A
Pendahuluan
Kebijakan-kebijakan pemerintah, mulai dari
pemerintah Kolonial, awal dan pasca kemerdekaan hingga masuknya orde
baru terkesan menganak tirikan, mengisolasi bahkan hamper saja menghapuskan
sistem pendidikan Islam hanya karena alasan”Indonesia bukanlah Negara Islam”.
Namun berkat semangat juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan Islam,
akhirnay bernagai kebijakan tersebut mampu diredam untuk sebuah tujuan ideal,
yaitu menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mnaha
Esa.[1]
Secara operasional, kata kebijakan berasala dari
kata bijak yang berarti rangkaian konsepdan asa yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara
bertindak pemerintah, organisasi dan sebagainya. Sedankan orde baru merupakan
suatu pemerintahan dan sebagainya, peraturan pemerintah, susunan angkata sejak
tanggal 11 maret 1996.[2]
B.
Menjembatani dualisme pendidikan
Kebijakan pemerintah orde baru mengenai pendidikan
Islam dalam konteks Madrasah di
Indonesia bersifat positif dan konstruktif, khususnya dalam dua dekade terakhir
1980-an sampai dengan 1990-an. Pada awal –awal masa pemerintahan orde baru,
kebijakan tentang madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde
lama. Pada tahap ini madrasah belum dipandang sebagai bagian dari sistem
pendidikan nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom dibawah
pengawasan menteri agama. Hal ini disebabkan pendidikan agama belum didominasi
oleh muatan-muatan agama , menggunakan kurikulum yang belum standart, memiliki
struktur yang tidak seragam.
Dalam menghadapi kurikulum diatas, langkah pertama
yang dilakukan, dalam melakukan pembaharuan ini adalah dikeluarkannya kebijakan
menteri agama tahun 1976 sebagai respon terhadap TAP MPRS No. XXVII tahun 1966
dengan melakukan formalisasi ditempih dengan menegerikan sejumlah madrasah
dengan criteria tertentu yang diatur oleh pemerintah disamping mendirikan
madrasah-madrasah yang baru. Sedangkan strukturisasi dilakukan dengan mengatur
perjenjangan dengan perumusan kurikulum sekolah-sekolah yang berada dibawah
depdikbut.[3]
Dalam dekade 1970-an madrasah terus dikembangkan
untuk memperkuat keberadaan, namun diawal-awal tahun 1970-an, justru kebijakan
pemerintah terkesan berupaya untuk mengisolasi madrasah dari bagian sistem
pendidikan nasional. Hal ini terlibatdengan langkah yang ditempuh pemerintah dengan mengeluarkan
suatu kebijakan berupa keputusan Presiden Nomor 34 Tanggal 18 April Tahun 1972
tentang “ Tanggung Jawab Fungsional Pendidikan dan Latihan” Isi keputusan pada
intinya mencakup :
1. Menteri pendidikan dan kebudayaan
bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan umum dan kejuruan
2. Menteri tenaga kerja bertugas dan
bertangggung jawab atas pembinaan dan latiha keahlian dan kejuruan tenaga kerja
akan pegawai negeri.
3. Ketua lembaga administrasi Negara
bertugas dan bertanggung jawab atas pembinaan pendidikan dan latihan khusus
untuk pegawai negari.[4]
Selanjutnya,
kepres nomor 34 Tahun 1972 ini dipertegas oleg inpres nomor 15 tahun 1974 yang
mengatur operasionalnya. Dalam TAP MPRS Nomor XVII Tahun 1966 dijelaskan “
agama merupakan salah satu unsure mutlak dengan pencapaian tujuan nasional. Dua
kebijakan pemerintah, menggambarkan ketegangan yang cukup kuat antara madrasah
dengan pendidikan umum. Dalam konteks ini, tampak madrasah tidak hanya disolasi
dari sistem pendidikan nasional, tetapi terdapat indikasi kuat untuk
dihapuskan. Meskipun sudah adanya penegerian madrasah dan penyususnan kurikulum
1973, tampaknya usaha itu tidak cukup sebagai alasan untuk mengakuui madrasah
sebagai bagian dari sistem pendiidikan nasional.[5]
Secara
umum SKB tiga menteri tersebut membuat beberapa ketentuan yang meliputi
kelembagaan, kurikulum dan pengajaran. Dalam keputusan bersama ini yang
dimaksud dengan madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan mata
pelajaran agama Islam sebagi mata pelajarn dasar yang diberikan
sekurang-kurangnya 30 % disamping mata pelajaran umum.
