, langkah pertama yang dilakukan, dalam melakukan pembaharuan ini adalah dikeluarkannya kebijakan menteri agama tahun 1976 sebagai respon terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966 dengan melakukan formalisasi ditempih dengan menegerikan sejumlah madrasah dengan criteria tertentu yang diatur oleh pemerintah disamping mendirikan madrasah-madrasah yang baru. Sedangkan strukturisasi dilakukan dengan mengatur perjenjangan dengan perumusan kurikulum sekolah-sekolah yang berada dibawah depdikbut.[3]
Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan untuk memperkuat keberadaan, namun diawal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem pendidikan nasional. Hal ini terlibatdengan langkah  yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan suatu kebijakan berupa keputusan Presiden Nomor 34 Tanggal 18 April Tahun 1972 tentang “ Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan” Isi keputusan pada intinya mencakup :
1.      Menteri pendidikan dan kebudayaan bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan
2.      Menteri tenaga kerja bertugas dan bertangggung jawab atas pembinaan dan latiha keahlian dan kejuruan tenaga kerja akan pegawai negeri.
3.      Ketua lembaga administrasi Negara bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus untuk pegawai negari.[4]
Selanjutnya, kepres nomor 34 Tahun 1972 ini dipertegas oleg inpres nomor 15 tahun 1974 yang mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “ agama merupakan salah satu unsure mutlak dengan pencapaian tujuan nasional. Dua kebijakan pemerintah, menggambarkan ketegangan yang cukup kuat antara madrasah dengan pendidikan umum. Dalam konteks ini, tampak madrasah tidak hanya disolasi dari sistem pendidikan nasional, tetapi terdapat indikasi kuat untuk dihapuskan. Meskipun sudah adanya penegerian madrasah dan penyususnan kurikulum 1973, tampaknya usaha itu tidak cukup sebagai alasan untuk mengakuui madrasah sebagai bagian dari sistem pendiidikan nasional.[5]
Secara umum SKB tiga menteri tersebut membuat beberapa ketentuan yang meliputi kelembagaan, kurikulum dan pengajaran. Dalam keputusan bersama ini yang dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagi mata pelajarn dasar yang diberikan sekurang-kurangnya 30 % disamping mata pelajaran umum.
Hanun Asroha menjelaskan bahwa untuk merealisir SKB tesebut, Departemen Agama melalui penerbitan, penyeragaman, dan penyamanan perjenjangan pada madrasah-madrasah dengan langkah-langkah :
1.      Menciutkan jumlah PGAN dan mengubah status sebagian besar PGAN tersebut menjadi Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah Negeri.
2.      Mengubah status sekolah persiapan IAIN, menjadi Madrasah Aliyah Negeri.
3.      PGA-PGA yang diselenggarakan oleh pihak swasta, juga harus diubah statusnya menjadi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah.
Sejumlah keputusan yang memperkuat posisi madrasah lebih ditegaskan lagi sehingga menunjukkan kesetaraan madrasah dengan sekolah. Diantara berapa pasal yang cukup strategis antara lain pertama, dalam bab 1 pasal 1 ayat 2 berbunyi : madrasah itu meliputi tiga tingkatan:
a.       Madrasah ibtidaiyah setingkat dengan Sekolah Dasar
b.      Madrasah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama
c.       Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas
Dalam pengelolaan dan pembinaan pendidikan, Depak telah mempunyai suatu otoritas dalam mengelola dan membina madrasah sebagai salah satu lembaga pendidiakan. Kenyatan ini dapat  terluaht dalam Bab IV pasal 4 sebagai berikut:
-Mengelolah madrasah dilakukan oleh menteri Agama
-Pembinaan mata pelajaran agama dan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama
-Pembinaan dan pengawasan untuk mata pelajaran umum dilakukan oleh Mendikbut bersama-sama dengan Menteri Agama dan Menteri dalal Negeri.

C. Restrukturisasi kurikulum madrasah dan mengatasi kelangkaan ulama
Dalam keputusan terjadi perubahan berupa perbaikan dan penyempurnaan kurikulum sekolah umum dan madrasah. Perubahan tersebut tertuang dalam KMA No.99 Tahun 1984 untuk tingkat MI, KMA Nomor 100 untuk tingkat MTS, dan KMA Nomor 101 untuk tingkat PGAN. keempat KMA tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki kurikulum madrasah agar lebih efektif dan efesien antar lain:[6]
a.       Mengorganisasikan program pengajaran (tingkat madrasah)
b.      Untuk membrntuk manusia memiliki ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta keharmonisan sesama manusia dan lingkungannya.
c.       Mengefektifkan proses belajar mengajar
d.      Mengoptimalkan waktu belajar.