Hanun
Asroha menjelaskan bahwa untuk merealisir SKB tesebut, Departemen Agama melalui
penerbitan, penyeragaman, dan penyamanan perjenjangan pada madrasah-madrasah
dengan langkah-langkah :
1. Menciutkan jumlah PGAN dan mengubah
status sebagian besar PGAN tersebut menjadi Madrasah Tsanawiyah dan Aliyah
Negeri.
2. Mengubah status sekolah persiapan IAIN,
menjadi Madrasah Aliyah Negeri.
3. PGA-PGA yang diselenggarakan oleh pihak
swasta, juga harus diubah statusnya menjadi Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah
Aliyah.
Sejumlah
keputusan yang memperkuat posisi madrasah lebih ditegaskan lagi sehingga
menunjukkan kesetaraan madrasah dengan sekolah. Diantara berapa pasal yang
cukup strategis antara lain pertama, dalam bab 1 pasal 1 ayat 2 berbunyi :
madrasah itu meliputi tiga tingkatan:
a. Madrasah ibtidaiyah setingkat dengan
Sekolah Dasar
b. Madrasah Tsanawiyah setingkat dengan
Sekolah Menengah Pertama
c. Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah
Menengah Atas
Dalam
pengelolaan dan pembinaan pendidikan, Depak telah mempunyai suatu otoritas
dalam mengelola dan membina madrasah sebagai salah satu lembaga pendidiakan.
Kenyatan ini dapat terluaht dalam Bab IV
pasal 4 sebagai berikut:
-Mengelolah
madrasah dilakukan oleh menteri Agama
-Pembinaan
mata pelajaran agama dan madrasah dilakukan oleh Menteri Agama
-Pembinaan
dan pengawasan untuk mata pelajaran umum dilakukan oleh Mendikbut bersama-sama
dengan Menteri Agama dan Menteri dalal Negeri.
C. Restrukturisasi
kurikulum madrasah dan mengatasi kelangkaan ulama
Dalam
keputusan terjadi perubahan berupa perbaikan dan penyempurnaan kurikulum
sekolah umum dan madrasah. Perubahan tersebut tertuang dalam KMA No.99 Tahun
1984 untuk tingkat MI, KMA Nomor 100 untuk tingkat MTS, dan KMA Nomor 101 untuk
tingkat PGAN. keempat KMA tersebut merupakan upaya untuk memperbaiki kurikulum
madrasah agar lebih efektif dan efesien antar lain:[6]
a. Mengorganisasikan program pengajaran
(tingkat madrasah)
b. Untuk membrntuk manusia memiliki
ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta keharmonisan sesama manusia dan
lingkungannya.
c. Mengefektifkan proses belajar mengajar
d. Mengoptimalkan waktu belajar.
Sebagai esensi dari penbakuan kurikulum sekolah umum
dan madrasah ini memuat antara lain :[7]
- Kurikulum sekolah umum dan madrasah terdiri dari program inti dan program pilihan
- Program ini dalam rangka memenuhi tujuan pendidikan sekolah umum dan madrasah, dan program inti sekolah umum dan madrasah secara kualitatif sama.
- Program khusus (pilihan) diadakan untuk memberikan bekal kemampuan siswa yang akan melanjudkan keperguruan tinggi sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
- Pengaturan pelaksanaan kurikulum sekolah umum dan madrasah mengenai sistem kredit semester, bimbingan karier, ketuntasan belajar, dan sistem penilaian adalah sama.
- Hal-hal yang berhubungan dengan tenaga guru dansarana pendidikan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan kurikulum akan diatur bersama oleh kedua departemen yang bersangkutan.
Kurikulum 1984 pada hakikatnya mengacu pada SKB 3
Menteri dari SKB 2 Menteri, baik dalam program, tujuan maupun bahan kajian dan
palajaran. Diantar rumusan 1984 memuat hal yang strategis:
1. Program kegiatan kurikulum Madrasah (MI,
MTS, MA) tahun 1984dilakukan melalui kegiatan interen kurikuler,
ekstrakurikuler, baik dalam program inti mapun program pilihan.
2. Proses belajar mengajar dilaksanakan
dengan memerhatikan keserasian antara cara seseorang belajar dengan apa yang
dipelajarinya.