Sebagai esensi dari penbakuan kurikulum sekolah umum dan madrasah ini memuat antara lain :[7]
  1. Kurikulum sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan
  2. Program ini dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah, dan program inti sekolah umum dan madrasah secara kualitatif sama.
  3. Program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang akan melanjudkan  keperguruan tinggi sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
  4. Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai sistem kredit semester, bimbingan karier, ketuntasan belajar, dan sistem penilaian adalah sama.
  5. Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dansarana pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua departemen yang bersangkutan.
Kurikulum 1984 pada hakikatnya mengacu pada SKB 3 Menteri dari SKB 2 Menteri, baik dalam program, tujuan maupun bahan kajian dan palajaran. Diantar rumusan 1984 memuat hal yang strategis:
1.      Program kegiatan kurikulum Madrasah (MI, MTS, MA) tahun 1984dilakukan melalui kegiatan interen kurikuler, ekstrakurikuler, baik dalam program inti mapun program pilihan.
2.      Proses belajar mengajar dilaksanakan dengan memerhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dengan apa yang dipelajarinya.
3.      Penilaian dilakukan secara berkesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan proses belajar mengajar serta pengelolahan program.
D. Unifikasi sistem pendidikan
            Memasuki decade 90 an, kebijalan pemerintah orde baru mengenai Madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Maksudnya adalah sistem pendidikan nasional tidak bergantung kepada jalur pendidikan sekolah, tetapi juga memamfaatkan jalur lar sekolah. Untuk tujuan ini, pemerintah melakukan berbagai langkahdan terobosan.[8] Salahsatu diantaranya melalui penyususna undang-undang no 1 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Berdasarkan undang-undang tersebut, pendidika di Indonesia dilaksanakn secara semesta, menyeluruh, terpadu, . semesta dalam arti tebuka bagi rakyat dan berlaku seluruh wilayah Negara. Meyeluruh dalam arti mencakup jalur, jenjang dan jenis pendidikan.sedangkan terpadu berarti keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan nasional.
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik menyangkut kejadian sosial, agama maupun politik. Periode ini disebut zaman orde baru dan zaman munculnya angkatan baru yang disebut angkatan 66. Pemerintah orde baru bertekad sepenuhnya untuk kembali pada Undang-Undang Dasar 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen. Pemerintah dan rakyat membangun manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Berdasarkan tekad dan semangat tersebut , kehidupan beragama dan pendidikan agama khususnya, makin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi pemerintahan dan dalam masyarakat  pada umumnya. Dalam sidang-sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga sekarang, selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib disekolah-sekolah  negeri dalam semua jenjang pendidikan, bahkan agama sudah dikembangkan sejak Taman Kanak-Kanak (Bab v pasal 9 ayat 1 PP Nomor 27 Tahun 1990 dalam UU Nomor 2 Tahun 1989).
Pembangunan nesional memang dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.  Hal ini berarti adanya keserasian, keseimbangan dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani, antara bidang material dan spiritual, anatar bekal keduniaan dan ingin berhubungan dengna Tuhan Yang Maha Esa dengan sesame manusia dan dengan lingkungna hidupnya secara seimbang. Pembangunan seperti itu menjadi pangkal tolak pembangunan bidang agama.
Sasaran pembangunan jangka panjang dalam bidang agama adalah terbinanya keimanan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan yang selaras, seimbang dan serasi anatar lahiriyah dan batiniyah, yang dinamis dan semangat gotong royong, sehingga bangsa Indonesi sanggup memeruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional.
Ringkasnya ditinjau dari segi falsafah Negara pancasila, dari konstitusi UUD 1945, dan dari keputusan MPR tentang GBHN , maka kehidupan beragama dan pendidikan agama di Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan  pada tahun 1945 sampai berakhirnya pelaksanaan pembangunan jangka panjang tahap 1 dan memasuki PJP II semakin mantap.
Adanya peluang dan kesempatan untuk berkembangnya pendidikan Islam secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional tersebut dapat dilihat dari beberapa pasal yaitu:
1.      Pasal 1 ayat 2 yaitu: pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan baangsa Indonesia dan yang berdasarkan Pancasila Dan UUD 1945. Tidak bisa dipungkiiri, bahwa pendidikan Islam baik sebagai sistem maupun instuisinya, merupakan warisan budaya bangsa yang berurat berakar pada masyarakat bangsa Indonesia.
2.      Pasal 4 dengan tujuan pendidikan nasional (TUPENAS), yaitu : pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bagsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Thuan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dari kebangsaan..
3.      Pada pasal 10 dinyatakan bahwa pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakina agama, nilai budaya, nilai moral, dan keterampiln. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama menurut ajaran Islam..
4.      Pasal 11 ayat 1 disebutkan “jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidika umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesiona”. Yang dimaksud dengan pendidikan agama sebagaimana dijelaskan pada ayat tersebut adalah” pendidikan yang mempersiapakan peserta didik untuk menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khususnya tentang ajaran agama yang bersangkutan”.
5.      Pada pasal 39 ayat 2 dinyatakan: isi kurikulum setiap jenis dan jalur serta jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan kewarganegaraan . dalam hal ini dijelaskan bahwa pendidikan agama termasuk pendidikan agama Islam merupakan bagian dari dasar dan inti kurikulum pendidikan nasional. Dengan demikian, pendidikan agama Islam pun terpadu dalam sistem pendidikan nasional.
6.      Kemudian pada pasal 47, terutama ayat 2 dinyatakan bahwa cirri khas semua pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diperhatikan. Dengan pasal ini satuan-satuan pendidikan Islam, baik yang berada pada jalur sekolah maupun pada jalur luar sekolah tetap tumbuh dan berkembang secara terarah dan terpadu dalam sistem pendidikan nasional
E.Penutup
Pemerintah orde baru yaitu pada tahun 1967, mulai dari madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah sanawiyah. Kebijakan pemerintah yang berkontribusi positif terhadap pendidikan Islam yang kemudian disusul dengan munculnya SKB tiga Menteri tahun 1975 tentang peningkatan mutu Madrasah dengan diakuinya ijazah Madrasah yang memiliki nilai yang sama dengan ijazah seklah umum, lulsan madrasah dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat berpindah kesekolah umum
Kebijakan kedua terlihat dari SKB2 Menteri yang memprioritas pada penyempurnaan kurikulum madrasah dan sekolah umum. Disini madrasah sudah menjadi sekolah umum dengan menjadikan mata pelajaran agama sebagai ciri khas kelembagaan. Namun persoalan yang muncul adalah penguasaan siswa madrasah baik secara kuantitas maupun kualitas terhadap pelajaran umum dan agama menjadi serba tanggung. Dalam hal ini pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan mendirikan MAPK yang akhirnya untuk menyempurnakan sebuah sistem pendidian nasional yang utuh, maka dikeluarkan kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam UUSPN No 2 tahun 1989.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, visi,misi dan Aksi,Jakarta: Rajawali Pers, 2000
Haidar Nawawi, Perundang-Undangan Pendidikan, Jakarta: Ghalia Indonesia,1983
Haidir Putra Daulay, Pendidikan Islam daklam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,Jakarta;Kencana,2006
Hanun Asroha,Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999, cet. Ke 1.
M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta:Balai Putaka,1990.
Zainal Asril Dan Zulfahmi, pengenalan Kurikulum MTsN dan MAN, Padang: Baitul Hikmah, 1999.


[1]Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai Putaka,1990), cet ke-3 hlm 115 
[2]Ibid hlm 360
[3]Haidir Putra Daulay, Pendidikan Islam daklam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,(Jakarta;Kencana,2006), hlm 150
[4]Haidar Nawawi, Perundang-Undangan Pendidikan, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1983), hlm 77
[5]Hanun Asroha,Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Ke 1, hlm 199
[6]Zainal Asril Dan Zulfahmi, pengenalan Kurikulum MTsN dan MAN, (Padang: Baitul Hikmah, 1999), hlm 15
[7]M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003), cet. Ke-1, hlm 124
[8]Abdul Rahman Saleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan, visi,misi dan Aksi,(Jakarta: Rajawali Pers, 2000) , hlm 122

No comments:

Post a Comment