3. Penilaian dilakukan secara
berkesinambungan dan menyeluruh untuk peningkatan proses belajar mengajar serta
pengelolahan program.
D.
Unifikasi sistem pendidikan
Memasuki decade 90 an, kebijalan
pemerintah orde baru mengenai Madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun
satu sistem pendidikan nasional yang utuh. Maksudnya adalah sistem pendidikan
nasional tidak bergantung kepada jalur pendidikan sekolah, tetapi juga
memamfaatkan jalur lar sekolah. Untuk tujuan ini, pemerintah melakukan berbagai
langkahdan terobosan.[8]
Salahsatu diantaranya melalui penyususna undang-undang no 1 Tahun 1989 tentang
sistem pendidikan nasional. Berdasarkan undang-undang tersebut, pendidika di
Indonesia dilaksanakn secara semesta, menyeluruh, terpadu, . semesta dalam arti
tebuka bagi rakyat dan berlaku seluruh wilayah Negara. Meyeluruh dalam arti
mencakup jalur, jenjang dan jenis pendidikan.sedangkan terpadu berarti
keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan
nasional.
Sejak tahun 1966 telah terjadi perubahan besar pada
bangsa Indonesia, baik menyangkut kejadian sosial, agama maupun politik.
Periode ini disebut zaman orde baru dan zaman munculnya angkatan baru yang
disebut angkatan 66. Pemerintah orde baru bertekad sepenuhnya untuk kembali
pada Undang-Undang Dasar 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konsekuen.
Pemerintah dan rakyat membangun manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya.
Berdasarkan tekad dan semangat tersebut , kehidupan beragama dan pendidikan
agama khususnya, makin memperoleh tempat yang kuat dalam struktur organisasi
pemerintahan dan dalam masyarakat pada
umumnya. Dalam sidang-sidang MPR yang menyusun GBHN sejak tahun 1973 hingga
sekarang, selalu ditegaskan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib
disekolah-sekolah negeri dalam semua
jenjang pendidikan, bahkan agama sudah dikembangkan sejak Taman Kanak-Kanak
(Bab v pasal 9 ayat 1 PP Nomor 27 Tahun 1990 dalam UU Nomor 2 Tahun 1989).
Pembangunan nesional memang dilaksanakan dalam
rangka pembangunan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhnya. Hal ini berarti adanya keserasian,
keseimbangan dan keselarasan antara pembangunan bidang jasmani dan rohani,
antara bidang material dan spiritual, anatar bekal keduniaan dan ingin
berhubungan dengna Tuhan Yang Maha Esa dengan sesame manusia dan dengan
lingkungna hidupnya secara seimbang. Pembangunan seperti itu menjadi pangkal
tolak pembangunan bidang agama.
Sasaran pembangunan jangka panjang dalam bidang
agama adalah terbinanya keimanan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa
dalam kehidupan yang selaras, seimbang dan serasi anatar lahiriyah dan
batiniyah, yang dinamis dan semangat gotong royong, sehingga bangsa Indonesi
sanggup memeruskan perjuangan untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasional.
Ringkasnya ditinjau dari segi falsafah Negara
pancasila, dari konstitusi UUD 1945, dan dari keputusan MPR tentang GBHN , maka
kehidupan beragama dan pendidikan agama di Indonesia sejak Proklamasi
Kemerdekaan pada tahun 1945 sampai
berakhirnya pelaksanaan pembangunan jangka panjang tahap 1 dan memasuki PJP II
semakin mantap.
Adanya peluang dan kesempatan untuk berkembangnya
pendidikan Islam secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional tersebut
dapat dilihat dari beberapa pasal yaitu:
1. Pasal 1 ayat 2 yaitu: pendidikan
Nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan baangsa Indonesia dan
yang berdasarkan Pancasila Dan UUD 1945. Tidak bisa dipungkiiri, bahwa
pendidikan Islam baik sebagai sistem maupun instuisinya, merupakan warisan
budaya bangsa yang berurat berakar pada masyarakat bangsa Indonesia.
2. Pasal 4 dengan tujuan pendidikan
nasional (TUPENAS), yaitu : pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan
kehidupan bagsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Thuan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan , kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan
dari kebangsaan..
3. Pada pasal 10 dinyatakan bahwa
pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang
diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakina agama, nilai budaya,
nilai moral, dan keterampiln. Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang
pertama dan utama menurut ajaran Islam..
4. Pasal 11 ayat 1 disebutkan “jenis
pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidika umum,
pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan
keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesiona”. Yang dimaksud
dengan pendidikan agama sebagaimana dijelaskan pada ayat tersebut adalah”
pendidikan yang mempersiapakan peserta didik untuk menjalankan peranan yang
menuntut penguasaan pengetahuan khususnya tentang ajaran agama yang
bersangkutan”.
5. Pada pasal 39 ayat 2 dinyatakan: isi
kurikulum setiap jenis dan jalur serta jenjang pendidikan wajib memuat
pendidikan kewarganegaraan . dalam hal ini dijelaskan bahwa pendidikan agama
termasuk pendidikan agama Islam merupakan bagian dari dasar dan inti kurikulum
pendidikan nasional. Dengan demikian, pendidikan agama Islam pun terpadu dalam
sistem pendidikan nasional.
6. Kemudian pada pasal 47, terutama ayat 2
dinyatakan bahwa cirri khas semua pendidikan yang diselenggarakan oleh
masyarakat tetap diperhatikan. Dengan pasal ini satuan-satuan pendidikan Islam,
baik yang berada pada jalur sekolah maupun pada jalur luar sekolah tetap tumbuh
dan berkembang secara terarah dan terpadu dalam sistem pendidikan nasional
E.Penutup
Pemerintah orde baru yaitu pada tahun 1967, mulai
dari madrasah ibtidaiyah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah sanawiyah.
Kebijakan pemerintah yang berkontribusi positif terhadap pendidikan Islam yang
kemudian disusul dengan munculnya SKB tiga Menteri tahun 1975 tentang
peningkatan mutu Madrasah dengan diakuinya ijazah Madrasah yang memiliki nilai
yang sama dengan ijazah seklah umum, lulsan madrasah dapat melanjutkan
pendidikan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat
berpindah kesekolah umum
Kebijakan kedua terlihat dari SKB2 Menteri yang memprioritas
pada penyempurnaan kurikulum madrasah dan sekolah umum. Disini madrasah sudah
menjadi sekolah umum dengan menjadikan mata pelajaran agama sebagai ciri khas
kelembagaan. Namun persoalan yang muncul adalah penguasaan siswa madrasah baik
secara kuantitas maupun kualitas terhadap pelajaran umum dan agama menjadi
serba tanggung. Dalam hal ini pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan
mendirikan MAPK yang akhirnya untuk menyempurnakan sebuah sistem pendidian
nasional yang utuh, maka dikeluarkan kebijakan-kebijakan yang tertuang dalam
UUSPN No 2 tahun 1989.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Saleh, Pendidikan
Agama dan Keagamaan, visi,misi dan Aksi,Jakarta: Rajawali Pers, 2000
Haidar Nawawi, Perundang-Undangan
Pendidikan, Jakarta: Ghalia Indonesia,1983
Haidir Putra Daulay, Pendidikan Islam
daklam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,Jakarta;Kencana,2006
Hanun Asroha,Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta;
Logos Wacana Ilmu, 1999, cet. Ke 1.
M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita
Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta:Balai Putaka,1990.
Zainal Asril Dan Zulfahmi, pengenalan
Kurikulum MTsN dan MAN, Padang: Baitul Hikmah, 1999.
[1]Tim Penyusun Kamus
Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta:Balai
Putaka,1990), cet ke-3 hlm 115
[2]Ibid hlm 360
[3]Haidir Putra Daulay, Pendidikan
Islam daklam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia,(Jakarta;Kencana,2006),
hlm 150
[4]Haidar Nawawi, Perundang-Undangan
Pendidikan, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1983), hlm 77
[5]Hanun Asroha,Sejarah
Pendidikan Islam,(Jakarta; Logos Wacana Ilmu, 1999), cet. Ke 1, hlm 199
[6]Zainal Asril Dan
Zulfahmi, pengenalan Kurikulum MTsN dan MAN, (Padang: Baitul Hikmah, 1999),
hlm 15
[7]M. Ali Hasan dan Mukti
Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
2003), cet. Ke-1, hlm 124
[8]Abdul Rahman Saleh, Pendidikan
Agama dan Keagamaan, visi,misi dan Aksi,(Jakarta: Rajawali Pers, 2000) ,
hlm 122
No comments:
Post a Comment